Mereka yang Menolak Hadiah Nobel, Ada Terpaksa maupun Sukarela
loading...
A
A
A
MESKI penghargaan Nobel termasuk penghargaan bergengsi namun tidak semua pemenang menerimanya. Dalam sejarah, ada enam orang yang menolak Hadiah Nobel. Empat tokoh menolak karena dilarang pemerintah dan dua pemenang lainnya karena keinginan sendiri.
1. Richard Kuhn (Pendukung Nazi yang dipaksa menolak Nobel)
Richard Kuhn adalah jenius yang dikenal dekat dengan rezim Nazi Jerman dan tokoh yang sangat pro Hitler. Pada umur 21 tahun, ia sudah berhasil menggondol gelar doktor dalam biokimia. Lima tahun kemudian, ia jadi profesor.
Lewat penelitian ekstensifnya tentang carotenoid dan vitamin, ia berhasil menemukan struktur kimia vitamin A, B2, B6 dan, yang terpenting, sanggup mensintesiskan ketiganya. Kuhn diganjar hadiah Nobel Kimia pada 1938. Tapi, rezim fasis Nazi memaksanya menolak penghargaan tersebut. (Baca juga: Sains, Saintis, dan Vaksin Corona)
2. Adolf Butenandt (Bukan pendukung Nazi yang dipaksa menolak Nobel)
Ilmuwan biokimia asal Jerman ini memperoleh penghargaan Nobel Kimia pada 1939 berkat penelitiannya tentang hormon seksual. Bersama Leopold Ruzicka, ilmuwan Swiss yang berbagi Nobel dengannya, ia berhasil membuat sintesis hormon testosteron dan kelak menjadi pijakan bagi ditemukannya pil kontrasepsi.
Seperti biasa, rezim Hitler melarang siapapun menerima Nobel. Tak terkecuali Butenandt. Padahal secara prinsip, Butenandt sebenarnya menolak fasisme Nazi. Akhirnya panitia Nobel baru memberikan penghargaannya pada 1949 ketika Perang Dunia II telah berakhir. (Baca juga: Profesor Anti-Israel Jadi Pemenang Hadiah Nobel Kimia)
3. Gerhard Domagk (Dipaksa menolak Nobel oleh Nazi)
Gerhard Domagk menemukan prontosil, antibiotik pertama yang dijual secara komersil, sebelum penisilin dan antibiotik lain ditemukan dan tersedia di pasaran. Ini kemajuan luar biasa bagi dunia kedokteran di awal abad 20. Atas penemuannya itu, para juri di Stockholm menganugerahi Nobel Kedokteran pada 1939.
Tapi nasibnya tidak jauh beda dengan dua pendahulunya: ia dilarang menerima hadiah Nobel oleh rezim Nazi. Hanya satu hari setelah pengumuman, Gestapo (polisi rahasai Nazi) menangkap Domagk dan memasukkannya ke penjara selama tujuh hari. Pada 1947, Domagk akhirnya menerima penghargaan tersebut tapi tanpa disertai hadiah uang.
4. Boris Pasternak (Tak diizinkan menerima Nobel oleh rezim Uni Soviet)
Boris Leonidovich Pasternak menulis novel Doctor Zhivago dan ia pun diumumkan meraih Nobel Sastra. Novel itu memang dilarang beredar di negaranya sendiri gara-gara dianggap mengandung kritik terhadap sosialisme Uni Soviet.
Pada 1957, Doctor Zhivago berhasil diselundupkan ke Italia dan diterbitkan di sana. Setahun kemudian, edisi bahasa Inggrisnya terbit dan menjadi bestseller. (Lihat grafis: Iran Tembakkan Rudal Jelajah Buatan Sendiri dalam Latihan Perang)
Setelah Nobel Sastra untuk Pasternak diumumkan pada 1958, Pemerintah Soviet melarangnya pergi ke Stockholm. Pelarangan ini disertai ancaman: jika Pasternak tetap nekat pergi, ia tidak boleh kembali lagi ke negaranya. Pasternak tak punya pilihan selain menuruti ultimatum rezim.
