40 Negara Desak Israel Cabut Sanksi Otoritas Palestina
loading...
A
A
A
NEW YORK - Sekitar 40 negara meminta Israel untuk mencabut sanksi yang dikenakan pada Otoritas Palestina pada awal bulan ini. Sanksi dijatuhkan sebagai aksi balasan atas dorongan agar pengadilan tinggi PBB mengeluarkan pendapat tentang pendudukan Israel.
Diketahui, pada tanggal 30 Desember, Majelis Umum PBB mengeluarkan resolusi yang meminta pendapat dari Mahkamah Internasional (MI) tentang masalah pendudukan Israel atas wilayah Palestina.
Sebagai balasan, pada 6 Januari, Israel mengumumkan serangkaian sanksi, termasuk sanksi keuangan, terhadap Otoritas Palestina sebagai harga yang harus dibayar karena untuk mendorong resolusi tersebut.
Dalam sebuah pernyataan, sekitar 40 negara anggota PBB menegaskan kembali dukungan tak tergoyahkan mereka untuk MI dan hukum internasional. Mereka juga menyatakan keprihatinan yang mendalam mengenai keputusan pemerintah Israel untuk memberlakukan tindakan hukuman terhadap rakyat Palestina, kepemimpinan dan masyarakat sipil setelah permintaan oleh Majelis Umum ke MI.
"Terlepas dari posisi masing-masing negara dalam resolusi tersebut, kami menolak tindakan hukuman sebagai tanggapan atas permintaan pendapat nasehat oleh Mahkamah Internasional, dan lebih luas lagi sebagai tanggapan terhadap resolusi Majelis Umum, dan menyerukan pencabutan segera," bunyi pernyataan tersebut seperti dilansir dari New Arab, Selasa (17/1/2023).
Pernyataan tersebut ditandatangani oleh negara-negara yang memberikan suara untuk resolusi Majelis Umum PBB antara lain Aljazair, Argentina, Belgia, Irlandia, Pakistan, dan Afrika Selatan, tetapi juga oleh beberapa negara yang abstain macam Jepang, Prancis, dan Korea Selatan serta negara lain yang menentang resolus seperti Jerman dan Estonia.
"Ini penting karena menunjukkan bahwa terlepas dari bagaimana negara-negara memilih, mereka bersatu dalam menolak langkah-langkah hukuman ini," kata Duta Besar Palestina untuk PBB, Riyad Mansour, dalam sebuah pernyataan.
Ditanya tentang pernyataan anggota PBB, juru bicara Sekretaris Jenderal PBB menegaskan kembali kekhawatiran mendalam Antonio Guterres tentang tindakan Israel baru-baru ini terhadap Otoritas Palestina, menekankan bahwa seharusnya tidak ada pembalasan sehubungan dengan MI.
Sementara itu Dewan Keamanan PBB dijadwalkan akan melakukan pertemuan tentang masalah Palestina pada Rabu.
Sebelumnya Dewan Keamanan PBB telah menggelar pertemuan pada awal bulan ini setelah Menteri Keamanan Nasional Israel Itamar Ben-Gvir menyerbu kompleks Masjid al-Aqsa, menyebabkan ketegangan antara diplomat Israel dan Palestina.
Penyerbuan Ben-Gvir terhadap al-Aqsa - situs tersuci ketiga dalam Islam - menuai kritik dan kecaman internasional.
Status quo yang telah berlangsung puluhan tahun hanya mengizinkan umat Islam untuk beribadah di kompleks yang dikelola oleh Yordania itu. Seorang pejabat Israel mengatakan Ben-Gvir mematuhi pengaturan yang memungkinkan non-Muslim untuk mengunjungi situs tersebut, yang juga dihormati oleh orang Yahudi, tetapi tidak untuk berdoa.
Diketahui, pada tanggal 30 Desember, Majelis Umum PBB mengeluarkan resolusi yang meminta pendapat dari Mahkamah Internasional (MI) tentang masalah pendudukan Israel atas wilayah Palestina.
Sebagai balasan, pada 6 Januari, Israel mengumumkan serangkaian sanksi, termasuk sanksi keuangan, terhadap Otoritas Palestina sebagai harga yang harus dibayar karena untuk mendorong resolusi tersebut.
Dalam sebuah pernyataan, sekitar 40 negara anggota PBB menegaskan kembali dukungan tak tergoyahkan mereka untuk MI dan hukum internasional. Mereka juga menyatakan keprihatinan yang mendalam mengenai keputusan pemerintah Israel untuk memberlakukan tindakan hukuman terhadap rakyat Palestina, kepemimpinan dan masyarakat sipil setelah permintaan oleh Majelis Umum ke MI.
"Terlepas dari posisi masing-masing negara dalam resolusi tersebut, kami menolak tindakan hukuman sebagai tanggapan atas permintaan pendapat nasehat oleh Mahkamah Internasional, dan lebih luas lagi sebagai tanggapan terhadap resolusi Majelis Umum, dan menyerukan pencabutan segera," bunyi pernyataan tersebut seperti dilansir dari New Arab, Selasa (17/1/2023).
Pernyataan tersebut ditandatangani oleh negara-negara yang memberikan suara untuk resolusi Majelis Umum PBB antara lain Aljazair, Argentina, Belgia, Irlandia, Pakistan, dan Afrika Selatan, tetapi juga oleh beberapa negara yang abstain macam Jepang, Prancis, dan Korea Selatan serta negara lain yang menentang resolus seperti Jerman dan Estonia.
"Ini penting karena menunjukkan bahwa terlepas dari bagaimana negara-negara memilih, mereka bersatu dalam menolak langkah-langkah hukuman ini," kata Duta Besar Palestina untuk PBB, Riyad Mansour, dalam sebuah pernyataan.
Ditanya tentang pernyataan anggota PBB, juru bicara Sekretaris Jenderal PBB menegaskan kembali kekhawatiran mendalam Antonio Guterres tentang tindakan Israel baru-baru ini terhadap Otoritas Palestina, menekankan bahwa seharusnya tidak ada pembalasan sehubungan dengan MI.
Sementara itu Dewan Keamanan PBB dijadwalkan akan melakukan pertemuan tentang masalah Palestina pada Rabu.
Sebelumnya Dewan Keamanan PBB telah menggelar pertemuan pada awal bulan ini setelah Menteri Keamanan Nasional Israel Itamar Ben-Gvir menyerbu kompleks Masjid al-Aqsa, menyebabkan ketegangan antara diplomat Israel dan Palestina.
Penyerbuan Ben-Gvir terhadap al-Aqsa - situs tersuci ketiga dalam Islam - menuai kritik dan kecaman internasional.
Status quo yang telah berlangsung puluhan tahun hanya mengizinkan umat Islam untuk beribadah di kompleks yang dikelola oleh Yordania itu. Seorang pejabat Israel mengatakan Ben-Gvir mematuhi pengaturan yang memungkinkan non-Muslim untuk mengunjungi situs tersebut, yang juga dihormati oleh orang Yahudi, tetapi tidak untuk berdoa.
(ian)