Kaleidoskop 2022: Tepi Barat dan Yerusalem Membara, Israel Ingin Habisi Perlawanan

Selasa, 27 Desember 2022 - 17:41 WIB
loading...
Kaleidoskop 2022: Tepi Barat dan Yerusalem Membara, Israel Ingin Habisi Perlawanan
Pejuang Palestina mengangkat senjata saat peringatan Mohammed Al-Azizi dan Abdul Rahman Sobh yang dibunuh pasukan Israel pada 24 Juli 2022 di Nablus, 2 September 2022. Foto/shadi jararah/apa images
A A A
TEPI BARAT - Tepi Barat dan Yerusalem sedang “terbakar”. Ini adalah istilah yang kita lihat semakin banyak digunakan di media sosial, berita, dan opini yang berbicara tentang peristiwa terkini di wilayah Palestina yang diduduki Israel.

Itu juga bukan ungkapan baru yang digunakan untuk menggambarkan gelombang penindasan dan perlawanan di Palestina.

Perlawanan terbaru adalah Intifadah Persatuan 2021 yang melanda Palestina yang bersejarah.

Jadi apa sebenarnya yang terjadi di Tepi Barat dan Yerusalem yang diduduki saat ini, dan mengapa?

Apa yang membuatnya berbeda dari apa yang telah kita lihat dalam sejarah baru-baru ini?

Lantas, apa artinya bagi masa depan perlawanan Palestina terhadap pendudukan dan penjajahan Israel?

Kaleidoskop 2022: Tepi Barat dan Yerusalem Membara, Israel Ingin Habisi Perlawanan


Beberapa pekan selama Oktober telah menyaksikan intensifikasi tindakan keras Israel terhadap warga Palestina di Tepi Barat, yang menargetkan warga sipil biasa di rumah dan desa mereka, serta pejuang dan kelompok perlawanan bersenjata.

Secara bersamaan, para pemukim Yahudi bersenjata telah meneror komunitas Palestina di Tepi Barat, seringkali dengan kehadiran dan perlindungan militer Israel.

Penindasan saat ini, dan perlawanan terhadapnya, adalah bagian dari kampanye berbulan-bulan yang lebih besar untuk memadamkan perlawanan Palestina yang tumbuh, terutama perlawanan bersenjata yang telah bangkit kembali di wilayah Tepi Barat.

Bangkitnya Perlawanan Palestina Hadapi Penumpasan Brutal

Sejak awal Oktober, pasukan Israel telah membunuh 15 warga Palestina, empat di antaranya remaja dan anak-anak, terutama dalam serangan malam dan operasi penangkapan.

Selama sepekan terakhir Oktober saja, empat warga Palestina tewas: Mujahed Daoud (31) dari Salfit meninggal pada hari Minggu (16/10/2022) akibat luka yang dideritanya selama konfrontasi dengan pasukan Israel seminggu sebelumnya.

Mateen Dabaya (20) dan Abdullah Abu al-Teen (43) seorang dokter dan ayah dari tiga anak, keduanya tewas dalam penggerebekan di kamp pengungsi Jenin Jumat pagi (14/10/2022).

Jumat malam (14/10/2022) pasukan Israel menembak dan membunuh Qais Imad Shujaiya (23) setelah dia melakukan operasi penembakan di dekat pemukiman ilegal Beit El yang melukai seorang pemukim Israel.

Pada Rabu 12 Oktober 2022, Osama Mahmoud Adawi yang berusia 17 tahun tewas ketika pasukan Israel menembaknya di perut di luar kamp pengungsi Arroub, selatan Bethlehem di Tepi Barat.

Kaleidoskop 2022: Tepi Barat dan Yerusalem Membara, Israel Ingin Habisi Perlawanan


Ketika militer, polisi, dan intelijen Israel, atas perintah Perdana Menteri (PM) Israel Yair Lapid, mengintensifkan kampanye terbaru mereka, perlawanan Palestina terhadap taktik pendudukan telah meningkat, bersamaan dengan ketakutan Palestina terhadap kekerasan Israel.

Selama dua pekan terakhir Oktober, dua tentara Israel tewas dalam operasi penembakan terpisah: satu di pos pemeriksaan militer di luar kamp pengungsi Shu'fat di Yerusalem, dan satu lagi di pos militer di daerah Nablus di Tepi Barat utara.

Khususnya, kedua penembak berhasil keluar hidup-hidup, kejadian yang tidak biasa mengingat kebijakan tembak-untuk-membunuh tentara Israel di wilayah pendudukan, yang secara aktif ditolak otoritas Israel di tengah tekanan internasional.

Perdana Menteri Israel Yair Lapid telah mencatat tidak ada tentara yang akan dituntut “hanya agar kami dapat menerima tepuk tangan di luar negeri,” pada awal September.

