Moskow Ultimatum Ukraina: Serahkan Wilayah atau Militer Rusia yang Ambil Keputusan!
loading...
A
A
A
MOSKOW - Moskow memberi ultimatum kepada Ukraina untuk menuruti proposal Rusia , yakni Kiev harus menyerahkan wilayahnya yang sudah dikuasai pasukan Moskow.
Ultimatum disampaikan Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov pada Senin. Menurutnya, Kiev harus menuruti proposal itu atau militer Moskow yang akan mengambil keputusan untuk menyelesaikan masalah.
Lavrov menyampaikan ultimatum sehari setelah Presiden Rusia Vladimir Putin mengatakan bahwa dia terbuka untuk pembicaraan damai dengan Ukraina.
Kiev dan sekutu Baratnya telah menolak tawaran pembicaraan damai oleh Putin, yang militernya telah menggempur kota-kota Ukraina dengan rudal.
Sebaliknya, Moskow terus menuntut agar Kiev mengakui penaklukan Rusia atas seperlima wilayah negara Ukraina.
Kiev mengatakan akan berjuang sampai pasukan Rusia mundur.
"Proposal kami untuk demiliterisasi dan denasionalisasi wilayah yang dikendalikan oleh rezim, untuk menghilangkan ancaman yang berasal dari sana terhadap keamanan Rusia, termasuk tanah baru kami, sudah diketahui musuh dengan baik. Huh," kata Lavrov, seperti dikutip Reuters, Selasa (27/12/2022).
“Intinya sederhana: penuhi itu untuk kebaikan Anda sendiri. Jika tidak, masalah ini akan diputuskan oleh militer Rusia," ujarnya.
Militer Putin melancarkan invasi ke Ukraina pada 24 Februari, menyebutnya sebagai "operasi militer khusus" untuk mendistorsi dan mendemiliterisasi Ukraina, yang menurutnya merupakan ancaman bagi Rusia.
Kiev dan Barat mengatakan invasi Putin hanyalah perampasan tanah imperialis.
Saat perang memasuki bulan ke-11, pasukan Rusia terlibat dalam pertempuran sengit di timur dan selatan Ukraina, setelah kemunduran medan perang yang memalukan.
Pada hari Senin, sebuah pesawat tak berawak Ukraina telah menembus ratusan kilometer melalui wilayah udara Rusia yang menyebabkan ledakan mematikan di pangkalan utama pesawat pengebom strategis Moskow.
Serangan di pangkalan militer wilayah Saratov ini adalah yang kedua kalinya setelah serangan pertama terjadi 5 Desember lalu.
Moskow mengatakan pada hari Senin bahwa pihaknya telah menembak jatuh pesawat tak berawak itu, menyebabkannya jatuh di Pangkalan Udara Engels, tempat tiga tentara Moskow tewas.
Sebagai bagian dari kebijakan umumnya, Ukraina tidak mengomentari peristiwa di dalam wilayah Rusia.
Pangkalan itu, lapangan terbang utama bagi para pesawat pengebom yang menurut Kiev telah menyerang infrastruktur sipil Ukraina, berjarak ratusan mil dari perbatasan Ukraina.
Pesawat yang sama itu juga dirancang untuk meluncurkan rudal berkemampuan nuklir sebagai bagian dari pencegahan strategis jangka panjang Rusia.
Kementerian Pertahanan Rusia mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa tidak ada pesawat yang rusak, tetapi akun media sosial Rusia dan Ukraina mengatakan beberapa pesawat hancur.
Saat serangan terjadi, Putin sedang menjamu para pemimpin negara-negara bekas Soviet lainnya di St Petersburg untuk pertemuan puncak Persemakmuran Negara-Negara Merdeka (CIS), sebuah forum kelompok negara-negara merdeka yang telah lama dilewatkan Ukraina.
Dalam komentar yang disiarkan televisi, Putin tidak menyinggung perang secara langsung, sementara ancaman terhadap keamanan dan stabilitas kawasan Eurasia semakin meningkat.
“Sayangnya tantangan dan ancaman di kawasan ini, terutama dari luar, hanya meningkat setiap tahunnya,” ujarnya.
"Sayangnya, kami juga harus menerima bahwa ketidaksepakatan juga muncul di antara negara-negara anggota Persemakmuran.”
Invasi ke Ukraina telah menjadi ujian otoritas lama Rusia di antara negara-negara bekas Soviet lainnya.
Konflik telah meningkat dalam beberapa bulan terakhir antara anggota CIS; Armenia dan Azerbaijan, di mana Rusia telah mengirim pasukan penjaga perdamaian, sementara sengketa perbatasan antara Kyrgyzstan dan Tajikistan telah berkobar.
