AS Takut Vladimir Putin Gunakan Racun Ganas Novichok untuk Lumpuhkan Ukraina
loading...
A
A
A
WASHINGTON - Para pejabat Amerika Serikat (AS) menyuarakan ketakutan mereka terkait kemungkinan Presiden Rusia Vladimir Putin menggunakan racun ganas Novichok untuk melumpuhkan Ukraina .
Menurut mereka, serangan senjata kimia massal bisa dilakukan Rusia di Ukraina jika pasukannya terus kehilangan wilayah yang diduduki.
Enam pejabat AS yang paham dengan taktik semacam itu mengatakan kepada Politico bahwa Putin siap menggunakan senjata kimia dalam peristiwa yang menimbulkan korban massal sebelum beralih ke konfrontasi nuklir dengan NATO.
Menurut sumber yang dikutip Politico, pemerintahan Presiden Joe Biden sedang bekerja untuk memastikan sekutu Barat-nya siap menghadapi serangan semacam itu.
Gedung Putih, lanjut laporan Politico, Jumat (25/11/2022), juga bekerja untuk memobilisasi sumber daya dan membuat sistem deteksi yang akan digunakan jika senjata kimia digunakan oleh Moskow.
Sumber tersebut mengatakan bahwa Washington memperkirakan Rusia akan menggunakan senjata kimia jika terjadi kerugian lebih lanjut di medan perang, atau kehancuran total pasukan Putin.
Pejabat tinggi AS yang menyusun strategi untuk serangan semacam itu percaya bahwa Moskow dapat menyebarkan senjata kimia yang telah diketahui digunakan Rusia di masa lalu—termasuk yang digunakan untuk meracuni pemimpin oposisi Alexei Navalny (dalam penerbangan ke Moskow) dan mantan perwira intelijen militer Rusia Sergei Skripal (di Salisbury, Inggris).
Keduanya diracun dengan agen saraf Novichok dan dirawat di rumah sakit dalam kondisi kritis. Melawan rintangan, mereka berdua selamat dari serangan itu.
Kremlin telah menyangkal menggunakan racun ganas Novichok untuk menyerang Navalny dan Skripal.
Pejabat Amerika itu mengatakan, di masa lalu, agen saraf Novichok telah digunakan oleh Rusia untuk menargetkan individu, dan itu juga dapat digunakan untuk menyebabkan peristiwa korban massal.
Beberapa bahan kimia dapat diubah menjadi aerosol atau dikirim menggunakan amunisi untuk menimbulkan kerusakan parah pada area yang luas, dan sekelompok besar orang.
Salah satu dari enam pejabat Amerika mengatakan kepada Politico bahwa serangan semacam itu dapat melibatkan agen berbasis farmasi (dikenal dengan bahasa sehari-hari PBA) yang mudah disembunyikan, dan dengan demikian lebih sulit bagi Barat untuk membuktikan keterlibatan Rusia.
Sebelumnya, Rusia telah membuat klaim bahwa AS mengoperasikan laboratorium senjata biologis (bioweapon) rahasia di Ukraina, yang pada saat itu menimbulkan kekhawatiran bahwa Rusia dapat meluncurkan serangan senjata kimia dan menyalahkan Ukraina dalam operasi bendera palsu.
Bulan lalu, Rusia mengeklaim Ukraina berada di tahap akhir untuk membuat "bom kotor", yang semakin meningkatkan kekhawatiran bahwa Moskow akan melakukan operasi bendera palsu.
Setelah melakukan inspeksi di Ukraina awal bulan ini, Badan Energi Atom Internasional (IAEA)—pengawas nuklir PBB—mengatakan bahwa mereka tidak menemukan bukti Ukraina mengembangkan senjata semacam itu.
Amerika Serikat telah lama mengetahui bahwa Rusia berupaya meningkatkan kapasitas senjata kimianya. Awal tahun ini, menurut laporan Politico, para senator AS diberi pengarahan tentang ancaman yang ditimbulkan program senjata kimia ke Ukraina.