5. Jean-Paul Sartre (Menolak Nobel karena keinginan sendiri)
Jean-Paul Sartre terpilih sebagai pemenang Nobel Sastra 1964 atas karya-karya filsafatnya yang dinilai kaya gagasan dan berisi semangat kebebasan dan pertanyaan akan kebenaran.Tapi ia menolak menerima Nobel. Filsuf asal Prancis ini mengatakan bahwa alasan penolakan itu didasari pertimbangan pribadi dan obyektivitas. (Baca juga: Daftar Tokoh Teater Dunia yang Wajib Kamu Ketahui)
Pertimbangan pribadinya kurang lebih: semua kemuliaan yang ia terima dalam Nobel Sastra akan membebani pembacanya dengan tekanan. Pertimbangan lain: Sartre tidak puas terhadap panitia Nobel yang sering berlaku tidak adil kepada penulis-penulis dari Blok Timur.
6. Le Duc Tho (Menolak Nobel karena keinginan sendiri)
Di antara semua penolak Nobel, Le Duc Tho punya alasan paling heroik. Ia adalah pemimpin tertinggi Vietnam Utara yang berperang melawan Vietnam Selatan yang didukung AS. Pada 1973, ia dan Henry Kissinger (Menteri Luar Negeri AS) menandatangani Perjanjian Damai Paris yang menyatakan gencatan senjata antara Vietcong dengan AS.
Panitia Nobel tanpa ragu memilih Le Duc Tho dan Kissinger sebagai pemenang Nobel Perdamaian 1973. Tapi kemudian kepelikan terjadi. Inilah salah satu penghargaan Nobel paling kontroversial sepanjang sejarah: Le Duc Tho menolak hadiah Nobel dan Kissinger tidak datang ke acara penganugerahan. Kontroversi ini bahkan menyebabkan dua orang komite pemilihan menyatakan mundur. (Baca juga: Jika perang Meletus, China Unggul Alutsista, India Menang Pengalaman)
1. Richard Kuhn (Pendukung Nazi yang dipaksa menolak Nobel)
Richard Kuhn adalah jenius yang dikenal dekat dengan rezim Nazi Jerman dan tokoh yang sangat pro Hitler. Pada umur 21 tahun, ia sudah berhasil menggondol gelar doktor dalam biokimia. Lima tahun kemudian, ia jadi profesor.
Lewat penelitian ekstensifnya tentang carotenoid dan vitamin, ia berhasil menemukan struktur kimia vitamin A, B2, B6 dan, yang terpenting, sanggup mensintesiskan ketiganya. Kuhn diganjar hadiah Nobel Kimia pada 1938. Tapi, rezim fasis Nazi memaksanya menolak penghargaan tersebut. (Baca juga: Sains, Saintis, dan Vaksin Corona)
2. Adolf Butenandt (Bukan pendukung Nazi yang dipaksa menolak Nobel)
Ilmuwan biokimia asal Jerman ini memperoleh penghargaan Nobel Kimia pada 1939 berkat penelitiannya tentang hormon seksual. Bersama Leopold Ruzicka, ilmuwan Swiss yang berbagi Nobel dengannya, ia berhasil membuat sintesis hormon testosteron dan kelak menjadi pijakan bagi ditemukannya pil kontrasepsi.