Putin mengatakan bahwa ketidaksepakatan seperti itu harus diselesaikan melalui "bantuan kawan dan tindakan mediasi".
Ultimatum disampaikan Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov pada Senin. Menurutnya, Kiev harus menuruti proposal itu atau militer Moskow yang akan mengambil keputusan untuk menyelesaikan masalah.
Lavrov menyampaikan ultimatum sehari setelah Presiden Rusia Vladimir Putin mengatakan bahwa dia terbuka untuk pembicaraan damai dengan Ukraina.
Kiev dan sekutu Baratnya telah menolak tawaran pembicaraan damai oleh Putin, yang militernya telah menggempur kota-kota Ukraina dengan rudal.
Sebaliknya, Moskow terus menuntut agar Kiev mengakui penaklukan Rusia atas seperlima wilayah negara Ukraina.
Kiev mengatakan akan berjuang sampai pasukan Rusia mundur.
"Proposal kami untuk demiliterisasi dan denasionalisasi wilayah yang dikendalikan oleh rezim, untuk menghilangkan ancaman yang berasal dari sana terhadap keamanan Rusia, termasuk tanah baru kami, sudah diketahui musuh dengan baik. Huh," kata Lavrov, seperti dikutip Reuters, Selasa (27/12/2022).
“Intinya sederhana: penuhi itu untuk kebaikan Anda sendiri. Jika tidak, masalah ini akan diputuskan oleh militer Rusia," ujarnya.
Militer Putin melancarkan invasi ke Ukraina pada 24 Februari, menyebutnya sebagai "operasi militer khusus" untuk mendistorsi dan mendemiliterisasi Ukraina, yang menurutnya merupakan ancaman bagi Rusia.
Kiev dan Barat mengatakan invasi Putin hanyalah perampasan tanah imperialis.
Saat perang memasuki bulan ke-11, pasukan Rusia terlibat dalam pertempuran sengit di timur dan selatan Ukraina, setelah kemunduran medan perang yang memalukan.
Pada hari Senin, sebuah pesawat tak berawak Ukraina telah menembus ratusan kilometer melalui wilayah udara Rusia yang menyebabkan ledakan mematikan di pangkalan utama pesawat pengebom strategis Moskow.
Serangan di pangkalan militer wilayah Saratov ini adalah yang kedua kalinya setelah serangan pertama terjadi 5 Desember lalu.
Moskow mengatakan pada hari Senin bahwa pihaknya telah menembak jatuh pesawat tak berawak itu, menyebabkannya jatuh di Pangkalan Udara Engels, tempat tiga tentara Moskow tewas.
Sebagai bagian dari kebijakan umumnya, Ukraina tidak mengomentari peristiwa di dalam wilayah Rusia.
Pangkalan itu, lapangan terbang utama bagi para pesawat pengebom yang menurut Kiev telah menyerang infrastruktur sipil Ukraina, berjarak ratusan mil dari perbatasan Ukraina.
Pesawat yang sama itu juga dirancang untuk meluncurkan rudal berkemampuan nuklir sebagai bagian dari pencegahan strategis jangka panjang Rusia.
Kementerian Pertahanan Rusia mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa tidak ada pesawat yang rusak, tetapi akun media sosial Rusia dan Ukraina mengatakan beberapa pesawat hancur.
Saat serangan terjadi, Putin sedang menjamu para pemimpin negara-negara bekas Soviet lainnya di St Petersburg untuk pertemuan puncak Persemakmuran Negara-Negara Merdeka (CIS), sebuah forum kelompok negara-negara merdeka yang telah lama dilewatkan Ukraina.
Dalam komentar yang disiarkan televisi, Putin tidak menyinggung perang secara langsung, sementara ancaman terhadap keamanan dan stabilitas kawasan Eurasia semakin meningkat.
“Sayangnya tantangan dan ancaman di kawasan ini, terutama dari luar, hanya meningkat setiap tahunnya,” ujarnya.
"Sayangnya, kami juga harus menerima bahwa ketidaksepakatan juga muncul di antara negara-negara anggota Persemakmuran.”
Invasi ke Ukraina telah menjadi ujian otoritas lama Rusia di antara negara-negara bekas Soviet lainnya.
Konflik telah meningkat dalam beberapa bulan terakhir antara anggota CIS; Armenia dan Azerbaijan, di mana Rusia telah mengirim pasukan penjaga perdamaian, sementara sengketa perbatasan antara Kyrgyzstan dan Tajikistan telah berkobar.
Putin mengatakan bahwa ketidaksepakatan seperti itu harus diselesaikan melalui "bantuan kawan dan tindakan mediasi".
(min)