Perang, Armenia dan Azerbaijan Saling Tuduh Picu Eskalasi
A
A
A
YEREVAN - Perang antara Armenia dan Azerbaijan dilaporkan berkobar semalam di perbatasan kedua negara. Rusia pada Sabtu (2/4/2016) menyerukan kedua negara mengakhiri permusuhan.
Kementerian kedua negara, saling menuduh satu sama lain sebagai pihak yang memprovokasi eskalasi. Pihak Azerbaijan dalam sebuah pernyataan hari ini, mengatakan bahwa tentara Armenia melepaskan tembakan 127 kali selama 24 jam di sepanjang perbatasan. Armenia juga menggunakan mortir dan senapan mesin berat.
Sedangkan Armenia menuduh pasukan Azeri (Azerbaijan) bergeak semalam secara ofensif dan menggunakan tank artileri serta pesawat militer.
Milisi di Republik Karabakh, titik fokus dari konflik, mengklaim bahwa mereka menembak jatuh dua helikopter Azeri dan pesawat tak berawak serta menghancurkan dua tank. Namun, Azerbaijan membantah klaim itu.
Presiden Rusia, Vladimir Putin telah menyerukan semua pihak yang terlibat konflik agar segera menghentikan permusuhan. Demikian disampaikan juru bicara Kremin, Dmitry Peskov.
Kementerian Luar Negeri Rusia juga mengatakan bahwa Moskow telah melakukan kontak dengan anggota lain dari kelompok OSCE Minsk, yang bertugas memantau gencatan senjata di Karabakh, dan mengamati dengan seksama perkembangan situasi di wilayah itu.
Armenia dan Azerbaijan merupakan dua negara pecahan Uni Soviet yang sudah terlibat konflik selama puluhan tahun di Karabakh, daerah pegunungan yang didominasi etnis Armenia namun merupakan bagian dari Azerbaijan. Wilayah itu telah memisahkan diri pada tahun 1988.
Kemudian pada tahun 1991, Karabakh mendeklarasikan kemerdekaan diikuti dengan perang berdarah selama tiga tahun. Rusia telah menengahi gencatan senjata antara Armenia dan Azerbaijan pada tahun 1994, tetapi ketegangan kedua negara belum reda dan eskalasi sesekali pecah.
”Mengingat perkembangan terbaru, pada tanggal 2 April, Menteri Pertahanan Rusia Sergei Shoigu mengadakan pembicaraan telepon dengan rekan-rekannya, Menteri Pertahanan Armenia Seyran Ohanyan dan Menteri Pertahanan Azerbaijan Zakir Hasanov, tentang perlunya langkah-langkah mendesak untuk menstabilkan situasi di zona konflik,” demikian keterangan pers Kementerian Luar Negeri Rusia, seperti dikutip Sputniknews.
Kementerian kedua negara, saling menuduh satu sama lain sebagai pihak yang memprovokasi eskalasi. Pihak Azerbaijan dalam sebuah pernyataan hari ini, mengatakan bahwa tentara Armenia melepaskan tembakan 127 kali selama 24 jam di sepanjang perbatasan. Armenia juga menggunakan mortir dan senapan mesin berat.
Sedangkan Armenia menuduh pasukan Azeri (Azerbaijan) bergeak semalam secara ofensif dan menggunakan tank artileri serta pesawat militer.
Milisi di Republik Karabakh, titik fokus dari konflik, mengklaim bahwa mereka menembak jatuh dua helikopter Azeri dan pesawat tak berawak serta menghancurkan dua tank. Namun, Azerbaijan membantah klaim itu.
Presiden Rusia, Vladimir Putin telah menyerukan semua pihak yang terlibat konflik agar segera menghentikan permusuhan. Demikian disampaikan juru bicara Kremin, Dmitry Peskov.
Kementerian Luar Negeri Rusia juga mengatakan bahwa Moskow telah melakukan kontak dengan anggota lain dari kelompok OSCE Minsk, yang bertugas memantau gencatan senjata di Karabakh, dan mengamati dengan seksama perkembangan situasi di wilayah itu.
Armenia dan Azerbaijan merupakan dua negara pecahan Uni Soviet yang sudah terlibat konflik selama puluhan tahun di Karabakh, daerah pegunungan yang didominasi etnis Armenia namun merupakan bagian dari Azerbaijan. Wilayah itu telah memisahkan diri pada tahun 1988.
Kemudian pada tahun 1991, Karabakh mendeklarasikan kemerdekaan diikuti dengan perang berdarah selama tiga tahun. Rusia telah menengahi gencatan senjata antara Armenia dan Azerbaijan pada tahun 1994, tetapi ketegangan kedua negara belum reda dan eskalasi sesekali pecah.
”Mengingat perkembangan terbaru, pada tanggal 2 April, Menteri Pertahanan Rusia Sergei Shoigu mengadakan pembicaraan telepon dengan rekan-rekannya, Menteri Pertahanan Armenia Seyran Ohanyan dan Menteri Pertahanan Azerbaijan Zakir Hasanov, tentang perlunya langkah-langkah mendesak untuk menstabilkan situasi di zona konflik,” demikian keterangan pers Kementerian Luar Negeri Rusia, seperti dikutip Sputniknews.
(mas)