Seperti biasa, rezim Hitler melarang siapapun menerima Nobel. Tak terkecuali Butenandt. Padahal secara prinsip, Butenandt sebenarnya menolak fasisme Nazi. Akhirnya panitia Nobel baru memberikan penghargaannya pada 1949 ketika Perang Dunia II telah berakhir. (Baca juga: Profesor Anti-Israel Jadi Pemenang Hadiah Nobel Kimia)
3. Gerhard Domagk (Dipaksa menolak Nobel oleh Nazi)
Gerhard Domagk menemukan prontosil, antibiotik pertama yang dijual secara komersil, sebelum penisilin dan antibiotik lain ditemukan dan tersedia di pasaran. Ini kemajuan luar biasa bagi dunia kedokteran di awal abad 20. Atas penemuannya itu, para juri di Stockholm menganugerahi Nobel Kedokteran pada 1939.
Tapi nasibnya tidak jauh beda dengan dua pendahulunya: ia dilarang menerima hadiah Nobel oleh rezim Nazi. Hanya satu hari setelah pengumuman, Gestapo (polisi rahasai Nazi) menangkap Domagk dan memasukkannya ke penjara selama tujuh hari. Pada 1947, Domagk akhirnya menerima penghargaan tersebut tapi tanpa disertai hadiah uang.
4. Boris Pasternak (Tak diizinkan menerima Nobel oleh rezim Uni Soviet)
Boris Leonidovich Pasternak menulis novel Doctor Zhivago dan ia pun diumumkan meraih Nobel Sastra. Novel itu memang dilarang beredar di negaranya sendiri gara-gara dianggap mengandung kritik terhadap sosialisme Uni Soviet.
Pada 1957, Doctor Zhivago berhasil diselundupkan ke Italia dan diterbitkan di sana. Setahun kemudian, edisi bahasa Inggrisnya terbit dan menjadi bestseller. (Lihat grafis: Iran Tembakkan Rudal Jelajah Buatan Sendiri dalam Latihan Perang)
Setelah Nobel Sastra untuk Pasternak diumumkan pada 1958, Pemerintah Soviet melarangnya pergi ke Stockholm. Pelarangan ini disertai ancaman: jika Pasternak tetap nekat pergi, ia tidak boleh kembali lagi ke negaranya. Pasternak tak punya pilihan selain menuruti ultimatum rezim.
5. Jean-Paul Sartre (Menolak Nobel karena keinginan sendiri)
Jean-Paul Sartre terpilih sebagai pemenang Nobel Sastra 1964 atas karya-karya filsafatnya yang dinilai kaya gagasan dan berisi semangat kebebasan dan pertanyaan akan kebenaran.Tapi ia menolak menerima Nobel. Filsuf asal Prancis ini mengatakan bahwa alasan penolakan itu didasari pertimbangan pribadi dan obyektivitas. (Baca juga: Daftar Tokoh Teater Dunia yang Wajib Kamu Ketahui)
Pertimbangan pribadinya kurang lebih: semua kemuliaan yang ia terima dalam Nobel Sastra akan membebani pembacanya dengan tekanan. Pertimbangan lain: Sartre tidak puas terhadap panitia Nobel yang sering berlaku tidak adil kepada penulis-penulis dari Blok Timur.
6. Le Duc Tho (Menolak Nobel karena keinginan sendiri)
Di antara semua penolak Nobel, Le Duc Tho punya alasan paling heroik. Ia adalah pemimpin tertinggi Vietnam Utara yang berperang melawan Vietnam Selatan yang didukung AS. Pada 1973, ia dan Henry Kissinger (Menteri Luar Negeri AS) menandatangani Perjanjian Damai Paris yang menyatakan gencatan senjata antara Vietcong dengan AS.
Panitia Nobel tanpa ragu memilih Le Duc Tho dan Kissinger sebagai pemenang Nobel Perdamaian 1973. Tapi kemudian kepelikan terjadi. Inilah salah satu penghargaan Nobel paling kontroversial sepanjang sejarah: Le Duc Tho menolak hadiah Nobel dan Kissinger tidak datang ke acara penganugerahan. Kontroversi ini bahkan menyebabkan dua orang komite pemilihan menyatakan mundur. (Baca juga: Jika perang Meletus, China Unggul Alutsista, India Menang Pengalaman)
(poe)