2 Negara Hendak Gabung, NATO Komentari Jaminan Senjata Nuklir untuk Rusia
loading...
A
A
A
BRUSSELS - NATO tidak berniat memberi Rusia jaminan keamanan apa pun soal penyebaran senjata nuklir di wilayah dua calon anggota terbarunya, Finlandia dan Swedia.
Pernyataan itu diungkapkan Wakil Sekretaris Jenderal NATO Camille Grand.
“Setiap negara bebas di bidang nuklir untuk menyebarkan atau tidak menggunakan senjata semacam itu. Kami tidak berbicara tentang pengaturan beberapa pembatasan prinsip pada kemungkinan tindakan aliansi,” ungkap pejabat NATO itu kepada penyiar Swiss RTS dalam wawancara yang diterbitkan pada Selasa (7/6/2022).
“Setiap negara anggota NATO memutuskan masalah ini secara berdaulat. Dan sekarang tidak ada pertanyaan seperti itu. Tetapi saya tidak berpikir bahwa dalam situasi saat ini, Rusia perlu memberikan jaminan apa pun mengenai postur militer kami di wilayah tersebut,” papar dia.
Negara-negara yang dulu netral, Finlandia dan Swedia telah bergegas bergabung dengan NATO di tengah konflik yang sedang berlangsung antara Rusia dan Ukraina.
Rusia menyerang negara tetangganya pada akhir Februari, menyusul kegagalan Ukraina mengimplementasikan ketentuan perjanjian Minsk, yang pertama kali ditandatangani pada 2014, dan pengakuan akhirnya Moskow atas republik Donbass di Donetsk dan Lugansk.
Protokol yang diperantarai Jerman dan Prancis dirancang untuk memberikan status khusus kepada daerah-daerah yang memisahkan diri di dalam negara Ukraina.
Kremlin sejak itu menuntut agar Ukraina secara resmi menyatakan dirinya sebagai negara netral yang tidak akan pernah bergabung dengan NATO.
Grand mengatakan potensi aksesi Ukraina ke blok tersebut saat ini tidak ada dalam agenda. “Konflik yang sedang berlangsung harus diselesaikan sebelum Kiev akan dapat memutuskan sendiri bagaimana mereka ingin memposisikan diri dalam arsitektur keamanan Eropa,” papar dia.
Finlandia dan Swedia, meskipun secara de jure netral, telah mempertahankan hubungan dekat dan kerja sama militer dengan blok pimpinan AS selama beberapa dekade.
“Ini adalah dua mitra yang sangat dekat yang datang dengan kemampuan militer yang signifikan. Mereka juga membawa pengetahuan tentang wilayah Laut Baltik dan Laut Nordik,” ujar Grand.
Namun, potensi aksesi kedua negara ke blok itu menemui jalan buntu karena Turki, negara besar di NATO, dengan tegas menentang tawaran keanggotaan mereka.
Ankara menuduh kedua negara itu sebagai “rumah tamu bagi organisasi teroris” karena menampung anggota kelompok-kelompok Kurdi yang dilarang di Turki.
Turki sekarang ingin Helsinki dan Stockholm menekan Partai Pekerja Kurdistan (PKK) dan kelompok lain yang dianggap teroris, serta menyerahkan beberapa tersangka ke Ankara.
Di antara tuntutan lainnya, Ankara juga ingin kedua negara mencabut pembatasan perdagangan senjata dengan Turki.
Grand menyatakan harapan bahwa perbedaan antara Turki dan dua calon negara anggota akan diselesaikan menjelang konferensi tingkat tinggi (KTT) NATO mendatang yang dijadwalkan akhir Juni.
“Kami berharap perbedaan akan diselesaikan pada waktunya untuk KTT. Penting untuk mempertimbangkan kekhawatiran Turki,” ujar Grand.
Pernyataan itu diungkapkan Wakil Sekretaris Jenderal NATO Camille Grand.
“Setiap negara bebas di bidang nuklir untuk menyebarkan atau tidak menggunakan senjata semacam itu. Kami tidak berbicara tentang pengaturan beberapa pembatasan prinsip pada kemungkinan tindakan aliansi,” ungkap pejabat NATO itu kepada penyiar Swiss RTS dalam wawancara yang diterbitkan pada Selasa (7/6/2022).
“Setiap negara anggota NATO memutuskan masalah ini secara berdaulat. Dan sekarang tidak ada pertanyaan seperti itu. Tetapi saya tidak berpikir bahwa dalam situasi saat ini, Rusia perlu memberikan jaminan apa pun mengenai postur militer kami di wilayah tersebut,” papar dia.
Negara-negara yang dulu netral, Finlandia dan Swedia telah bergegas bergabung dengan NATO di tengah konflik yang sedang berlangsung antara Rusia dan Ukraina.
Rusia menyerang negara tetangganya pada akhir Februari, menyusul kegagalan Ukraina mengimplementasikan ketentuan perjanjian Minsk, yang pertama kali ditandatangani pada 2014, dan pengakuan akhirnya Moskow atas republik Donbass di Donetsk dan Lugansk.
Protokol yang diperantarai Jerman dan Prancis dirancang untuk memberikan status khusus kepada daerah-daerah yang memisahkan diri di dalam negara Ukraina.
Kremlin sejak itu menuntut agar Ukraina secara resmi menyatakan dirinya sebagai negara netral yang tidak akan pernah bergabung dengan NATO.
Grand mengatakan potensi aksesi Ukraina ke blok tersebut saat ini tidak ada dalam agenda. “Konflik yang sedang berlangsung harus diselesaikan sebelum Kiev akan dapat memutuskan sendiri bagaimana mereka ingin memposisikan diri dalam arsitektur keamanan Eropa,” papar dia.
Finlandia dan Swedia, meskipun secara de jure netral, telah mempertahankan hubungan dekat dan kerja sama militer dengan blok pimpinan AS selama beberapa dekade.
“Ini adalah dua mitra yang sangat dekat yang datang dengan kemampuan militer yang signifikan. Mereka juga membawa pengetahuan tentang wilayah Laut Baltik dan Laut Nordik,” ujar Grand.
Namun, potensi aksesi kedua negara ke blok itu menemui jalan buntu karena Turki, negara besar di NATO, dengan tegas menentang tawaran keanggotaan mereka.
Ankara menuduh kedua negara itu sebagai “rumah tamu bagi organisasi teroris” karena menampung anggota kelompok-kelompok Kurdi yang dilarang di Turki.
Turki sekarang ingin Helsinki dan Stockholm menekan Partai Pekerja Kurdistan (PKK) dan kelompok lain yang dianggap teroris, serta menyerahkan beberapa tersangka ke Ankara.
Di antara tuntutan lainnya, Ankara juga ingin kedua negara mencabut pembatasan perdagangan senjata dengan Turki.
Grand menyatakan harapan bahwa perbedaan antara Turki dan dua calon negara anggota akan diselesaikan menjelang konferensi tingkat tinggi (KTT) NATO mendatang yang dijadwalkan akhir Juni.
“Kami berharap perbedaan akan diselesaikan pada waktunya untuk KTT. Penting untuk mempertimbangkan kekhawatiran Turki,” ujar Grand.
(sya)