Hubungan Arab Saudi-AS Retak, Mohammed bin Salman dan Xi Jinping Makin Lengket
loading...
A
A
A
Pemerintah Saudi tidak menanggapi permintaan komentar atas kunjungan Xi Jinping dan agendanya.
Sebagai tanda kekesalan dengan kritik AS terhadap catatan hak asasi manusia (HAM) Riyadh, Pangeran Mohammed bin Salman mengatakan kepada majalah The Atlantic pada bulan Maret bahwa dia tidak peduli apakah Presiden AS Joe Biden salah paham tentang dia, dengan mengatakan Biden harus fokus pada kepentingan Amerika.
Dia juga menyarankan dalam sambutan yang disampaikan oleh kantor berita negara Saudi, SPA, pada bulan yang sama bahwa sementara Riyadh bertujuan untuk meningkatkan hubungannya dengan Washington, dia juga dapat memilih untuk mengurangi "kepentingan kami"—investasi Saudi—di Amerika Serikat.
Arab Saudi memperdalam hubungan ekonomi dengan China. Ia adalah pemasok minyak utama China, meskipun sesama produsen OPEC+; Rusia, telah meningkatkan pangsa pasar China dengan harga bahan bakar yang lebih rendah.
Beijing juga telah melobi penggunaan mata uang yuan dalam perdagangan, bukan dolar AS.
Riyadh sebelumnya mengancam akan menghentikan beberapa perdagangan minyak dengan dolar untuk menghadapi kemungkinan undang-undang AS yang mengekspos anggota OPEC ke tuntutan hukum antimonopoli.
Hubungan AS-Saudi di bawah pemerintahan Biden, yang sudah tegang karena masalah HAM dan perang Yaman di mana Riyadh memimpin koalisi militer Arab, semakin rusak karena perang Ukraina dan kebijakan minyak OPEC+.
Para diplomat di kawasan Timur Tengah mengatakan Xi akan mendapat sambutan mewah yang mirip dengan yang ditunjukkan Presiden Donald Trump ketika dia mengunjungi kerajaan itu pada 2017, dan berbeda dengan kunjungan canggung Biden pada Juli yang bertujuan untuk memperbaiki hubungan Washington dengan Riyadh.
Trump ditemui oleh Raja Salman di bandara di tengah keriuhan sambil meraih lebih dari USD100 miliar dalam kontrak untuk industri militer AS.
Sebagai tanda kekesalan dengan kritik AS terhadap catatan hak asasi manusia (HAM) Riyadh, Pangeran Mohammed bin Salman mengatakan kepada majalah The Atlantic pada bulan Maret bahwa dia tidak peduli apakah Presiden AS Joe Biden salah paham tentang dia, dengan mengatakan Biden harus fokus pada kepentingan Amerika.
Dia juga menyarankan dalam sambutan yang disampaikan oleh kantor berita negara Saudi, SPA, pada bulan yang sama bahwa sementara Riyadh bertujuan untuk meningkatkan hubungannya dengan Washington, dia juga dapat memilih untuk mengurangi "kepentingan kami"—investasi Saudi—di Amerika Serikat.
Arab Saudi memperdalam hubungan ekonomi dengan China. Ia adalah pemasok minyak utama China, meskipun sesama produsen OPEC+; Rusia, telah meningkatkan pangsa pasar China dengan harga bahan bakar yang lebih rendah.
Beijing juga telah melobi penggunaan mata uang yuan dalam perdagangan, bukan dolar AS.
Riyadh sebelumnya mengancam akan menghentikan beberapa perdagangan minyak dengan dolar untuk menghadapi kemungkinan undang-undang AS yang mengekspos anggota OPEC ke tuntutan hukum antimonopoli.
Hubungan AS-Saudi di bawah pemerintahan Biden, yang sudah tegang karena masalah HAM dan perang Yaman di mana Riyadh memimpin koalisi militer Arab, semakin rusak karena perang Ukraina dan kebijakan minyak OPEC+.
Para diplomat di kawasan Timur Tengah mengatakan Xi akan mendapat sambutan mewah yang mirip dengan yang ditunjukkan Presiden Donald Trump ketika dia mengunjungi kerajaan itu pada 2017, dan berbeda dengan kunjungan canggung Biden pada Juli yang bertujuan untuk memperbaiki hubungan Washington dengan Riyadh.
Trump ditemui oleh Raja Salman di bandara di tengah keriuhan sambil meraih lebih dari USD100 miliar dalam kontrak untuk industri militer AS.