Raja Thailand Tanda Tangani Konstitusi Baru
A
A
A
BANGKOK - Raja Thailand Maha Vajiralongkorn menandatangani konstitusi baru di istana, kemarin. Langkah ini membuka jalan untuk penyelenggaraan pemilihan umum (pemilu) mendatang sesuai janji junta militer untuk memulihkan demokrasi setelah kudeta 2014.
Konstitusi baru itu merupakan undang-undang dasar Thailand ke-20 sejak berakhirnya monarki absolut pada 1932. Para pengkritik menilai konstitusi baru itu akan memperkuat posisi militer dalam beberapa tahun atau dekade ke depan. Perubahan terbaru itu juga menegaskan kekuasaan raja saat negara dalam kondisi krisis.
“Semoga rakyat Thailand bersatu seterusnya dan melindungi konstitusi untuk mempertahankan demokrasi dan kedaulatan mereka,” ungkap seorang pejabat dari Biro Kesekretariatan Kerajaan Thailand dalam acara penandatanganan tersebut, dikutip kantor berita Reuters. Konstitusi baru ini menggantikan dokumen sementara yang berlaku setelah kudeta 2014.
Rakyat Thailand mendukung konstitusi baru itu melalui referendum Agustus lalu. Meski demikian, istana meminta perubahan pada Januari setelah Raja Vajiralongkorn mengambil alih takhta dari mendiang ayahnya, Raja Bhumibol Adulyadej, yang telah berkuasa lebih tujuh dekade. Salah satu perubahan memungkinkan raja pergi ke luar negeri tanpa menunjuk seorang bupati.
Raja pernah tinggal beberapa tahun di Jerman, tempat dia memiliki seorang putra yang sedang sekolah. Perubahan lain adalah pencabutan pasal penyerahan kekuasaan pada pengadilan konstitusi dan lembaga lain saat terjadi krisis. Pencabutan pasal itu akan memperkuat peran raja saat mengatasi krisis yang muncul.
“Secara praktis, raja akan memiliki lebih banyak peran, lebih banyak wewenang,” ujar Kan Yuenyong, Direktur Eksekutif Lembaga Peneliti Siam Intelligence Unit. Masih ada banyak proses sebelum pemilu yang harus dilakukan atau bahkan hingga larangan dicabut pada partai-partai politik. Menurut kerangka waktu yang dicantumkan di konstitusi, pemilu dapat digelar akhir 2018 jika tidak terjadi penundaan lagi.
Konstitusi baru itu merupakan undang-undang dasar Thailand ke-20 sejak berakhirnya monarki absolut pada 1932. Para pengkritik menilai konstitusi baru itu akan memperkuat posisi militer dalam beberapa tahun atau dekade ke depan. Perubahan terbaru itu juga menegaskan kekuasaan raja saat negara dalam kondisi krisis.
“Semoga rakyat Thailand bersatu seterusnya dan melindungi konstitusi untuk mempertahankan demokrasi dan kedaulatan mereka,” ungkap seorang pejabat dari Biro Kesekretariatan Kerajaan Thailand dalam acara penandatanganan tersebut, dikutip kantor berita Reuters. Konstitusi baru ini menggantikan dokumen sementara yang berlaku setelah kudeta 2014.
Rakyat Thailand mendukung konstitusi baru itu melalui referendum Agustus lalu. Meski demikian, istana meminta perubahan pada Januari setelah Raja Vajiralongkorn mengambil alih takhta dari mendiang ayahnya, Raja Bhumibol Adulyadej, yang telah berkuasa lebih tujuh dekade. Salah satu perubahan memungkinkan raja pergi ke luar negeri tanpa menunjuk seorang bupati.
Raja pernah tinggal beberapa tahun di Jerman, tempat dia memiliki seorang putra yang sedang sekolah. Perubahan lain adalah pencabutan pasal penyerahan kekuasaan pada pengadilan konstitusi dan lembaga lain saat terjadi krisis. Pencabutan pasal itu akan memperkuat peran raja saat mengatasi krisis yang muncul.
“Secara praktis, raja akan memiliki lebih banyak peran, lebih banyak wewenang,” ujar Kan Yuenyong, Direktur Eksekutif Lembaga Peneliti Siam Intelligence Unit. Masih ada banyak proses sebelum pemilu yang harus dilakukan atau bahkan hingga larangan dicabut pada partai-partai politik. Menurut kerangka waktu yang dicantumkan di konstitusi, pemilu dapat digelar akhir 2018 jika tidak terjadi penundaan lagi.
(esn)