Zelensky Akui Ukraina Bergantung pada AS untuk Uang dan Militer
loading...
A
A
A
KIEV - Ukraina bisa kalah perang tanpa bantuan keuangan dan militer lanjutan dari Amerika Serikat (AS).
Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky mengakui hal itu saat bicara pada CNN dalam menanggapi pertanyaan tentang politik internal Amerika, selama wawancara yang ditayangkan pada Minggu (11/9/2022).
“Saya berterima kasih kepada Presiden (Joe) Biden dan Gedung Putih serta dukungan bipartisan,” ujar Zelensky mengatakan kepada Fareed Zakaria dari CNN selama wawancara, yang direkam di Kiev pada beberapa titik selama sepekan lalu.
Dia menambahkan, “Tanpa dukungan ini, kami tidak akan dapat mengembalikan tanah kami.”
“Saya ingin percaya bahwa dukungan bipartisan akan tetap kuat dan teguh. Bagi kami, itu sangat penting,” papar Zelensky, menanggapi klaim Zakaria bahwa kemenangan Partai Republik di paruh waktu November akan membuat AS “kurang mendukung Ukraina.”
Jika Barat berhenti mengirim senjata dan uang ke Kiev, “Rusia bisa memenangkan pertarungan ini,” ujar Zelensky kepada CNN.
Dia akan bersedia membuat argumen untuk membela bantuan itu kepada para pembayar pajak AS, yang perlu tahu uang mereka akan membela “nilai-nilai” Barat.
AS telah menyalurkan lebih dari USD30 miliar bantuan militer ke Ukraina, di mana USD17 miliar di antaranya datang antara kudeta 2014 dan eskalasi permusuhan pada Februari.
Amunisi dan senjata terbaru, yang diumumkan pekan lalu, bernilai USD675 juta.
Selain senjata, amunisi, dan uang tunai untuk mengisi anggaran Ukraina, badan intelijen AS dan Inggris "bekerja dengan Ukraina," termasuk perencanaan serangan pekan lalu di Wilayah Kharkov, menurut Senator Mark Warner dari Virginia.
“Kolaborasi semacam ini menunjukkan kekuatan gabungan intelijen militer kami,” papar Warner, yang memimpin Komite Intelijen Senat AS, mengatakan kepada CNN pada Minggu.
Rusia mengirim pasukan ke Ukraina pada 24 Februari, mengutip kegagalan Kiev mengimplementasikan perjanjian Minsk, yang dirancang untuk memberikan status khusus wilayah Donetsk dan Lugansk di dalam negara Ukraina.
Protokol, yang ditengahi Jerman dan Prancis, pertama kali ditandatangani pada tahun 2014. Mantan presiden Ukraina Pyotr Poroshenko sejak itu mengakui bahwa tujuan utama Kiev adalah menggunakan gencatan senjata untuk mengulur waktu dan “menciptakan angkatan bersenjata yang kuat.”
Pada Februari 2022, Kremlin mengakui republik Donbass sebagai negara merdeka dan menuntut agar Ukraina secara resmi menyatakan dirinya sebagai negara netral yang tidak akan pernah bergabung dengan blok militer Barat mana pun. Kiev menegaskan serangan Rusia benar-benar tidak beralasan.
Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky mengakui hal itu saat bicara pada CNN dalam menanggapi pertanyaan tentang politik internal Amerika, selama wawancara yang ditayangkan pada Minggu (11/9/2022).
“Saya berterima kasih kepada Presiden (Joe) Biden dan Gedung Putih serta dukungan bipartisan,” ujar Zelensky mengatakan kepada Fareed Zakaria dari CNN selama wawancara, yang direkam di Kiev pada beberapa titik selama sepekan lalu.
Dia menambahkan, “Tanpa dukungan ini, kami tidak akan dapat mengembalikan tanah kami.”
“Saya ingin percaya bahwa dukungan bipartisan akan tetap kuat dan teguh. Bagi kami, itu sangat penting,” papar Zelensky, menanggapi klaim Zakaria bahwa kemenangan Partai Republik di paruh waktu November akan membuat AS “kurang mendukung Ukraina.”
Jika Barat berhenti mengirim senjata dan uang ke Kiev, “Rusia bisa memenangkan pertarungan ini,” ujar Zelensky kepada CNN.
Dia akan bersedia membuat argumen untuk membela bantuan itu kepada para pembayar pajak AS, yang perlu tahu uang mereka akan membela “nilai-nilai” Barat.
AS telah menyalurkan lebih dari USD30 miliar bantuan militer ke Ukraina, di mana USD17 miliar di antaranya datang antara kudeta 2014 dan eskalasi permusuhan pada Februari.
Amunisi dan senjata terbaru, yang diumumkan pekan lalu, bernilai USD675 juta.
Selain senjata, amunisi, dan uang tunai untuk mengisi anggaran Ukraina, badan intelijen AS dan Inggris "bekerja dengan Ukraina," termasuk perencanaan serangan pekan lalu di Wilayah Kharkov, menurut Senator Mark Warner dari Virginia.
“Kolaborasi semacam ini menunjukkan kekuatan gabungan intelijen militer kami,” papar Warner, yang memimpin Komite Intelijen Senat AS, mengatakan kepada CNN pada Minggu.
Rusia mengirim pasukan ke Ukraina pada 24 Februari, mengutip kegagalan Kiev mengimplementasikan perjanjian Minsk, yang dirancang untuk memberikan status khusus wilayah Donetsk dan Lugansk di dalam negara Ukraina.
Protokol, yang ditengahi Jerman dan Prancis, pertama kali ditandatangani pada tahun 2014. Mantan presiden Ukraina Pyotr Poroshenko sejak itu mengakui bahwa tujuan utama Kiev adalah menggunakan gencatan senjata untuk mengulur waktu dan “menciptakan angkatan bersenjata yang kuat.”
Pada Februari 2022, Kremlin mengakui republik Donbass sebagai negara merdeka dan menuntut agar Ukraina secara resmi menyatakan dirinya sebagai negara netral yang tidak akan pernah bergabung dengan blok militer Barat mana pun. Kiev menegaskan serangan Rusia benar-benar tidak beralasan.
(sya)