Pandemi Covid-19, Perempuan di Papua Nugini Didesak Jangan Hamil 2 Tahun
loading...
A
A
A
PORT MORESBY - Para perempuan di Papua Nugini telah didesak untuk menunda hamil selama dua tahun ke depan. Alasannya, karena risiko yang disebabkan oleh pandemi virus corona baru ( Covid-19 ).
Negara tetangga Indonesia ini sejatinya hanya melaporkan 10 kasus Covid-19. Namun, sedikit angka itu dianggap berbahaya bagi perempuan untuk melahirkan.
Kepala Bidang Kebidanan dan Kandungan di Universitas Papua New Guinea (PNG), Profesor Glen Mola—yang membantu menjalankan bagian bangsal bersalin di Rumah Sakit Umum Port Moresby—telah menyarankan kepada kaum perempuan untuk tidak hamil sampai 2022.
"Setiap hari saya melihat masalah yang terjadi karena perempuan telah mencoba mengakses perawatan ketika mereka memiliki masalah dan mereka belum mampu melakukannya," kata Mola kepada ABC.net.au, yang dilansir Jumat (26/6/2020).
Organisasi non-pemerintah, Care, mengatakan kepada ABC.net.aujika ada wabah virus corona baru, Papua Nugini bisa melihat situasi yang serupa dengan Sierra Leone selama wabah Ebola, ketika lebih banyak perempuan meninggal karena komplikasi yang berkaitan dengan kehamilan daripada dari virus itu sendiri. (Baca: Raja Salman Desak Filipina Ambil 50 Jenazah Warganya Korban Covid-19 )
"Epidemi memperburuk keadaan karena layanan kesehatan semakin meluas dan perempuan hamil menghindari rumah sakit," kata organisasi itu.
Rumah Sakit Umum Port Moresby sekarang menyaring orang-orang yang menderita demam atau gejala pernapasan. Mola mengaku khawatir layanan kesehatan di bagian lain negara itu tidak mampu mengatasinya karena "ketakutan berlebih".
“Tentu saja, ketika kita benar-benar mulai mendapatkan kasus morbiditas Covid-19 dan mungkin kematian, apakah semua ketakutan ini akan kembali lagi? Kita harus sangat peduli tentang itu," katanya.
"Yang terbaik adalah tidak merencanakan kehamilan tahun ini atau mungkin bahkan tahun depan, karena kita tidak tahu bagaimana epidemi akan berjalan."
Direktur layanan keluarga berencana nirlaba Marie Stopes, David Ayres, mengatakan "ketakutan besar" adalah masalah. "Di tengah pandemi, sistem kesehatan tidak memiliki kapasitas untuk berurusan dengan Ibu yang datang dengan komplikasi selama kehamilan," katanya.
Negara tetangga Indonesia ini sejatinya hanya melaporkan 10 kasus Covid-19. Namun, sedikit angka itu dianggap berbahaya bagi perempuan untuk melahirkan.
Kepala Bidang Kebidanan dan Kandungan di Universitas Papua New Guinea (PNG), Profesor Glen Mola—yang membantu menjalankan bagian bangsal bersalin di Rumah Sakit Umum Port Moresby—telah menyarankan kepada kaum perempuan untuk tidak hamil sampai 2022.
"Setiap hari saya melihat masalah yang terjadi karena perempuan telah mencoba mengakses perawatan ketika mereka memiliki masalah dan mereka belum mampu melakukannya," kata Mola kepada ABC.net.au, yang dilansir Jumat (26/6/2020).
Organisasi non-pemerintah, Care, mengatakan kepada ABC.net.aujika ada wabah virus corona baru, Papua Nugini bisa melihat situasi yang serupa dengan Sierra Leone selama wabah Ebola, ketika lebih banyak perempuan meninggal karena komplikasi yang berkaitan dengan kehamilan daripada dari virus itu sendiri. (Baca: Raja Salman Desak Filipina Ambil 50 Jenazah Warganya Korban Covid-19 )
"Epidemi memperburuk keadaan karena layanan kesehatan semakin meluas dan perempuan hamil menghindari rumah sakit," kata organisasi itu.
Rumah Sakit Umum Port Moresby sekarang menyaring orang-orang yang menderita demam atau gejala pernapasan. Mola mengaku khawatir layanan kesehatan di bagian lain negara itu tidak mampu mengatasinya karena "ketakutan berlebih".
“Tentu saja, ketika kita benar-benar mulai mendapatkan kasus morbiditas Covid-19 dan mungkin kematian, apakah semua ketakutan ini akan kembali lagi? Kita harus sangat peduli tentang itu," katanya.
"Yang terbaik adalah tidak merencanakan kehamilan tahun ini atau mungkin bahkan tahun depan, karena kita tidak tahu bagaimana epidemi akan berjalan."
Direktur layanan keluarga berencana nirlaba Marie Stopes, David Ayres, mengatakan "ketakutan besar" adalah masalah. "Di tengah pandemi, sistem kesehatan tidak memiliki kapasitas untuk berurusan dengan Ibu yang datang dengan komplikasi selama kehamilan," katanya.