Disebut Rezim Militer Tidak Sah oleh Prancis, Junta Myanmar Murka
loading...
A
A
A
YANGON - Junta Myanmar pada Senin (6/6/2022) menyatakan "kemarahannya yang paling besar" pada penghinaan diplomatik Prancis yang menggambarkannya sebagai pemerintah tidak sah. Junta memperingatkan hal itu dapat mengancam hubungan bilateral.
Pekan lalu, Junta mengatakan akan mengeksekusi seorang mantan anggota parlemen dari partai terguling Aung San Suu Kyi dan seorang aktivis demokrasi terkemuka. Jika terlaksana, ini akan menjadi eksekusi yudisial pertama negara itu dalam beberapa dasawarsa.
Pengumuman itu memicu kemarahan di antara kelompok-kelompok hak asasi manusia dan pemerintah negara-negara di dunia. Seruan untuk pembebasan mereka pun bermunculan.
Sebuah pernyataan yang mengutuk rencana eksekusi itu dikeluarkan oleh Kedutaan Besar Prancis di Yangon juga menyebut junta sebagai "rezim militer tidak sah". Pada hari Senin, Kementerian Luar Negeri Junta menyatakan "kemarahannya yang paling besar dan protes keras."
“Pernyataan itu benar-benar tidak dapat diterima oleh Pemerintah Myanmar. Pernyataan ini dapat berdampak negatif pada hubungan bilateral yang ada," sebut pernyataan Kementerian Luar Negeri Myanmar, seperti dikutip dari AFP.
Pernyataan itu juga mengecam Departemen Luar Negeri Amerika Serikat dan juru bicara Sekjen PBB atas "pernyataan mereka yang tidak bertanggung jawab dan sembrono" dalam kasus tersebut.
Pada Mei, junta mengancam akan menurunkan hubungan diplomatik dengan Australia setelah mengatakan Canberra tidak akan mengganti Duta Besarnya yang baru saja diberangkatkan ke negara yang dikelola militer itu.
Penurunan misi Inggris baru-baru ini di negara itu untuk menagih bisnis juga dikecam sebagai "tidak dapat diterima" oleh seorang juru bicara bulan lalu. Dijauhi oleh pemerintah Barat, junta telah beralih ke sekutu tradisional, termasuk Rusia dan China untuk mendapatkan dukungan.
Empat orang, termasuk mantan anggota parlemen Phyo Zeya Thaw dan aktivis demokrasi Ko Jimmy, akan digantung setelah banding mereka terhadap hukuman mati dicabut, kata juru bicara Junta, akhir pekan lalu. Tanggal eksekusi para terhukum belum diumumkan.
Junta telah menghukum mati puluhan aktivis anti-kudeta sebagai bagian dari tindakan kerasnya terhadap perbedaan pendapat setelah merebut kekuasaan tahun lalu. Tetapi, Myanmar belum melakukan eksekusi selama beberapa dekade.
Lihat Juga: 4 Negara Pelindung Israel yang Halau Rudal-rudal Iran ke Tel Aviv, Salah Satunya Mayoritas Muslim
Pekan lalu, Junta mengatakan akan mengeksekusi seorang mantan anggota parlemen dari partai terguling Aung San Suu Kyi dan seorang aktivis demokrasi terkemuka. Jika terlaksana, ini akan menjadi eksekusi yudisial pertama negara itu dalam beberapa dasawarsa.
Pengumuman itu memicu kemarahan di antara kelompok-kelompok hak asasi manusia dan pemerintah negara-negara di dunia. Seruan untuk pembebasan mereka pun bermunculan.
Sebuah pernyataan yang mengutuk rencana eksekusi itu dikeluarkan oleh Kedutaan Besar Prancis di Yangon juga menyebut junta sebagai "rezim militer tidak sah". Pada hari Senin, Kementerian Luar Negeri Junta menyatakan "kemarahannya yang paling besar dan protes keras."
“Pernyataan itu benar-benar tidak dapat diterima oleh Pemerintah Myanmar. Pernyataan ini dapat berdampak negatif pada hubungan bilateral yang ada," sebut pernyataan Kementerian Luar Negeri Myanmar, seperti dikutip dari AFP.
Pernyataan itu juga mengecam Departemen Luar Negeri Amerika Serikat dan juru bicara Sekjen PBB atas "pernyataan mereka yang tidak bertanggung jawab dan sembrono" dalam kasus tersebut.
Pada Mei, junta mengancam akan menurunkan hubungan diplomatik dengan Australia setelah mengatakan Canberra tidak akan mengganti Duta Besarnya yang baru saja diberangkatkan ke negara yang dikelola militer itu.
Penurunan misi Inggris baru-baru ini di negara itu untuk menagih bisnis juga dikecam sebagai "tidak dapat diterima" oleh seorang juru bicara bulan lalu. Dijauhi oleh pemerintah Barat, junta telah beralih ke sekutu tradisional, termasuk Rusia dan China untuk mendapatkan dukungan.
Empat orang, termasuk mantan anggota parlemen Phyo Zeya Thaw dan aktivis demokrasi Ko Jimmy, akan digantung setelah banding mereka terhadap hukuman mati dicabut, kata juru bicara Junta, akhir pekan lalu. Tanggal eksekusi para terhukum belum diumumkan.
Junta telah menghukum mati puluhan aktivis anti-kudeta sebagai bagian dari tindakan kerasnya terhadap perbedaan pendapat setelah merebut kekuasaan tahun lalu. Tetapi, Myanmar belum melakukan eksekusi selama beberapa dekade.
Lihat Juga: 4 Negara Pelindung Israel yang Halau Rudal-rudal Iran ke Tel Aviv, Salah Satunya Mayoritas Muslim
(esn)