Dalam perburuan menemukan para penembak, pasukan Israel memberlakukan sejumlah tindakan hukuman kolektif, termasuk penutupan jalan yang mempengaruhi seluruh distrik Nablus, dan blokade seluruh lingkungan seperti Shuafat dan Anata di dekatnya.

Blokade Shu'fat dan lingkungan sekitarnya memicu kampanye pembangkangan sipil yang meluas di lingkungan sekitar Yerusalem.

Protes untuk mendukung kampanye pembangkangan sipil di Yerusalem telah berkembang di Jalur Gaza yang terkepung, di mana warga Palestina bergabung dengan seruan melanjutkan konfrontasi dengan aparat militer Israel.

Pada saat yang sama, di tengah musim Hari Raya Yahudi, para pemukim Israel meningkatkan serangan mereka terhadap warga Palestina dan properti mereka di Tepi Barat, di bawah pengawasan dan perlindungan pasukan Israel.

Penggerebekan oleh pasukan Israel yang hampir setiap malam, penindasan protes yang mematikan, kebijakan hukuman kolektif, dan meningkatnya kekerasan pemukim, tidak banyak membantu meredam perlawanan Palestina.

Laporan protes harian dan konfrontasi dengan pasukan Israel di Yerusalem dan Tepi Barat terus berlanjut, sementara kelompok perlawanan Palestina yang berbasis di Nablus, Areen Al-Usud (Den of Lions), terus mendapat dukungan dari masyarakat, karena mengklaim bertanggung jawab untuk meningkatkan operasi bersenjata terhadap posisi militer Israel di Tepi Barat.

Apa Arti “Operasi Hancurkan Gelombang” bagi Warga Palestina?

Kampanye besar-besaran yang dikoordinasikan militer Israel dan intelijen melawan Palestina berfokus pada Nablus dan Jenin di Tepi Barat, dan kota Yerusalem.

Tidak mengherankan bagi warga Palestina, intensifikasi serangan Israel baru-baru ini dibangun di atas tindakan dari tahun-tahun sebelumnya.

“(Kota Tua) masih seperti dulu,” ungkap Basil Kittaneh, peneliti dan penduduk Kota Tua Nablus, tempat berkembangnya perlawanan bersenjata, yang terutama dipimpin pemuda yang tidak berafiliasi dengan partai politik mana pun.

“Setiap hari warga bersiap menunggu sesuatu. Setiap malam, suara drone berdengung, dan orang tidak tidur dan dalam keadaan ketakutan,” papar dia.

Kaleidoskop 2022: Tepi Barat dan Yerusalem Membara, Israel Ingin Habisi Perlawanan


Setelah puncak Intifada Persatuan musim panas lalu, perubahan tak terduga lahir dengan penyatuan warga Palestina melintasi perbatasan yang dampaknya terus berlanjut hingga saat ini.

Saat warga Palestina secara kolektif bangkit tahun 2021 lalu, mereka juga dihukum secara kolektif, termasuk warga Palestina dengan kewarganegaraan Israel.

Pada Mei 2021, Polisi Israel meluncurkan "Operasi Hukum dan Ketertiban," yang menargetkan warga Palestina dengan kewarganegaraan Israel yang berpartisipasi dalam kegiatan Intifadah Persatuan, terutama mereka yang menembaki gerombolan Israel yang telah menyerang lingkungan Palestina dan menyerang penduduknya.

Dalam semalam, ribuan warga Palestina dengan kewarganegaraan Israel ditangkap sebagai bentuk hukuman kolektif, dan apa yang oleh aparat keamanan Israel disebut sebagai "pencegahan".

Operasi Break the Wave diluncurkan pada Maret 2022 untuk menumpas kelompok perlawanan bersenjata yang tumbuh, terutama di kota-kota seperti Nablus dan Jenin.

Penting untuk melihatnya sebagai kelanjutan dari "Operasi Hukum dan Ketertiban", sebagai tambahan untuk "Operasi Breaking Dawn" di Gaza.

Dipelopori kepala staf militer Israel Aviv Kochavi bersama-sama dengan PM Israel, kampanye Break the Wave selama berbulan-bulan terletak pada inti dari apa yang kita saksikan di Palestina yang diduduki saat ini.

Kochavi telah mengerahkan tentara Israel tidak hanya di Tepi Barat, tetapi juga memperluas yurisdiksi militer di luar Garis Hijau, ke kota-kota di bawah yurisdiksi polisi Israel.

Warga Palestina dengan kewarganegaraan Israel berada di bawah kekuasaan militer de facto hingga tahun 1970-an.

Implikasi dari eskalasi saat ini oleh Israel adalah bagian dari proyek kolonial pemukim Israel yang lebih luas, didorong ideologi Zionis sayap kanan.

