Kim Jong-un Perlu Lebih dari 5.000 Hulu Ledak Nuklir untuk Menyalip AS

Selasa, 29 November 2022 - 23:42 WIB
loading...
Kim Jong-un Perlu Lebih dari 5.000 Hulu Ledak Nuklir untuk Menyalip AS
Ingin Korut memiliki nuklir terkuat di dunia, Kim Jong-un perlu lebih dari 5.000 hulu ledak nuklir untuk menyalip AS. Foto/Ilustrasi
A A A
WASHINGTON - Pemimpun Korea Utara (Korut) Kim Jong-un berjanji untuk membangun persenjataan nuklir "paling kuat di dunia." Janji itu dilontarkannya hanya beberapa minggu setelah melakukan uji coba beberapa rudal balistik jarak pendek dan rudal balistik antarbenua (ICBM).

Outlet media pemerintah Korut, KCNA, melaporkan ambisi pemimpin tersebut yang datang setelah uji coba penembakan rudal ICBM jenis baru yang disebut Hwasong-17 pada 18 November lalu yang dilaporkan mampu mencapai Amerika Serikat (AS).

The New York Times melaporkan bahwa sekitar 88 rudal balistik dan jelajah telah diluncurkan sebagai bagian dari 34 uji coba senjata Korut pada tahun ini, termasuk satu rudal awal bulan ini yang menghantam perairan sekitar 35 mil lepas pantai timur Korea Selatan (Korsel).

Aspirasi Kim Jong-un sendiri masih menyisakan banyak hal yang diinginkan.

Menurut perkiraan persediaan nuklir tahun 2021 yang disusun oleh Arms Control Association (ACA), lebih dari 90 persen perkiraan 13.080 hulu ledak nuklir dunia dimiliki oleh AS dan Rusia.

AS khususnya memiliki sekitar 5.550 hulu ledak, tertinggal sekitar 700 hulu ledak dari Rusia.

Sementara itu, Korut diperkirakan memiliki 40 hingga 50 hulu ledak di gudang senjatanya. ACA mengakui bahwa persediaan yang sebenarnya dari negara tertutup itu masih belum diketahui.

Jenny Town, anggota senior di Stimson Center dan direktur 38 North, mengatakan kepada Newsweek bahwa kata-kata pemimpin Korut itu ditujukan kepada khalayak domestiknya sendiri.



"Saya tidak akan menerimanya secara harfiah," katanya.

"Pesan politiknya adalah mereka akan terus membangun pertahanan melawan ancaman yang terus-menerus," imbuhnya.

"Perhatikan lagi, bahwa tidak seperti formulasi dari sebelum 2019 atau lebih, program nuklir tidak lagi bersyarat - kalimatnya tidak 'selama AS mempertahankan kebijakan permusuhannya...' melainkan menegaskan bahwa program tersebut akan tetap ada," jelasnya seperti dikutip dari media yang berbasis di AS itu, Selasa (29/11/2022).

Citra satelit yang diperoleh pada musim panas 2021 dari pabrik pengayaan uranium Korut di Yongbyon diyakini oleh para ahli sebagai indikasi bahwa produksi di lokasi tersebut akan meningkat sebanyak 25 persen.

Pada bulan April 2010 di Praha, Perjanjian Pengurangan Senjata Strategis Baru (New START) ditandatangani oleh AS dan Rusia dan mulai berlaku pada tanggal 5 Februari 2011.

Dijelaskan oleh ACA sebagai perjanjian kontrol senjata nuklir AS-Rusia pertama yang dapat diverifikasi yang mulai berlaku sejak START I pada tahun 1994, perjanjian itu diperpanjang lima tahun lagi pada tanggal 3 Februari 2021.

Perjanjian Nonproliferasi Nuklir (NPT) pada tahun 1968 jauh mendahului New START serta dinegosiasikan oleh AS dan negara-negara serupa untuk mengurangi ketegangan nuklir. Korut menarik diri dari perjanjian itu pada tahun 2003, sementara negara-negara termasuk Iran, Libya dan kemungkinan Suriah diyakini telah melanggar ketentuan perjanjian.

Federasi Ilmuwan Amerika (FAS) melaporkan bahwa, berdasarkan data dari awal 2022, persediaan keseluruhan senjata nuklir menurun. Namun, penurunan tersebut melambat dibandingkan 30 tahun sebelumnya dan terjadi karena AS dan Rusia masih membongkar hulu ledak yang sebelumnya sudah pensiun.



“Berbeda dengan inventaris keseluruhan senjata nuklir, jumlah hulu ledak dalam stok militer global - yang terdiri dari hulu ledak yang ditugaskan untuk pasukan operasional - meningkat sekali lagi,” lapor FAS.

Frank Aum, pakar senior Asia Timur Laut di Institut Perdamaian AS, mengatakan kepada Newsweek bahwa Korut menindaklanjuti pendekatan yang diperingatkan Kim Jong-un pada tahun 2021 di Kongres Partai ke-8 bahwa Korut akan mendekati AS berdasarkan prinsip "kekuatan untuk kekuatan, niat baik untuk niat baik."

AS memulai apa yang disebut Aum sebagai "kampanye tekanan global" terhadap Korut antara April 2018 dan Februari 2021, yang melibatkan isolasi diplomatik, sanksi ekonomi, dan pencegahan militer.

Menurut Aum itu adalah absen terlama dari keterlibatan bilateral resmi selama 30 tahun terakhir.

"Ketika AS terlibat dengan Korea Utara, perilakunya cenderung jauh lebih baik," kata Aum.

“Kami melihat ini antara tahun 1994 dan 2002, ketika AS dan Korea Utara mematuhi kerangka kerja yang disepakati dan melakukan pembicaraan perdamaian dan rudal yang konsisten," sambungnya.

“Selama periode ini, Korea Utara hanya melakukan satu uji coba rudal dan tidak memproses ulang plutonium apa pun. Demikian pula, pada 2011 dan 2018, ketika AS dan Korea Utara sedang bernegosiasi, Korea Utara menahan diri dari uji coba nuklir atau rudal apa pun,” ia menambahkan.

Dikatakan oleh Aum provokasi baru-baru ini yang melibatkan beberapa uji coba rudal kemungkinan merupakan tanggapan terhadap laju latihan militer AS-Korea Selatan yang meningkat dan kehadiran aset strategis AS di dekat Semenanjung Korea.



(ian)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1819 seconds (0.1#10.140)