Profil Benjamin Netanyahu, Pemimpin Israel dan Kekejamannya Terhadap Kaum Muslim di Palestina
loading...
A
A
A
"Saya meminta warga di Gaza keluar dari daerah yang menjadi lokasi teroris Hamas. Semua orang di lokasi ini akan menjadi target kami," kata perdana menteri kelahiran Tel Aviv itu kepada media. Hingga 2.100 warga Palestina tewas akibat serangan Benjamin tersebut.
2. Pembajakan Kapal
Dua operasi besar dilakukan oleh pasukan Benjamin dalam mengamankan embargo Gaza. Pasukan Israel benar-benar menutup akses kapal asing yang membawa bantuan kemanusiaan.
Pada tahun 2013, pasukan Israel membajak MV Rachel Corrie yang berbendera Irlandia. Kapal tersebut merupakan kapal ketujuh Armada Kebebasan dan membawa bantuan kemanusiaan untuk penduduk Jalur Gaza.
Israel bersikeras bahwa menyergap kapal adalah hal yang diperbolehkan. Hal ini karena Pasal 67 San Remo Manual tentang Penerapan Hukum Internasional untuk Konflik Bersenjata di Laut, tertanggal 12 Juni 1994, memungkinkan hukum internasional untuk menghentikan kapal yang menuju Gaza meskipun Israel berada di laut lepas.
Akibatnya, 9 orang tewas dan 50 orang terluka. Pada tahun yang sama, kapal Mavi Marmara yang membawa rombongan misi kemanusiaan Freedom Flotilla juga diserbu
dan menewaskan sembilan warga Turki.
3. Mengubah Kesepakatan Oslo
Pada 19 September 1996, ketika teriakan Allahu Akbar bergema dari menara masjid, Perdana Menteri Benjamin Netanyahu memerintahkan Walikota Yerusalem Ehud Olmert untuk membuka terowongan di lereng barat Masjid Al-Aqsa.
Akibatnya, puluhan warga Palestina yang memprotes tindakan Israel ditembak mati oleh pasukan Benjamin. Sebetulnya, tujuan pembukaan terowongan ke Masjid Al-Aqsa memang untuk memancing kemarahan Palestina dan kontak langsung dengan Polisi Palestina. Kerusuhan memberi alasan militer Israel untuk menghabisi polisi Palestina.
4. Pendudukan Dataran Tinggi Golan
Benjamin Netanyahu memberlakukan undang-undang untuk memperkuat kontrol Israel atas Dataran Tinggi Golan. Dataran Tinggi Dolan adalah wilayah Suriah yang diduduki oleh Israel sejak Perang Arab-Israel yang beranggotakan 120 orang tahun 1967.
Kritik datang dari seluruh dunia, termasuk Partai Buruh Israel. Undang-undang itu menghentikan negosiasi dengan Suriah. Tidak hanya itu, Netanyahu tidak menghormati perjanjian damai. Dia menarik hanya 9% tentara Israel dari Tepi Barat. Padahal, perjanjian tersebut menyatakan bahwa Israel harus menarik 30 persen untuk setiap tahap pada Agustus 1998, agar seluruh wilayah yang akan dibebaskan dari pasukan Israel.
2. Pembajakan Kapal
Dua operasi besar dilakukan oleh pasukan Benjamin dalam mengamankan embargo Gaza. Pasukan Israel benar-benar menutup akses kapal asing yang membawa bantuan kemanusiaan.
Pada tahun 2013, pasukan Israel membajak MV Rachel Corrie yang berbendera Irlandia. Kapal tersebut merupakan kapal ketujuh Armada Kebebasan dan membawa bantuan kemanusiaan untuk penduduk Jalur Gaza.
Israel bersikeras bahwa menyergap kapal adalah hal yang diperbolehkan. Hal ini karena Pasal 67 San Remo Manual tentang Penerapan Hukum Internasional untuk Konflik Bersenjata di Laut, tertanggal 12 Juni 1994, memungkinkan hukum internasional untuk menghentikan kapal yang menuju Gaza meskipun Israel berada di laut lepas.
Akibatnya, 9 orang tewas dan 50 orang terluka. Pada tahun yang sama, kapal Mavi Marmara yang membawa rombongan misi kemanusiaan Freedom Flotilla juga diserbu
dan menewaskan sembilan warga Turki.
3. Mengubah Kesepakatan Oslo
Pada 19 September 1996, ketika teriakan Allahu Akbar bergema dari menara masjid, Perdana Menteri Benjamin Netanyahu memerintahkan Walikota Yerusalem Ehud Olmert untuk membuka terowongan di lereng barat Masjid Al-Aqsa.
Akibatnya, puluhan warga Palestina yang memprotes tindakan Israel ditembak mati oleh pasukan Benjamin. Sebetulnya, tujuan pembukaan terowongan ke Masjid Al-Aqsa memang untuk memancing kemarahan Palestina dan kontak langsung dengan Polisi Palestina. Kerusuhan memberi alasan militer Israel untuk menghabisi polisi Palestina.
4. Pendudukan Dataran Tinggi Golan
Benjamin Netanyahu memberlakukan undang-undang untuk memperkuat kontrol Israel atas Dataran Tinggi Golan. Dataran Tinggi Dolan adalah wilayah Suriah yang diduduki oleh Israel sejak Perang Arab-Israel yang beranggotakan 120 orang tahun 1967.
Kritik datang dari seluruh dunia, termasuk Partai Buruh Israel. Undang-undang itu menghentikan negosiasi dengan Suriah. Tidak hanya itu, Netanyahu tidak menghormati perjanjian damai. Dia menarik hanya 9% tentara Israel dari Tepi Barat. Padahal, perjanjian tersebut menyatakan bahwa Israel harus menarik 30 persen untuk setiap tahap pada Agustus 1998, agar seluruh wilayah yang akan dibebaskan dari pasukan Israel.