Demo soal Kematian Mahsa Amini Menyebar di 50 Kota Iran, Kantor Polisi Dibakar
loading...
A
A
A
TEHERAN - Demo memprotes kematian Mahsa Amini menyebar di 50 kota, termasuk di Ibu Kota Iran ; Teheran, pada Kamis (22/9/2022). Beberapa kantor polisi dibakar massa yang marah.
Mahsa Amini (22), wanita Kurdi Iran, meninggal Jumat pekan lalu setelah ditangkap oleh polisi moral di Teheran atas tuduhan berjilbab secara tidak pantas.
Sebelum meningal, Amini mengalami koma saat ditahan. Pihak berwenang mengatakan mereka akan meluncurkan penyelidikan terkait penyebab kematiannya.
Kematian Amini memicu kemarahan besar di antara penduduk dan protes terburuk di Iran sejak 2019.
Awalnya, sebagian besar massa demonstran terkonsentrasi di wilayah barat laut yang berpenduduk Kurdi.
Namun, demo kini menyebar ke ibu kota dan setidaknya 50 kota besar dan kecil di seluruh negeri, di mana polisi menggunakan kekuatan untuk membubarkan pengunjuk rasa.
Akun Twitter @1500tasvir, yang berfokus pada protes Iran dan memiliki sekitar 100.000 pengikut, mem-posting video demo di timur laut Iran di mana para pengunjuk rasa berteriak di depan kantor polisi yang dibakar; "Kami akan mati, kami akan mati tetapi kami akan mendapatkan Iran kembali".
Kantor polisi lain yang dibakar massa berada di Teheran saat kerusuhan menyebar dari Kurdistan, provinsi asal Amini.
Para pemimpin Iran khawatir situasi saat ini akan membangkitkan protes besar seperti demo 2019 terkait kenaikan harga bensin. Demo 2019 merupakan protes paling berdarah dalam sejarah Republik Islam Iran, yang menurut Reuters menewaskan sekitar 1.500 orang.
Menurut Reuters, para pengunjuk rasa kali ini juga menyatakan kemarahan pada Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei. “Mojtaba, semoga Anda mati dan tidak menjadi Pemimpin Tertinggi,” teriak massa di Teheran, merujuk pada putra Khamenei, yang beberapa orang percaya dapat menggantikan ayahnya di puncak panggung politik Iran.
Laporan dari kelompok hak asasi manusia Kurdi, Hengaw, yang belum dapat diverifikasi, mengatakan tiga pengunjuk rasa dibunuh oleh pasukan keamanan pada hari Rabu, sehingga jumlah korban tewas hingga saat ini menjadi 10 orang.
Para pejabat telah membantah bahwa pasukan keamanan telah membunuh pengunjuk rasa, menduga bahwa mereka mungkin telah ditembak oleh pembangkang bersenjata.
Tanpa ada tanda-tanda protes mereda, pihak berwenang membatasi akses internet. Demikian laporan Hengaw, penduduk setempat, dan observatorium penutupan internet NetBlocks.
Kematian Amini telah memicu kemarahan di seluruh Iran atas masalah-masalah termasuk kebebasan di Republik Islam Iran dan ekonomi yang terhuyung-huyung akibat sanksi.
Para perempuan telah memainkan peran penting dalam protes kali ini, melambaikan dan membakar jilbab mereka. Bahkan, beberapa dari mereka memotong rambut di depan umum.
Di Iran utara, kerumunan yang bersenjatakan tongkat dan batu menyerang dua anggota pasukan keamanan dan disambut sorakan massa.
Lihat Juga: Aturan di Polda Metro Jaya untuk Bripda Ferarri sebagai Polisi dan Pemain Sepak Bola Profesional
Mahsa Amini (22), wanita Kurdi Iran, meninggal Jumat pekan lalu setelah ditangkap oleh polisi moral di Teheran atas tuduhan berjilbab secara tidak pantas.
Sebelum meningal, Amini mengalami koma saat ditahan. Pihak berwenang mengatakan mereka akan meluncurkan penyelidikan terkait penyebab kematiannya.
Kematian Amini memicu kemarahan besar di antara penduduk dan protes terburuk di Iran sejak 2019.
Awalnya, sebagian besar massa demonstran terkonsentrasi di wilayah barat laut yang berpenduduk Kurdi.
Namun, demo kini menyebar ke ibu kota dan setidaknya 50 kota besar dan kecil di seluruh negeri, di mana polisi menggunakan kekuatan untuk membubarkan pengunjuk rasa.
Akun Twitter @1500tasvir, yang berfokus pada protes Iran dan memiliki sekitar 100.000 pengikut, mem-posting video demo di timur laut Iran di mana para pengunjuk rasa berteriak di depan kantor polisi yang dibakar; "Kami akan mati, kami akan mati tetapi kami akan mendapatkan Iran kembali".
Kantor polisi lain yang dibakar massa berada di Teheran saat kerusuhan menyebar dari Kurdistan, provinsi asal Amini.
Para pemimpin Iran khawatir situasi saat ini akan membangkitkan protes besar seperti demo 2019 terkait kenaikan harga bensin. Demo 2019 merupakan protes paling berdarah dalam sejarah Republik Islam Iran, yang menurut Reuters menewaskan sekitar 1.500 orang.
Menurut Reuters, para pengunjuk rasa kali ini juga menyatakan kemarahan pada Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei. “Mojtaba, semoga Anda mati dan tidak menjadi Pemimpin Tertinggi,” teriak massa di Teheran, merujuk pada putra Khamenei, yang beberapa orang percaya dapat menggantikan ayahnya di puncak panggung politik Iran.
Laporan dari kelompok hak asasi manusia Kurdi, Hengaw, yang belum dapat diverifikasi, mengatakan tiga pengunjuk rasa dibunuh oleh pasukan keamanan pada hari Rabu, sehingga jumlah korban tewas hingga saat ini menjadi 10 orang.
Para pejabat telah membantah bahwa pasukan keamanan telah membunuh pengunjuk rasa, menduga bahwa mereka mungkin telah ditembak oleh pembangkang bersenjata.
Tanpa ada tanda-tanda protes mereda, pihak berwenang membatasi akses internet. Demikian laporan Hengaw, penduduk setempat, dan observatorium penutupan internet NetBlocks.
Kematian Amini telah memicu kemarahan di seluruh Iran atas masalah-masalah termasuk kebebasan di Republik Islam Iran dan ekonomi yang terhuyung-huyung akibat sanksi.
Para perempuan telah memainkan peran penting dalam protes kali ini, melambaikan dan membakar jilbab mereka. Bahkan, beberapa dari mereka memotong rambut di depan umum.
Di Iran utara, kerumunan yang bersenjatakan tongkat dan batu menyerang dua anggota pasukan keamanan dan disambut sorakan massa.
Lihat Juga: Aturan di Polda Metro Jaya untuk Bripda Ferarri sebagai Polisi dan Pemain Sepak Bola Profesional
(min)