Novichok, yang berarti pendatang baru dalam bahasa Rusia, dikembangkan oleh Uni Soviet pada tahun 1970-an sebagai senjata kimia jenis baru yang lebih sulit dideteksi, lebih kuat daripada agen saraf yang ada dan dikecualikan dari Perjanjian Senjata Kimia.
Agen saraf, termasuk Novichok, dapat dihirup sebagai bubuk halus, diserap melalui kulit atau tertelan. Gejala dapat dimulai dalam beberapa detik atau menit setelah terpapar dan termasuk kejang, kelumpuhan, gagal napas, dan kematian.
Kekhawatiran bahwa Rusia dapat melepaskan senjata kimia di Ukraina datang ketika pertempuran darat terus berkecamuk di wilayah timur, di mana Rusia menekan serangan di sepanjang garis depan barat kota Donetsk, yang telah dikuasai oleh proksi Moskow sejak 2014.
Staf Umum Angkatan Bersenjata Ukraina mengatakan pasukan Rusia mencoba lagi untuk maju ke sasaran utama mereka di wilayah Donetsk—Bakhmut dan Avdiivka.
Pasukan Rusia, lanjut Staf Umum, menembaki kedua daerah tersebut dan menggunakan perangkat pembakar untuk membakar posisi Ukraina dengan keberhasilan yang terbatas.
Di antara mereka yang melawan Rusia di Bakhmut adalah satu unit milisi Chechnya pro-Kiev, yang berharap kemenangan Ukraina dapat memicu krisis politik di Rusia dan menjatuhkan pemimpin kuat Chechnya yang pro-Moskow.
"Kami tidak bertarung hanya demi bertarung. Kami ingin mencapai kebebasan dan kemerdekaan bagi bangsa kami," kata seorang milisi yang menggunakan nom-de-guerre (nama perang) Maga.
Menurut Staf Umum Angkatan Bersenjata Ukraina, lebih jauh ke selatan, pasukan Rusia menggali di tepi timur Sungai Dnipro, menembaki daerah di tepi barat termasuk kota Kherson, yang baru-baru ini direbut kembali pasukan Ukraina.
Klaim militer Ukraina itu belum bisa diverifikasi secara independen.
Menurut mereka, serangan senjata kimia massal bisa dilakukan Rusia di Ukraina jika pasukannya terus kehilangan wilayah yang diduduki.
Enam pejabat AS yang paham dengan taktik semacam itu mengatakan kepada Politico bahwa Putin siap menggunakan senjata kimia dalam peristiwa yang menimbulkan korban massal sebelum beralih ke konfrontasi nuklir dengan NATO.
Menurut sumber yang dikutip Politico, pemerintahan Presiden Joe Biden sedang bekerja untuk memastikan sekutu Barat-nya siap menghadapi serangan semacam itu.
Gedung Putih, lanjut laporan Politico, Jumat (25/11/2022), juga bekerja untuk memobilisasi sumber daya dan membuat sistem deteksi yang akan digunakan jika senjata kimia digunakan oleh Moskow.
Sumber tersebut mengatakan bahwa Washington memperkirakan Rusia akan menggunakan senjata kimia jika terjadi kerugian lebih lanjut di medan perang, atau kehancuran total pasukan Putin.
Pejabat tinggi AS yang menyusun strategi untuk serangan semacam itu percaya bahwa Moskow dapat menyebarkan senjata kimia yang telah diketahui digunakan Rusia di masa lalu—termasuk yang digunakan untuk meracuni pemimpin oposisi Alexei Navalny (dalam penerbangan ke Moskow) dan mantan perwira intelijen militer Rusia Sergei Skripal (di Salisbury, Inggris).
Keduanya diracun dengan agen saraf Novichok dan dirawat di rumah sakit dalam kondisi kritis. Melawan rintangan, mereka berdua selamat dari serangan itu.
Kremlin telah menyangkal menggunakan racun ganas Novichok untuk menyerang Navalny dan Skripal.
