Soal Konflik Ukraina-Rusia, Ini Posisi Arab Saudi

Selasa, 24 Mei 2022 - 21:58 WIB
loading...
Soal Konflik Ukraina-Rusia,...
Arab Saudi akan mempertahankan hubungan perdagangan yang luas dengan Ukraina dan Rusia. Foto/Ilustrasi
A A A
DAVOS - Arab Saudi akan mempertahankan hubungan perdagangan yang luas dengan Ukraina dan Rusia . Hal itu diungkapkan Menteri Ekonomi dan Perencanaan Arab Saudi Faisal Al-Ibrahim di sela-sela Forum Ekonomi Dunia di Davos, Swiss.

Berbicara kepada surat kabar Nikkei Jepang, Menteri Arab Saudi itu mengatakan sanksi Barat terhadap Rusia adalah "sepihak" dan akan tetap seperti itu.

Al-Ibrahim juga memuji peran Moskow dalam format OPEC+, yang menyatukan eksportir minyak utama.

Al-Ibrahim menjelaskan bahwa Riyadh tidak berencana untuk meningkatkan produksi minyak untuk menurunkan harga, menjelaskan bahwa negaranya saat ini fokus pada stabilitas pasokan daripada lebih banyak volume.

Dia berpendapat bahwa situasi di pasar energi internasional akan "jauh lebih buruk" jika bukan karena upaya OPEC seperti dikutip dari Russia Today, Selasa (24/5/2022).



Amerika Serikat (AS), Uni Eropa (UE) dan sekutu mereka telah menampar Moskow dengan sanksi yang belum pernah terjadi sebelumnya menyusul serangan militer Rusia di Ukraina. Pembatasan telah menargetkan sektor keuangan dan perbankan Rusia serta penerbangan dan industri luar angkasa. Banyak pejabat pemerintah, tokoh masyarakat dan pengusaha telah ditampar dengan sanksi pribadi.

AS dan Kanada telah melarang impor minyak Rusia, sementara UE masih memperdebatkan masalah ini. Tindakan itu, yang diharapkan akan dimasukkan dalam sanksi putaran keenam Brussels sejak dimulainya konflik, telah menghadapi perlawanan dari Hongaria.

Pada hari Selasa, Presiden Komisi Uni Eropa Ursula von der Leyen berpendapat bahwa blok tersebut terus membeli minyak Rusia yang seharusnya untuk mencegah Moskow membawanya ke pasar dunia dan mengambil untung dari melonjaknya harga.

Negara-negara lain enggan bergabung dengan dorongan sanksi Barat. China meningkatkan impor energinya dari Rusia pada bulan April. Menurut Bloomberg pembelian minyak, gas dan batu bara melonjak 75% bulan lalu.

India mengatakan dapat berinvestasi dalam proyek energi di Rusia yang ditinggalkan oleh perusahaan Barat seperti Exxon dan Shell. Di Eropa, Perdana Menteri Hongaria Viktor Orban membandingkan sanksi tersebut dengan bom nuklir, dengan alasan bahwa sanksi tersebut dapat menjadi bumerang dan menyebabkan kekurangan pangan dan migrasi massal.



Rusia melancarkan serangannya terhadap Ukraina pada akhir Februari, menyusul kegagalan Kiev untuk menerapkan persyaratan perjanjian Minsk, yang pertama kali ditandatangani pada 2014, dan akhirnya Moskow berujung pada pengakuan atas republik Donbass di Donetsk dan Lugansk.

Protokol yang diperantarai Jerman dan Prancis dirancang untuk memberikan status khusus kepada daerah-daerah yang memisahkan diri di dalam negara Ukraina.

Kremlin sejak itu menuntut agar Ukraina secara resmi menyatakan dirinya sebagai negara netral yang tidak akan pernah bergabung dengan blok militer NATO yang dipimpin AS.

Kiev menegaskan serangan Rusia benar-benar tidak beralasan dan membantah klaim bahwa pihaknya berencana untuk merebut kembali kedua republik dengan paksa.



(ian)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1835 seconds (0.1#10.140)