Pengungsi Rohingya di Malaysia Berharap Hak Bekerja dan Pendidikan
A
A
A
KUALA LUMPUR - Puluhan ribu pengungsi Rohingya yang saat ini berada di Malaysia berharap memiliki hak hukum untuk bekerja atau menempuh pendidikan di Negeri Jiran. Harapan ini muncul usai Perdana Menteri Najib Razak menunjukkan sikap simpati pada etnis Rohingya yang terusir dari Myanmar.
"Dunia tidak bisa duduk dan menonton terjadinya genosida. Dunia tidak bisa duduk dan berkata: lihat, itu bukan masalah kita. Ini adalah masalah kita,” tegas Najib pada akhir pekan lalu.
Seperti dikutip dari Channel News Asia, Kamis (8/12), saat ini setidaknya ada lebih dari 56.000 pengungsi Rohingya yang terdaftar di Komisi Tinggi PBB untuk Pengungsi (UNHCR) di Malaysia. Sementara 35.000 lainnya belum mendapatkan status pengungsi dari UNHCR. Puluhan ribu etnis Rohingya ini melarikan diri dari kekerasan di negara bagian Rahkine, Myanmar.
Saat ini, Malaysia tidak mengakui secara hukum para pencari suaka dan pengungsi, karena Malaysia tidak menandatangani Konvensi mengenai Status Pengungsi (1951) dan Protokol Berkaitan dengan Status Pengungsi (1967).
Ketua Komunitas Masyarakat Rohingya di Malaysia, Faisal Islam Muhammad Kassim mengatakan, etnis Rohingya di Malaysia kerap mencari kerja secara ilegal di sejumlah industri di Malaysia, seperti di bidang konstruksi. Penghasilan rata-rata yang didapat mencapai USD250, jumlah yang minim untuk bertahan hidup di Malaysia.
"Pemerintah (Malaysia) dapat melakukan sesuatu bagi kami. Dan, jika pemerintah memberikan etnis Rohingya kesempatan untuk bekerja di sini secara hukum, tentu akan lebih baik bagi mereka," kata Kassim.
Hak untuk bekerja bisa segera menjadi kenyataan untuk etnis Rohingya. UNHCR mengatakan, pihaknya tengah bekerja sama dengan pemerintah Malaysia untuk menyusun skema percontohan yang memungkinkan kamum Rohingya bekerja di negara tersebut.
Kassim, yang melarikan diri dari Myanmar pada 2012, juga memohon Pemerintah Malaysia untuk memberikan anak-anak kaum Rohingya akses ke sekolah-sekolah pemerintah. Saat ini, mereka dididik di sekolah-sekolah dan kelas yang dijalankan oleh sejumlah LSM.
"Dunia tidak bisa duduk dan menonton terjadinya genosida. Dunia tidak bisa duduk dan berkata: lihat, itu bukan masalah kita. Ini adalah masalah kita,” tegas Najib pada akhir pekan lalu.
Seperti dikutip dari Channel News Asia, Kamis (8/12), saat ini setidaknya ada lebih dari 56.000 pengungsi Rohingya yang terdaftar di Komisi Tinggi PBB untuk Pengungsi (UNHCR) di Malaysia. Sementara 35.000 lainnya belum mendapatkan status pengungsi dari UNHCR. Puluhan ribu etnis Rohingya ini melarikan diri dari kekerasan di negara bagian Rahkine, Myanmar.
Saat ini, Malaysia tidak mengakui secara hukum para pencari suaka dan pengungsi, karena Malaysia tidak menandatangani Konvensi mengenai Status Pengungsi (1951) dan Protokol Berkaitan dengan Status Pengungsi (1967).
Ketua Komunitas Masyarakat Rohingya di Malaysia, Faisal Islam Muhammad Kassim mengatakan, etnis Rohingya di Malaysia kerap mencari kerja secara ilegal di sejumlah industri di Malaysia, seperti di bidang konstruksi. Penghasilan rata-rata yang didapat mencapai USD250, jumlah yang minim untuk bertahan hidup di Malaysia.
"Pemerintah (Malaysia) dapat melakukan sesuatu bagi kami. Dan, jika pemerintah memberikan etnis Rohingya kesempatan untuk bekerja di sini secara hukum, tentu akan lebih baik bagi mereka," kata Kassim.
Hak untuk bekerja bisa segera menjadi kenyataan untuk etnis Rohingya. UNHCR mengatakan, pihaknya tengah bekerja sama dengan pemerintah Malaysia untuk menyusun skema percontohan yang memungkinkan kamum Rohingya bekerja di negara tersebut.
Kassim, yang melarikan diri dari Myanmar pada 2012, juga memohon Pemerintah Malaysia untuk memberikan anak-anak kaum Rohingya akses ke sekolah-sekolah pemerintah. Saat ini, mereka dididik di sekolah-sekolah dan kelas yang dijalankan oleh sejumlah LSM.
(esn)