Arab Saudi Hukum Qari Kondang 12 Tahun Penjara karena Jadi Imam Salat di Hagia Sophia
loading...
A
A
A
RIYADH - Pengadilan Arab Saudi telah menghukum seorang qari (pelantun Al-Qur'an) terkenal, Sheikh Abdullah Basfar, 12 tahun penjara karena menjadi imam salat di Hagia Sophia, Turki, delapan tahun lalu.
Menurut organisasi hak asasi manusia (HAM) Arab Saudi, Prisoners of Conscience, pengadilan pada hari Rabu mengadili imam dan pelantun Al-Qur'an Sheikh Abdullah Basfar dalam konteks menerima undangan untuk memimpin jamaah di halaman masjid Hagia Sophia di Turki, memberinya hukuman penjara 12 tahun.
"Kami mengutuk putusan itu...dan kami meminta pihak berwenang untuk membebaskannya tanpa syarat," kata organisasi tersebut, seperti dikutip Middle East Monitor, Kamis (20/10/2022).
Sebagai salah satu tokoh agama paling terkemuka di Kerajaan Arab Saudi, Sheikh Basfar sebelumnya memegang jabatan profesor asosiasi dalam Studi Syariah dan Islam di King Abdulaziz University, Jeddah.
Namun itu berubah pada Agustus 2020, ketika dia ditangkap setelah video dia memimpin salat di halaman situs Hagia Sophia pada 2014 muncul dan menyebar secara online.
Basfar kemudian ditahan dalam penahanan pra-sidang selama dua tahun, di mana dia dilaporkan dilecehkan oleh para interogatornya.
Alasan pasti penangkapan dan dakwaannya tidak diklarifikasi oleh laporan atau otoritas Arab Saudi, tetapi diduga bahwa penahanannya disebabkan oleh fakta bahwa dia memimpin salat pada tahun 2014 dilakukan pada saat hubungan antara Arab Saudi dan Turki sangat tegang.
Ketegangan Arab Saudi dan Turki dipicu oleh pembunuhan Jamal Khashoggi, jurnalis pembangkang Arab Saudi, di Konsulat Saudi di Istanbul pada 2018.
Saat itu, Ankara membuka penyelidikan dan menginginkan para tersangka dibawa ke Turki untuk diadili. Namun, Riyadh menolak dan memilih mengadili sendiri para tersangka.
Sedangkan Hagia Sophia saat itu statusnya masih berupa museum, hingga pada Juli 2020 ketika pemerintah Turki mengembalikan bangunan bersejarah tersebut menjadi masjid.
Setahun kemudian, Ankara dan Riyadh mulai memperbaiki hubungan dan, awal tahun ini, hubungan mereka pulih sepenuhnya.
Sementara kerajaan dan para pendukungnya mengeklaim bahwa meningkatnya penahanan para imam, cendekiawan dan tokoh agama adalah bagian dari tindakan keras terhadap ekstremisme, para kritikus bersikeras bahwa itu adalah penindasan yang disengaja terhadap setiap oposisi potensial dan bahwa pemerintah di bawah Putra Mahkota Arab Saudi Mohammed bin Salman berusaha menghapus identitas agama Saudi.
Sebelumnya, Arab Saudi juga menahan ulama lainnya bernama Sheikh Saud Al-Funaisan. Dia ditangkap pada Maret.
Sheikh Saud merupakan profesor universitas dan mantan Dekan Fakultas Syariah di Al-Imam University di Riyadh.
Surat kabar online Rai Al Youm mengutip warga Saudi pengguna Twitter, yang mengkritik penahanan para ulama.
"Ulama kami ditahan secara sewenang-wenang," tulis seorang warga pengguna Twitter.
“Ini adalah kampanye terbuka untuk menyingkirkan Islam dan menyebarkan kejahatan di tanah Haramain,” lanjut warga tersebut yang dikutip Rai Al Youm.
Sejak berkuasa tahun 2017, Putra Mahkota Mohammed bin Salman telah menindak para ulama, jurnalis, akademisi, dan aktivis yang dianggap mengkritik kerajaan.
Mereka ditindak atas pandangan kritis mereka tentang cara Mohammed bin Salman memerintah negara dan rencananya untuk membuat Kerajaan Arab Saudi menjadi negara sekuler.
