Untung Besar dari Perang, Polandia Ekspor Senjata Senilai Rp9 Triliun ke Ukraina

Rabu, 08 Juni 2022 - 09:56 WIB
loading...
Untung Besar dari Perang,...
Self-propelled Krab dari Polandia dikirim ke Ukraina. Foto/poland army
A A A
WARSAWA - Perdana Menteri (PM) Polandia Mateusz Morawiecki mengumumkan negaranya akan mengekspor senjata senilai hampir USD630 juta (Rp9 triliun) ke Ukraina.

Kontrak militer itu disebut sebagai yang terbesar yang ditandatangani Warsawa dalam 30 tahun terakhir.

"Kami senang memiliki kesempatan untuk menjual senjata kami ke luar negeri hari ini," ungkap Morawiecki selama kunjungan ke pabrik senjata Stalowa Wola di Polandia pada Selasa (7/6/2022).



Dia menambahkan, “Ini akan menjadi senjata yang dicoba dan diuji yang tidak hanya akan lulus api, tetapi juga akan menjadi senjata yang sangat penting di medan perang, kemungkinan besar di Ukraina timur."



Perdana Menteri juga menyatakan sebagian dari pembiayaan senjata ini akan ditanggung Uni Eropa (UE).

Dia menambahkan Polandia akan menggunakan uang ini untuk memperkaya potensi produksinya.

Wakil Perdana Menteri Polandia Jacek Sasin telah mengkonfirmasi kesepakatan tersebut dan telah menyatakan jumlah total pengiriman ini akan mencapai sekitar USD628 juta.

Pada akhir Mei, Polandia juga menyumbangkan 18 senjata self-propelled “Krab” kepada pasukan Kiev.

Pasukan militer Polandia memberikan pelatihan kepada sekitar 100 tentara artileri Ukraina untuk mengoperasikannya.

Radio Polandia melaporkan, pasukan Ukraina sekarang memiliki 24 howitzer self-propelled dari Barat.

Warsawa mengklaim sebagai salah satu donor perangkat keras militer terbesar ke Ukraina, kedua setelah Amerika Serikat (AS).

Polandia sejauh ini telah memberi Kiev tank T-72, howitzer self-propelled Gozdzik, rudal udara-ke-udara, drone dan peluncur roket Grad.

Sementara itu, Moskow telah memperingatkan setiap persediaan senjata Barat di Ukraina adalah "target yang sah". Rusia sering melakukan serangan udara dan rudal terhadap target itu.

Rusia menyerang negara tetangganya menyusul kegagalan Ukraina menerapkan ketentuan perjanjian Minsk, yang pertama kali ditandatangani pada 2014, dan pengakuan akhirnya Moskow atas republik Donbass, Donetsk dan Lugansk.

Protokol yang ditengahi Jerman dan Prancis dirancang untuk memberikan status khusus kepada daerah-daerah yang memisahkan diri di dalam negara Ukraina.

Kremlin sejak itu menuntut agar Ukraina secara resmi menyatakan dirinya sebagai negara netral yang tidak akan pernah bergabung dengan blok militer NATO yang dipimpin AS.

Kiev menegaskan serangan Rusia benar-benar tidak beralasan dan membantah klaim pihaknya berencana merebut kembali kedua republik dengan paksa.

(sya)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1997 seconds (0.1#10.140)