Menlu Turki: Putin Pertimbangkan Berunding dengan Ukraina
loading...
A
A
A
TOKYO - Presiden Rusia Vladimir Putin sedang mempertimbangkan melanjutkan pembicaraan dengan Ukraina. Kabar itu diungkapkan Menteri Luar Negeri Turki Mevlut Cavusoglu pada Senin (26/9/2022).
Diplomat top itu membuat pernyataan selama konferensi pers di Tokyo di mana dia menghadiri pemakaman mantan Perdana Menteri Shinzo Abe, yang dibunuh pada Juli.
Menurut Cavusoglu, Putin melontarkan gagasan itu selama percakapan dengan Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan pada pertemuan puncak Organisasi Kerjasama Shanghai (SCO) baru-baru ini di Samarkand, Uzbekistan.
"Dalam proses negosiasi dengan presiden kami, Putin mengumumkan kemungkinan untuk kembali bernegosiasi dengan Kiev, tetapi pada kondisi baru yang muncul," ujar Cavusoglu.
Menurut Cavusoglu, Putin tidak merinci "kondisi" yang ditentukan.
Menlu Turki juga menegaskan kembali keinginan Ankara mengadakan pembicaraan langsung antara Putin dan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky.
“Presiden kami akan melanjutkan kontaknya dengan Putin dan Zelensky. Tujuan kami adalah menyatukan kedua pemimpin untuk memastikan bahwa keputusan dibuat di tingkat para pemimpin,” papar Cavusoglu.
Pejabat tinggi Rusia telah berulang kali mengatakan Moskow telah siap berbicara dengan Kiev, menyalahkan negosiasi yang macet di pihak Ukraina.
Pekan lalu, juru bicara Kremlin Dmitry Peskov mengatakan dialog “tentu saja diperlukan.” Dia menambahkan bahwa Putin telah menjelaskan, “Ukraina meninggalkan negosiasi beberapa bulan lalu.”
Selain menyatakan tujuan mengalahkan Moskow di medan perang, pejabat Ukraina juga bereaksi dengan marah terhadap referendum untuk bergabung dengan Rusia, yang saat ini sedang berlangsung di republik Donbass dan Wilayah Zaporozhye serta Kherson di Ukraina selatan.
Pada Minggu, Zelensky memperingatkan jika Rusia menyelesaikan referendum, itu akan “membuat tidak mungkin, dalam hal apa pun, untuk melanjutkan negosiasi diplomatik” dengan Moskow.
Rusia mengirim pasukan ke Ukraina pada 24 Februari, mengutip kegagalan Kiev mengimplementasikan perjanjian Minsk, yang dirancang untuk memberikan status khusus wilayah Donetsk dan Luhansk di dalam negara Ukraina.
Protokol, yang ditengahi Jerman dan Prancis, pertama kali ditandatangani pada 2014. Mantan Presiden Ukraina Pyotr Poroshenko sejak itu mengakui tujuan utama Kiev adalah menggunakan gencatan senjata untuk mengulur waktu dan “menciptakan angkatan bersenjata yang kuat.”
Pada Februari 2022, Kremlin mengakui republik Donbass sebagai negara merdeka dan menuntut agar Ukraina secara resmi menyatakan dirinya sebagai negara netral yang tidak akan pernah bergabung dengan blok militer Barat mana pun. Kiev menegaskan serangan Rusia benar-benar tidak beralasan.
Diplomat top itu membuat pernyataan selama konferensi pers di Tokyo di mana dia menghadiri pemakaman mantan Perdana Menteri Shinzo Abe, yang dibunuh pada Juli.
Menurut Cavusoglu, Putin melontarkan gagasan itu selama percakapan dengan Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan pada pertemuan puncak Organisasi Kerjasama Shanghai (SCO) baru-baru ini di Samarkand, Uzbekistan.
"Dalam proses negosiasi dengan presiden kami, Putin mengumumkan kemungkinan untuk kembali bernegosiasi dengan Kiev, tetapi pada kondisi baru yang muncul," ujar Cavusoglu.
Menurut Cavusoglu, Putin tidak merinci "kondisi" yang ditentukan.
Menlu Turki juga menegaskan kembali keinginan Ankara mengadakan pembicaraan langsung antara Putin dan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky.
“Presiden kami akan melanjutkan kontaknya dengan Putin dan Zelensky. Tujuan kami adalah menyatukan kedua pemimpin untuk memastikan bahwa keputusan dibuat di tingkat para pemimpin,” papar Cavusoglu.
Pejabat tinggi Rusia telah berulang kali mengatakan Moskow telah siap berbicara dengan Kiev, menyalahkan negosiasi yang macet di pihak Ukraina.
Pekan lalu, juru bicara Kremlin Dmitry Peskov mengatakan dialog “tentu saja diperlukan.” Dia menambahkan bahwa Putin telah menjelaskan, “Ukraina meninggalkan negosiasi beberapa bulan lalu.”
Selain menyatakan tujuan mengalahkan Moskow di medan perang, pejabat Ukraina juga bereaksi dengan marah terhadap referendum untuk bergabung dengan Rusia, yang saat ini sedang berlangsung di republik Donbass dan Wilayah Zaporozhye serta Kherson di Ukraina selatan.
Pada Minggu, Zelensky memperingatkan jika Rusia menyelesaikan referendum, itu akan “membuat tidak mungkin, dalam hal apa pun, untuk melanjutkan negosiasi diplomatik” dengan Moskow.
Rusia mengirim pasukan ke Ukraina pada 24 Februari, mengutip kegagalan Kiev mengimplementasikan perjanjian Minsk, yang dirancang untuk memberikan status khusus wilayah Donetsk dan Luhansk di dalam negara Ukraina.
Protokol, yang ditengahi Jerman dan Prancis, pertama kali ditandatangani pada 2014. Mantan Presiden Ukraina Pyotr Poroshenko sejak itu mengakui tujuan utama Kiev adalah menggunakan gencatan senjata untuk mengulur waktu dan “menciptakan angkatan bersenjata yang kuat.”
Pada Februari 2022, Kremlin mengakui republik Donbass sebagai negara merdeka dan menuntut agar Ukraina secara resmi menyatakan dirinya sebagai negara netral yang tidak akan pernah bergabung dengan blok militer Barat mana pun. Kiev menegaskan serangan Rusia benar-benar tidak beralasan.
(sya)