Sekjen PBB Kunjungi Wilayah Pakistan yang Dilanda Banjir
loading...
A
A
A
ISLAMABAD - Sekretaris Jenderal (Sekjen) PBB Antonio Guterres mengunjungi beberapa daerah di Pakistan yang dilanda banjir pada Sabtu (10/9/2022). Kunjungan itu dilakukan saat ia mengakhiri perjalanan dua hari yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran akan bencana tersebut.
Rekor hujan monsun dan pencairan gletser di pegunungan utara telah memicu banjir yang telah menewaskan lebih dari 1.391 orang, menyapu rumah, jalan, rel kereta api, jembatan, ternak dan tanaman di Pakistan.
Sebagian besar wilayah negara itu terendam air, dan ratusan ribu orang terpaksa meninggalkan rumah mereka. Pemerintah Pakistan mengatakan kehidupan hampir 33 juta orang telah terganggu.
Pakistan memperkirakan kerusakan akibat banjir mencapai USD30 miliar, dan baik pemerintah maupun Guterres menyalahkan banjir itu sebagai akibat dari perubahan iklim.
Sekjen PBB mendarat di provinsi Sindh sebelum terbang di atas beberapa daerah yang terkena dampak paling parah akibat banjir dalam perjalanan ke Balochistan, provinsi lain yang terkena dampak parah bencana alam tersebut.
“Sulit untuk tidak merasa sangat tersentuh mendengar deskripsi tragedi yang begitu mendetail,” kata Guterres setelah mendarat di Sindh, menurut sebuah video yang dirilis oleh kantor Perdana Menteri Shehbaz Sharif.
“Pakistan membutuhkan dukungan keuangan besar-besaran. Ini bukan masalah kedermawanan, ini masalah keadilan,” serunya seperti dikutip dari Al Arabiya.
Sebuah video yang dirilis oleh Menteri Penerangan Pakistan, Marriyum Aurangzeb, menunjukkan Guterres duduk di sebelah Sharif melihat daerah yang rusak akibat banjir dari jendela pesawat.
“Tidak terbayangkan,” kata Guterres, mengamati kerusakan akibat banjir.
Pada bulan Juli dan Agustus, Pakistan mendapat curah hujan 391 mm, atau hampir 190 persen lebih banyak dari rata-rata hujan selama 30 tahun. Provinsi selatan Pakistan, Sindh, telah mengalami 466 persen lebih banyak hujan daripada rata-rata.
Guterres mengatakan dunia perlu memahami dampak perubahan iklim di negara-negara berpenghasilan rendah.
“Umat manusia telah mengobarkan perang terhadap alam dan alam menyerang balik,” katanya.
“Alam menyerang balik di Sindh, tetapi bukan Sindh yang membuat emisi gas rumah kaca yang mempercepat perubahan iklim secara dramatis,” sambung Guterres.
“Ada situasi yang sangat tidak adil dibandingkan dengan tingkat kehancuran,” pungkasnya.
Rekor hujan monsun dan pencairan gletser di pegunungan utara telah memicu banjir yang telah menewaskan lebih dari 1.391 orang, menyapu rumah, jalan, rel kereta api, jembatan, ternak dan tanaman di Pakistan.
Sebagian besar wilayah negara itu terendam air, dan ratusan ribu orang terpaksa meninggalkan rumah mereka. Pemerintah Pakistan mengatakan kehidupan hampir 33 juta orang telah terganggu.
Pakistan memperkirakan kerusakan akibat banjir mencapai USD30 miliar, dan baik pemerintah maupun Guterres menyalahkan banjir itu sebagai akibat dari perubahan iklim.
Sekjen PBB mendarat di provinsi Sindh sebelum terbang di atas beberapa daerah yang terkena dampak paling parah akibat banjir dalam perjalanan ke Balochistan, provinsi lain yang terkena dampak parah bencana alam tersebut.
“Sulit untuk tidak merasa sangat tersentuh mendengar deskripsi tragedi yang begitu mendetail,” kata Guterres setelah mendarat di Sindh, menurut sebuah video yang dirilis oleh kantor Perdana Menteri Shehbaz Sharif.
“Pakistan membutuhkan dukungan keuangan besar-besaran. Ini bukan masalah kedermawanan, ini masalah keadilan,” serunya seperti dikutip dari Al Arabiya.
Sebuah video yang dirilis oleh Menteri Penerangan Pakistan, Marriyum Aurangzeb, menunjukkan Guterres duduk di sebelah Sharif melihat daerah yang rusak akibat banjir dari jendela pesawat.
“Tidak terbayangkan,” kata Guterres, mengamati kerusakan akibat banjir.
Pada bulan Juli dan Agustus, Pakistan mendapat curah hujan 391 mm, atau hampir 190 persen lebih banyak dari rata-rata hujan selama 30 tahun. Provinsi selatan Pakistan, Sindh, telah mengalami 466 persen lebih banyak hujan daripada rata-rata.
Guterres mengatakan dunia perlu memahami dampak perubahan iklim di negara-negara berpenghasilan rendah.
“Umat manusia telah mengobarkan perang terhadap alam dan alam menyerang balik,” katanya.
“Alam menyerang balik di Sindh, tetapi bukan Sindh yang membuat emisi gas rumah kaca yang mempercepat perubahan iklim secara dramatis,” sambung Guterres.
“Ada situasi yang sangat tidak adil dibandingkan dengan tingkat kehancuran,” pungkasnya.
(ian)