Putin Ungkap Ancaman terhadap Negara-negara Bekas Soviet
loading...
A
A
A
MOSKOW - Republik-republik pasca-Soviet menghadapi semakin banyak ancaman eksternal terhadap keamanan mereka. Presiden Rusia Vladimir Putin memperingatkan hal itu pada pertemuan puncak informal para pemimpin Persemakmuran Negara-Negara Merdeka (CIS) di St Petersburg pada Senin (26/12/2022).
Putin menekankan, sementara para aktor regional terkadang memiliki pendapat yang berbeda, mereka siap bekerja sama untuk menyelesaikan perselisihan apa pun.
"Lingkaran persahabatan adalah bukti kesiapan anggota CIS untuk bekerja sama dalam semangat kemitraan strategis sejati, saling menguntungkan, dan menghormati kepentingan semua negara," papar Putin.
Putin menyoroti peran yang dimainkan CIS dalam mendukung keamanan dan stabilitas kawasan.
“Sayangnya, tantangan dan ancaman di bidang ini, terutama yang datang dari luar, semakin meningkat setiap tahunnya,” ujar dia.
Terhadap latar belakang ini, dia menambahkan badan intelijen CIS dan lembaga keamanan lainnya telah terlibat dalam "kontak dekat".
Putin memang mengakui anggota CIS terkadang berselisih. “Namun yang utama adalah kita siap dan mau bekerja sama. Bahkan jika ada masalah yang muncul, kita berusaha menyelesaikannya sendiri, bersama-sama, sambil saling memberikan bantuan dan mediasi yang bersahabat,” papar dia.
Menurut pemimpin Rusia itu, “Memperdalam kerja sama antara anggota CIS sejalan dengan kepentingan mendasar rakyat negara kita, karena membantu mengatasi masalah sosial dan ekonomi sambil berkontribusi pada keamanan regional.”
Putin juga menunjukkan anggota CIS sangat erat dalam hal budaya dan sejarah, dengan bahasa Rusia menjadi “kekuatan pemersatu yang kuat, menyatukan negara multinasional kita.”
Pernyataan presiden datang setelah dia menuduh Barat "merancang skenario untuk memicu konflik baru" di ruang pasca-Soviet dalam upaya mengejar "kebijakan mendikte di semua bidang."
Dia mengutip konflik Ukraina sebagai contoh dari upaya tersebut pada pertemuan September dengan para kepala badan keamanan CIS.
Dibentuk setelah pembubaran Uni Soviet dan menggabungkan beberapa bekas republiknya, CIS mempromosikan kerja sama dalam urusan ekonomi, politik, dan militer.
Selain Putin, KTT tersebut dihadiri para pemimpin Azerbaijan, Armenia, Belarusia, Kazakhstan, Kyrgyzstan, Tajikistan, Turkmenistan, dan Uzbekistan.
Putin menekankan, sementara para aktor regional terkadang memiliki pendapat yang berbeda, mereka siap bekerja sama untuk menyelesaikan perselisihan apa pun.
"Lingkaran persahabatan adalah bukti kesiapan anggota CIS untuk bekerja sama dalam semangat kemitraan strategis sejati, saling menguntungkan, dan menghormati kepentingan semua negara," papar Putin.
Putin menyoroti peran yang dimainkan CIS dalam mendukung keamanan dan stabilitas kawasan.
“Sayangnya, tantangan dan ancaman di bidang ini, terutama yang datang dari luar, semakin meningkat setiap tahunnya,” ujar dia.
Terhadap latar belakang ini, dia menambahkan badan intelijen CIS dan lembaga keamanan lainnya telah terlibat dalam "kontak dekat".
Putin memang mengakui anggota CIS terkadang berselisih. “Namun yang utama adalah kita siap dan mau bekerja sama. Bahkan jika ada masalah yang muncul, kita berusaha menyelesaikannya sendiri, bersama-sama, sambil saling memberikan bantuan dan mediasi yang bersahabat,” papar dia.
Menurut pemimpin Rusia itu, “Memperdalam kerja sama antara anggota CIS sejalan dengan kepentingan mendasar rakyat negara kita, karena membantu mengatasi masalah sosial dan ekonomi sambil berkontribusi pada keamanan regional.”
Putin juga menunjukkan anggota CIS sangat erat dalam hal budaya dan sejarah, dengan bahasa Rusia menjadi “kekuatan pemersatu yang kuat, menyatukan negara multinasional kita.”
Pernyataan presiden datang setelah dia menuduh Barat "merancang skenario untuk memicu konflik baru" di ruang pasca-Soviet dalam upaya mengejar "kebijakan mendikte di semua bidang."
Dia mengutip konflik Ukraina sebagai contoh dari upaya tersebut pada pertemuan September dengan para kepala badan keamanan CIS.
Dibentuk setelah pembubaran Uni Soviet dan menggabungkan beberapa bekas republiknya, CIS mempromosikan kerja sama dalam urusan ekonomi, politik, dan militer.
Selain Putin, KTT tersebut dihadiri para pemimpin Azerbaijan, Armenia, Belarusia, Kazakhstan, Kyrgyzstan, Tajikistan, Turkmenistan, dan Uzbekistan.
(sya)