Dalam penggerebekan harian di kota-kota Palestina, pasukan Israel menangkap lebih dari 1.500 warga Palestina, menurut kepala militer Israel.

“Kami akan menjangkau setiap kota, lingkungan, gang, rumah, atau ruang bawah tanah untuk tujuan itu,” ujar Kochavi pada bulan September.

Namun, jumlahnya jauh lebih tinggi daripada yang dilaporkan Kochavi, yang telah menyebabkan serangan sistematis terhadap rasa stabilitas dan keamanan warga Palestina.

Tindakan brutal ini menyiratkan pasukan Israel tidak terbatas pada satu ruang geografis, dan malah menargetkan semua orang, tidak hanya mereka yang menolak, tetapi mereka yang menunjukkan tanda-tanda potensi penolakan.

“Orang-orang (di Kota Tua) waspada sepanjang malam,” papar Kittaneh menjelaskan kepada Mondoweiss.

Dia menjelaskan, “Secara keseluruhan, ada perlawanan, tetapi hukuman kolektif diberlakukan di seluruh Nablus.”

Perlawanan Tanpa Komunikasi Terorganisir

Sama seperti militer Israel tidak terbatas pada geografi, konfrontasi Palestina juga tidak.

Agustus ini menyaksikan dinamika baru antara Gaza dan Tepi Barat, di mana tidak seperti dekade lalu, Gaza menjadi kekuatan mediasi untuk mengurangi perlawanan di Tepi Barat.

“Setiap orang bebas yang bermartabat di dunia akan mendukung kami,” papar pejuang perlawanan, S, kepada Mondoweiss pada bulan September saat terdengar suara tembakan dari pasukan Otoritas Palestina, yang telah dikerahkan untuk menumpas kelompok perlawanan yang berkembang di Nablus.

Kaleidoskop 2022: Tepi Barat dan Yerusalem Membara, Israel Ingin Habisi Perlawanan


Meskipun kota-kota Palestina tertentu telah menjadi target utama dalam kampanye terbaru Israel, serangan oleh militer dan intelijen Israel bersifat kolektif.

Lebih dari 5.292 warga Palestina telah ditangkap sejak Januari, menurut Masyarakat Tahanan Palestina.

Dari setiap 100 penangkapan, 14 di antaranya adalah anak-anak di bawah umur, 766 orang di antaranya ditahan sejak Januari.

Perlawanan Palestina berkisar antara perlawanan bersenjata dan perlawanan tak bersenjata populer, yang telah meluas ke keterlibatan warga Palestina di diaspora dan di pengasingan.

Dengan cara ini, fragmentasi identitas Palestina oleh Israel terus ditentang dan diinterupsi.

Mengingat tahun ini telah menjadi salah satu yang paling mematikan dalam hal kekerasan pemukim bagi warga Palestina sejak 2005, warga Palestina kini menghadapi kaleidoskop represi.

Sejalan dengan intensifikasi penangkapan, militer Israel dengan sengaja meningkatkan pembunuhan ekstra-yudisial yang ditargetkan terhadap warga Palestina, yaitu para pejuang perlawanan.

Hal ini mengakibatkan pembunuhan lebih dari 160 warga Palestina di Tepi Barat saja (49 orang lainnya tewas di Gaza selama serangan bulan Agustus).

Peran Otoritas Palestina dalam Menumpas Perlawanan

Ketika Israel melanjutkan kampanyenya melawan kelompok-kelompok perlawanan Palestina, pemerintah dan angkatan bersenjata Israel telah menemukan mitra sejati dan teruji dalam penindasan mereka, Otoritas Palestina (PA).

Pada tanggal 19 September, pasukan keamanan PA, yang mempertahankan kebijakan koordinasi keamanan yang kontroversial dengan Israel, telah menggerebek kota Nablus dan menangkap dua pejuang perlawanan Palestina, Musaab Shtayyeh (30) dan Ameed Tbeileh (21).

Musaab Shtayyeh telah menjadi penerus tidak resmi Ibrahim al-Nabulsi, “Singa dari Nablus,” setelah pembunuhannya awal musim panas ini.

Dalam proses penggerebekan, yang memicu konfrontasi hebat di Nablus dan protes terhadap PA di Tepi Barat, pasukan keamanan PA membunuh Firas Yaish yang berusia 55 tahun.

Bagi sebagian besar masyarakat Palestina, serangan PA terhadap para pejuang di Nablus adalah serangan terhadap perlawanan Palestina, dan hanyalah contoh lain dari PA yang dituding justru melakukan pekerjaan kotor Israel.

Serangan yang ditargetkan terhadap perlawanan di Nablus terjadi hampir sepekan setelah Lapid dan Kochavi berbicara tentang peningkatan komunikasi dengan militer Israel dan pasukan keamanan PA dalam menargetkan perlawanan Palestina.

