Kehidupan Seks Tentara Belanda Saat Menjajah Indonesia
loading...
A
A
A
JAKARTA - Belanda menjajah Indonesia dalam rentang waktu yang cukup lama. Cerita mengenai kehidupan selama penjajahan Belanda pun kerap dibagikan hingga saat ini.
Tak hanya tentang kekejaman Belanda, namun terdapat juga cerita tentang kehidupan seks para tentara Belanda saat menjajah Indonesia.
Dalam peraturan KNIL (Koninklijke Nederlandsch Indische Leger) atau Tentara Kerajaan Hindia Belanda memang disebutkan bahwa para tentara dilarang melakukan kunjungan ke tempat pelacuran.
Namun pada pelaksanaannya, tidak pernah ada pengawasan yang ketat atas aturan itu. Peraturan tersebut juga dinilai tak masuk akal.
Selain itu, pengaruh perang di Indonesia membuat para tentara dapat dengan mudah mencari pasangan untuk bercinta.
Mengingat pada saat itu kemiskinan kaum pribumi merajalela, sehingga praktik pelacuran pun merebak.
Gert Oostindie, profesor sejarah Universitas Leiden, dalam bukunya berjudul Soldaat in Indonesie 1945-1950: Getuggenissen van Oorlog Aan de Verkeerde Kant van de Geshciedenis, dikatakan bahwa banyak tentara Belanda yang jatuh cinta dan memacari para perempuan pribumi.
Namun tak menutup kemungkinan pula adanya hubungan yang berlandaskan perhitungan dan egoisme.
Terdapat pula fakta bahwa para tentara Belanda memacari para pembantu (babu) sampai hamil. Ketika perempuan pribumi itu hamil, ada sebagian tentara Belanda yang bertanggung jawab dengan menikahi, namun ada juga yang lepas dari tanggung jawab.
Tak dipungkiri, serdadu Belanda kerap melakukan kejahatan seksual kepada perempuan Indonesia. Aksi kejahatan seksual para serdadu Belanda terhadap perempuan Indonesia pun masih terekam dengan jelas oleh para tokoh saksi sejarah.
Salah satunya, J C Princen yang merupakan serdadu Belanda yang membelot ke TNI. Princen dulunya memiliki seorang kekasih bernama Asmuna.
Suatu ketika Asmuna datang mencari Princen ke markasnya yang berada di depan Istana Bogor. Namun bukannya diantarkan menemui Princen, Asmuna malah ditembak mati karena melawan saat dilecehkan oleh para petugas jaga.
Diketahui penembakan Asmuna itu lantaran dia berusaha untuk kabur karena dipaksa melayani nafsu para serdadu Belanda.
Tak hanya J C Princen saja yang menyaksikan kejahatan seksual tentara Belanda kepada perempuan Indonesia. Mayor Soegih Arto, Komandan Batalyon 22 Djaja Pangrerot Divisi Siliwangi, turut menjadi saksi.
Pada tahun 1948, dia melihat para serdadu Belanda mengumpulkan sejumlah perempuan lalu memperkosanya secara terbuka dan beramai-ramai.
Suara jeritan pun terdengar jelas dari para perempuan yang diperkosa. Namun, ia mengaku tidak bisa melakukan apa-apa lantaran pasukan Belanda tersebut lebih banyak dari segi jumlah pasukan dan persenjataan.
Dalam buku Bunga Rampai Perjuangan dan Pengorbanan Jilid III terbitan Legiun Veteran Republik Indonesia disebutkan bahwa ada seorang wakil dari penduduk Muara Labuh, Solok Selatan yang meminta pasukannya untuk melindungi desa dari keganasan serdadu Belanda.
Diketahui serdadu Belanda itu kerap kali datang untuk memperkosa dan membunuh para perempuan di desa mereka.
Pada satu insiden di Sulawesi Selatan tahun 1947, para tentara Belanda memperkosa perempuan-perempuan yang terlibat dalam aksi bawah tanah untuk melawan militer Belanda.