Lihat Juga: 5 Tanda Kiamat yang Muncul dari Mekkah, dari Gunung Berlubang hingga Bayangan Kabah Tidak Terlihat
Menurut organisasi hak asasi manusia (HAM) Arab Saudi, Prisoners of Conscience, pengadilan pada hari Rabu mengadili imam dan pelantun Al-Qur'an Sheikh Abdullah Basfar dalam konteks menerima undangan untuk memimpin jamaah di halaman masjid Hagia Sophia di Turki, memberinya hukuman penjara 12 tahun.
"Kami mengutuk putusan itu...dan kami meminta pihak berwenang untuk membebaskannya tanpa syarat," kata organisasi tersebut, seperti dikutip Middle East Monitor, Kamis (20/10/2022).
Sebagai salah satu tokoh agama paling terkemuka di Kerajaan Arab Saudi, Sheikh Basfar sebelumnya memegang jabatan profesor asosiasi dalam Studi Syariah dan Islam di King Abdulaziz University, Jeddah.
Namun itu berubah pada Agustus 2020, ketika dia ditangkap setelah video dia memimpin salat di halaman situs Hagia Sophia pada 2014 muncul dan menyebar secara online.
Basfar kemudian ditahan dalam penahanan pra-sidang selama dua tahun, di mana dia dilaporkan dilecehkan oleh para interogatornya.
Alasan pasti penangkapan dan dakwaannya tidak diklarifikasi oleh laporan atau otoritas Arab Saudi, tetapi diduga bahwa penahanannya disebabkan oleh fakta bahwa dia memimpin salat pada tahun 2014 dilakukan pada saat hubungan antara Arab Saudi dan Turki sangat tegang.
Ketegangan Arab Saudi dan Turki dipicu oleh pembunuhan Jamal Khashoggi, jurnalis pembangkang Arab Saudi, di Konsulat Saudi di Istanbul pada 2018.
Saat itu, Ankara membuka penyelidikan dan menginginkan para tersangka dibawa ke Turki untuk diadili. Namun, Riyadh menolak dan memilih mengadili sendiri para tersangka.
Sedangkan Hagia Sophia saat itu statusnya masih berupa museum, hingga pada Juli 2020 ketika pemerintah Turki mengembalikan bangunan bersejarah tersebut menjadi masjid.
Setahun kemudian, Ankara dan Riyadh mulai memperbaiki hubungan dan, awal tahun ini, hubungan mereka pulih sepenuhnya.
Sementara kerajaan dan para pendukungnya mengeklaim bahwa meningkatnya penahanan para imam, cendekiawan dan tokoh agama adalah bagian dari tindakan keras terhadap ekstremisme, para kritikus bersikeras bahwa itu adalah penindasan yang disengaja terhadap setiap oposisi potensial dan bahwa pemerintah di bawah Putra Mahkota Arab Saudi Mohammed bin Salman berusaha menghapus identitas agama Saudi.
Sebelumnya, Arab Saudi juga menahan ulama lainnya bernama Sheikh Saud Al-Funaisan. Dia ditangkap pada Maret.
Sheikh Saud merupakan profesor universitas dan mantan Dekan Fakultas Syariah di Al-Imam University di Riyadh.
Surat kabar online Rai Al Youm mengutip warga Saudi pengguna Twitter, yang mengkritik penahanan para ulama.
"Ulama kami ditahan secara sewenang-wenang," tulis seorang warga pengguna Twitter.
“Ini adalah kampanye terbuka untuk menyingkirkan Islam dan menyebarkan kejahatan di tanah Haramain,” lanjut warga tersebut yang dikutip Rai Al Youm.
Sejak berkuasa tahun 2017, Putra Mahkota Mohammed bin Salman telah menindak para ulama, jurnalis, akademisi, dan aktivis yang dianggap mengkritik kerajaan.
Mereka ditindak atas pandangan kritis mereka tentang cara Mohammed bin Salman memerintah negara dan rencananya untuk membuat Kerajaan Arab Saudi menjadi negara sekuler.
Lihat Juga: 5 Tanda Kiamat yang Muncul dari Mekkah, dari Gunung Berlubang hingga Bayangan Kabah Tidak Terlihat
(min)