Cengkeraman Israel di Tepi Barat sebagian besar bergantung pada fasilitasi yang diberikan PA dalam mengawasi, menargetkan, menangkap aktivis, dan mengarahkan kembali keterlibatan politik Palestina menjauh dari wacana pembebasan.

Pada bulan-bulan terakhir tahun 2021 dan bulan-bulan pertama tahun ini, Otoritas Palestina telah melakukan kampanye besar-besaran melawan oposisi politik, termasuk menargetkan mahasiswa dan pemuda yang menunjukkan kritik atau konfrontasi terhadap legitimasi Otoritas Palestina.

Baru tahun lalu, pada 24 Juni 2021 pasukan keamanan PA menyerbu rumah calon Dewan Legislatif Palestina Nizar Banat, memukulinya sampai mati di depan istrinya, Jihan, dan keempat anaknya.

Tidak ada pertanggungjawaban yang dicapai atas kejahatan pembunuhan di luar hukum ini, yang digambarkan istrinya kepada Mondoweiss sebagai "lebih dekat dengan penyiksaan".

Kaleidoskop 2022: Tepi Barat dan Yerusalem Membara, Israel Ingin Habisi Perlawanan


Sementara Kochavi bersumpah meningkatkan eskalasi, Perdana Menteri Yair Lapid berbicara di PBB menyarankan kebangkitan solusi dua negara, mengarahkan pidatonya kepada rakyat Palestina, dengan mengatakan, “Kami dapat membangun masa depan Anda bersama, baik di Gaza maupun di Tepi Barat,” tetapi hanya jika warga Palestina dilucuti dan “membuktikan bahwa Hamas dan Jihad Islam tidak akan mengambil alih negara Palestina (yang ingin dibuat oleh PA).”

Pada bulan Juli 2022, sebelum Presiden AS Joe Biden mengunjungi kawasan tersebut, diplomat senior dari Departemen Luar Negeri sering melakukan kunjungan ke kawasan tersebut.

Namun, sebagian besar pertemuan dengan perwakilan Palestina difokuskan pada Majed Faraj dan Hussein Al-Sheikh.

Keduanya adalah komandan dalam urusan keamanan preventif dan administrasi sipil Palestina, dan sementara secara luas tidak populer di kalangan masyarakat Palestina, diposisikan sebagai calon penerus Presiden Palestina yang sudah tua, Mahmoud Abbas.

Pada usia 20 tahun, pejuang berinisial S baru mengetahui kebrutalan pemberontakan kedua, atau kegagalan PA dalam memberikan layanan dan perlindungan bagi warga Palestina. "Kami hidup di bawah dua pendudukan di sini," ungkap dia kesal.

Indikasi dari Apa yang Akan Datang

Wacana Israel saat ini menandakan kemungkinan tidak hanya meningkatnya kekerasan terhadap warga Palestina dengan cara yang mirip dengan Operasi Perisai Pertahanan di awal tahun 2000-an, tetapi juga paternalisme persepsi Israel terhadap warga Palestina.

Lapid menegaskan Israel akan membantu rakyat Palestina membangun masa depan mereka.

Pernyataan itu didukung penolakan kolonial paternalistik terhadap hak Palestina untuk menentukan nasib sendiri dan kedaulatan, karena dia menekankan perlunya melucuti senjata warga Palestina.

Memang, Tepi Barat telah didemiliterisasi di bawah PA sejak akhir Intifadah Kedua, namun sekarang tampaknya itu hanya sementara.

Karena kelompok-kelompok seperti Areen al-Usud terus mendapatkan kekuatan dan pengaruh populer, PA kemungkinan akan meningkatkan koordinasi keamanannya dengan Israel untuk memastikan senjata yang digunakan untuk melawan Israel tidak berbalik melawan PA besok.

Apakah publik Palestina yang lebih luas memilih berkumpul di sekitar kelompok perlawanan bersenjata yang muncul ini, dan mengubah momen saat ini menjadi pemberontakan besar-besaran, masih harus dilihat.

Tetapi efek yang ditimbulkan kelompok-kelompok ini pasti dirasakan, baik di media sosial maupun di jalanan.

Dengan tidak adanya perubahan pandangan mengenai ekspansi pemukim Yahudi dan pencurian kehidupan, tanah, dan sumber daya Palestina, realitas Palestina saat ini telah melahirkan cara berpikir dan tindakan baru.

Selama orang-orang Palestina tetap berada di bawah sepatu kolonialisme Israel, mereka akan terus melawan dan mengukir ruang-ruang baru yang memungkinkan mereka untuk berteriak “jangan lagi” secara kolektif.

(sya)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1042 seconds (0.1#10.140)