Peneliti Temukan Penyebab Es di Greenland Mencair Secara Misterius

Sabtu, 25 April 2020 - 10:17 WIB
loading...
Peneliti Temukan Penyebab...
Para peneliti menemukan lembaran es di Greenland telah mencair dalam jumlah fantastis tapi bukan karena pemanasan global. Foto/Istimewa
A A A
PARA peneliti menemukan lembaran es di Greenland telah mencair dalam jumlah fantastis tapi bukan karena pemanasan global. Pola sirkulasi atmosfer menjadi penyebab hilangnya miliaran ton es tersebut. Hal ini menjadi tambahan analisa para peneliti dalam menentukan faktor hilangnya es di masa depan.

Pola perubahan iklim seringkali diproyeksikan sebagaipencairan lapisan es di Greenland di masa depan. Para peneliti jarang memperhitungkan terjadinya pola sirkulasi atmosfer yang dapat menghilangkan es tersebut.

Penelitian menggunakan data satelit, pengukuran tanah, dan model iklim digunakan untuk menentukan perubahan yang terjadi pada lapisan es di Greenland. Itu digunakan sepanjang tahun hingga 2019 lalu.

Para peneliti menemukan bahwa jumlah lapisan es di Greenland pada 2019 menurun drastis. Penurunan itu dikatakan sebagai yang terburuk kedua setelah sebelumnya terjadi pada 2012, yang menurunkan keseimbangan massa permukaan sejak pencatatan pada 1948.

Peneliti Temukan Penyebab Es di Greenland Mencair Secara Misterius


Keseimbangan massa permukaan memperhitungkan kenaikan jumlah es. Lembaran massa es dapat diketahui dari turunnya salju hingga kerugian akibat limpasan air yang meleleh di permukaan.

“Anda dapat melihat tabungan massal (es) di Greenland sebagai rekening bank Anda. Dalam beberapa periode Anda menghabiskan lebih banyak dan dalam beberapa periode Anda mendapatkan lebih banyak. Jika Anda menghabiskan terlalu banyak, Anda menjadi negatif. Inilah yang terjadi pada Greenland baru-baru ini,” kata peneliti Universitas Columbia Marco Tedesco, dikutip dari Scitechdaily.

Tahun 2019, neraca massa permukaan es mengalami penurunan sekitar 320 miliar ton di bawah rata-rata sejak 1981-2010. Penurunan itu adalah yang terbesar sejak pencatatan dimulai pada 1948.
Antara 1981-2010, perkembangan massa es permukaan naik sekitar 375 miliar ton es pertahun. Namun pada 2019, kenaikan massa es permukaan hanya mendekati angka 50 miliar ton. Mungkin angka tersebut masih terdengar seperti berita bagus untuk lapisan es.

Rekan Tedesco, Xavier Fettweis, menjelaskan bahwa itu bukan karena faktor lain. Lapisan es itu juga menumpahkan ratusan miliar ton ketika gunung es pecah ke lautan.

Dalam kondisi tidak stabil, yang harus dijaga adalah keseimbangan massa es permukaan. Tingginya es di permukaan sangat berpengaruh terhadap jumlah es yang hilang ketika gunung es mati.

Secara keseluruhan, Greenland telah kehilangan lapisan es sekitar 600 miliar ton pada 2019. Angka tersebut mewakili kenaikan permukaan laut sekitar 1,5 mm.

Sebelum kejadian ini, tahun 2012 adalah tahun terburuk Greenland untuk menjaga keseimbangan massa permukaan. Kerugian yang dialami mencapai 310 miliar ton dibandingkan dengan baseline 1981-2010.

Pertanyaan besar para peneliti adalah mengapa Greenland kehilangan begitu banyak es pada tahun lalu? Pada hal, suhu musim panas tahun 2012 lebih tinggi.

Tedesco dan Fettweis akhirnya menemukan jawaban dari banyaknya es yang hilang. Mereka menganalisis bahwa hilangnya es terjadi karena tekanan tinggi (disebut kondisi antiklonik) yang berlaku di atas Greenland untuk periode waktu sangat lama dan terjadi pada 2019.

Kondisi tekanan tinggi menghambat pembentukan awan di bagian selatan Greenland. Ini membuat langit cerah membiarkan lebih banyak sinar matahari mencairkan permukaan lapisan es.

Dengan awan yang lebih sedikit, terdapat sekitar 50 miliar ton salju yang menutupi permukaan. Ini lebih sedikit daripada biasanya. Kurangnya salju juga meningkatkan penyerapan panas sinar matahari lebih banyak pada es.

Salju memiliki sifat yang sedikit berbeda dengan es padat di Greenland. Es tidak memantulkan sinar matahari sebanyak salju dan es menyerap lebih banyak panas yang berakibat pada pencairan dan limpasan.

Bagian utara dan barat Greenland memiliki kondisi yang berbeda, tetapi tidak lebih baik satu sama lain. Pengaruh sistem tekanan tinggi yang berputar searah jarum jam mengakibatkan keluarnya udara hangat dan lembap dari garis lintang yang lebih rendah dan menyalurkannya ke Greenland.

“Bayangkan pusaran ini berputar di bagian selatan Greenland dan itu benar-benar menyedot kelembapan dan panas Kota New York dan membuangnya di Kutub Utara, di sepanjang pantai barat Greenland,” kata Tedesco.

Dia menambahkan bahwa lebih banyak uap air dan lebih banyak energi akan mempromosikan pembentukan awan dibagian utara. Namun, awan tidak sepenuhnya akan menurunkan salju.

Awan-awan hangat dan lembap ini justru menjebak panas yang biasanya memancar dari es dan menciptakan efek rumah kaca skala kecil. Awanjuga memancarkan panasnya sendiri yang dapat memperburuk dan mempercepat pencairan es.

Melalui efek gabungan ini, kondisi atmosfer pada musim panas 2019 menyebabkan hilangnya massa tahunan tertinggi dari permukaan Greenland sejak pencatatan dimulai. Tedesco dan Fettweis menggunakan bantuan jaringan saraf tiruan.

Mereka menemukan bahwa sejumlah besar hari pada 2019 memiliki kondisi atmosfer bertekanan tinggi dan belum pernah terjadi sebelumnya. Musim panas tahun 2012 juga salah satu tahun terburuk di Greenland yang juga mengalami kondisi antiklonik.

“Kondisi atmosfer ini menjadi lebih sering terjadi selama beberapa dekade terakhir. Ini sangat mungkin disebabkan runtuhan aliran jet, yang kami pikir terkait dengan hilangnya penutup salju di Siberia, hilangnya es laut, dan perbedaan suhu yang meningkat di Kutub Utara versus garis lintang pertengahan,” beber Tedesco.

Dengan kata lain, perubahan iklim dapat membuat kondisi atmosfer tekanan tinggi lebih merusak di Greenland. Model iklim global saat ini tidakdapat menangkap efek dari aliran jet yang lebihberat.

“Memahami dampak perubahan sirkulasiatmosfer akan sangat penting untuk mening kat -kan proyeksi seberapa banyak air yang akan mem -banjiri lautan di masa depan,” ungkap Tedesco. (Fandy)
(ysw)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.0896 seconds (0.1#10.140)