Pejabat Amerika itu mengatakan, di masa lalu, agen saraf Novichok telah digunakan oleh Rusia untuk menargetkan individu, dan itu juga dapat digunakan untuk menyebabkan peristiwa korban massal.
Beberapa bahan kimia dapat diubah menjadi aerosol atau dikirim menggunakan amunisi untuk menimbulkan kerusakan parah pada area yang luas, dan sekelompok besar orang.
Salah satu dari enam pejabat Amerika mengatakan kepada Politico bahwa serangan semacam itu dapat melibatkan agen berbasis farmasi (dikenal dengan bahasa sehari-hari PBA) yang mudah disembunyikan, dan dengan demikian lebih sulit bagi Barat untuk membuktikan keterlibatan Rusia.
Sebelumnya, Rusia telah membuat klaim bahwa AS mengoperasikan laboratorium senjata biologis (bioweapon) rahasia di Ukraina, yang pada saat itu menimbulkan kekhawatiran bahwa Rusia dapat meluncurkan serangan senjata kimia dan menyalahkan Ukraina dalam operasi bendera palsu.
Bulan lalu, Rusia mengeklaim Ukraina berada di tahap akhir untuk membuat "bom kotor", yang semakin meningkatkan kekhawatiran bahwa Moskow akan melakukan operasi bendera palsu.
Setelah melakukan inspeksi di Ukraina awal bulan ini, Badan Energi Atom Internasional (IAEA)—pengawas nuklir PBB—mengatakan bahwa mereka tidak menemukan bukti Ukraina mengembangkan senjata semacam itu.
Amerika Serikat telah lama mengetahui bahwa Rusia berupaya meningkatkan kapasitas senjata kimianya. Awal tahun ini, menurut laporan Politico, para senator AS diberi pengarahan tentang ancaman yang ditimbulkan program senjata kimia ke Ukraina.
Novichok, yang berarti pendatang baru dalam bahasa Rusia, dikembangkan oleh Uni Soviet pada tahun 1970-an sebagai senjata kimia jenis baru yang lebih sulit dideteksi, lebih kuat daripada agen saraf yang ada dan dikecualikan dari Perjanjian Senjata Kimia.
Agen saraf, termasuk Novichok, dapat dihirup sebagai bubuk halus, diserap melalui kulit atau tertelan. Gejala dapat dimulai dalam beberapa detik atau menit setelah terpapar dan termasuk kejang, kelumpuhan, gagal napas, dan kematian.
Kekhawatiran bahwa Rusia dapat melepaskan senjata kimia di Ukraina datang ketika pertempuran darat terus berkecamuk di wilayah timur, di mana Rusia menekan serangan di sepanjang garis depan barat kota Donetsk, yang telah dikuasai oleh proksi Moskow sejak 2014.
Staf Umum Angkatan Bersenjata Ukraina mengatakan pasukan Rusia mencoba lagi untuk maju ke sasaran utama mereka di wilayah Donetsk—Bakhmut dan Avdiivka.
Pasukan Rusia, lanjut Staf Umum, menembaki kedua daerah tersebut dan menggunakan perangkat pembakar untuk membakar posisi Ukraina dengan keberhasilan yang terbatas.
Di antara mereka yang melawan Rusia di Bakhmut adalah satu unit milisi Chechnya pro-Kiev, yang berharap kemenangan Ukraina dapat memicu krisis politik di Rusia dan menjatuhkan pemimpin kuat Chechnya yang pro-Moskow.
"Kami tidak bertarung hanya demi bertarung. Kami ingin mencapai kebebasan dan kemerdekaan bagi bangsa kami," kata seorang milisi yang menggunakan nom-de-guerre (nama perang) Maga.
Menurut Staf Umum Angkatan Bersenjata Ukraina, lebih jauh ke selatan, pasukan Rusia menggali di tepi timur Sungai Dnipro, menembaki daerah di tepi barat termasuk kota Kherson, yang baru-baru ini direbut kembali pasukan Ukraina.
Klaim militer Ukraina itu belum bisa diverifikasi secara independen.
(min)