Tak hanya itu, kerap terjadi pula pelecehan dan penyiksaan oleh para serdadu Belanda.
Tak hanya tentang kekejaman Belanda, namun terdapat juga cerita tentang kehidupan seks para tentara Belanda saat menjajah Indonesia.
Dalam peraturan KNIL (Koninklijke Nederlandsch Indische Leger) atau Tentara Kerajaan Hindia Belanda memang disebutkan bahwa para tentara dilarang melakukan kunjungan ke tempat pelacuran.
Namun pada pelaksanaannya, tidak pernah ada pengawasan yang ketat atas aturan itu. Peraturan tersebut juga dinilai tak masuk akal.
Selain itu, pengaruh perang di Indonesia membuat para tentara dapat dengan mudah mencari pasangan untuk bercinta.
Mengingat pada saat itu kemiskinan kaum pribumi merajalela, sehingga praktik pelacuran pun merebak.
Gert Oostindie, profesor sejarah Universitas Leiden, dalam bukunya berjudul Soldaat in Indonesie 1945-1950: Getuggenissen van Oorlog Aan de Verkeerde Kant van de Geshciedenis, dikatakan bahwa banyak tentara Belanda yang jatuh cinta dan memacari para perempuan pribumi.
Namun tak menutup kemungkinan pula adanya hubungan yang berlandaskan perhitungan dan egoisme.
Terdapat pula fakta bahwa para tentara Belanda memacari para pembantu (babu) sampai hamil. Ketika perempuan pribumi itu hamil, ada sebagian tentara Belanda yang bertanggung jawab dengan menikahi, namun ada juga yang lepas dari tanggung jawab.
Tak dipungkiri, serdadu Belanda kerap melakukan kejahatan seksual kepada perempuan Indonesia. Aksi kejahatan seksual para serdadu Belanda terhadap perempuan Indonesia pun masih terekam dengan jelas oleh para tokoh saksi sejarah.
Salah satunya, J C Princen yang merupakan serdadu Belanda yang membelot ke TNI. Princen dulunya memiliki seorang kekasih bernama Asmuna.
Suatu ketika Asmuna datang mencari Princen ke markasnya yang berada di depan Istana Bogor. Namun bukannya diantarkan menemui Princen, Asmuna malah ditembak mati karena melawan saat dilecehkan oleh para petugas jaga.
Diketahui penembakan Asmuna itu lantaran dia berusaha untuk kabur karena dipaksa melayani nafsu para serdadu Belanda.
Tak hanya J C Princen saja yang menyaksikan kejahatan seksual tentara Belanda kepada perempuan Indonesia. Mayor Soegih Arto, Komandan Batalyon 22 Djaja Pangrerot Divisi Siliwangi, turut menjadi saksi.
Pada tahun 1948, dia melihat para serdadu Belanda mengumpulkan sejumlah perempuan lalu memperkosanya secara terbuka dan beramai-ramai.
Suara jeritan pun terdengar jelas dari para perempuan yang diperkosa. Namun, ia mengaku tidak bisa melakukan apa-apa lantaran pasukan Belanda tersebut lebih banyak dari segi jumlah pasukan dan persenjataan.
Dalam buku Bunga Rampai Perjuangan dan Pengorbanan Jilid III terbitan Legiun Veteran Republik Indonesia disebutkan bahwa ada seorang wakil dari penduduk Muara Labuh, Solok Selatan yang meminta pasukannya untuk melindungi desa dari keganasan serdadu Belanda.
Diketahui serdadu Belanda itu kerap kali datang untuk memperkosa dan membunuh para perempuan di desa mereka.
Pada satu insiden di Sulawesi Selatan tahun 1947, para tentara Belanda memperkosa perempuan-perempuan yang terlibat dalam aksi bawah tanah untuk melawan militer Belanda.
Tak hanya itu, kerap terjadi pula pelecehan dan penyiksaan oleh para serdadu Belanda.
(sya)