Dunia Fokus Perang Rusia-Ukraina, Australia Diserukan Invasi Kepulauan Solomon
loading...
A
A
A
CANBERRA - Ketika dunia sedang fokus pada perang Rusia-Ukraina, Australia diserukan untuk menginvsi Kepulauan Solomon dan menggulingkan pemerintahnya. Seruan itu untuk menghentikan rencana China mendirikan Pangkalan Angkatan Laut di negara Pasifik tersebut.
David Llewellyn-Smith, penerbit pendiri MacroBusiness dan mantan pemilik jurnal The Diplomat, mengatakan: "Ini adalah 'krisis rudal Kuba Australia'."
Dia dengan dingin memperingatkan Pangkalan Angkatan Laut China di Kepulauan Solomon akan menjadi akhir yang efektif dari kedaulatan dan demokrasi Australia.
Dalam krisis tahun 1962, dunia berada di ambang Armageddon ketika Uni Soviet mengerahkan rudal nuklir ke Kuba di depan pintu selatan Amerika.
Peringatan Llewellyn-Smith itu muncul karena bocoran draf “kerangka perjanjian” antara China dan Kepulauan Solomon, yang beredar secara online pada hari Kamis.
Berdasarkan perjanjian tersebut, yang telah mengirimkan gelombang kejut terhadap Canberra, China akan mendapatkan pelabuhan untuk Angkatan Laut-nya kurang dari 2000 kilometer dari garis pantai Australia.
“China akan memarkir sebuah kapal induk stasioner yang sangat besar dalam jarak serang langsung dari setiap kota di Australia timur,” tulis Llewellyn-Smith dalam artikel yang provokatif pada hari Jumat (25/3/2022).
“Tidak mungkin Australia membiarkan kesepakatan ini berlanjut. Jika harus, bangsa [ini] harus menyerang dan merebut Guadalcanal sedemikian rupa sehingga kita merekayasa perubahan rezim di Honiara. Ada tuas soft power lain yang harus ditarik terlebih dahulu dan kita harus menariknya dengan kuat. Tetapi kita juga harus segera mulai mengumpulkan kekuatan invasi amfibi untuk menambah tekanan," paparnya.
Pada tahun 2020, Beijing merilis daftar 14 keluhan yang diklaimnya “meracuni hubungan bilateral” dengan Australia—di antaranya keputusan untuk melarang Huawei dari peluncuran jaringan 5G, undang-undang campur tangan asing, dan menyerukan penyelidikan tentang asal-usul COVID-19.
David Llewellyn-Smith, penerbit pendiri MacroBusiness dan mantan pemilik jurnal The Diplomat, mengatakan: "Ini adalah 'krisis rudal Kuba Australia'."
Dia dengan dingin memperingatkan Pangkalan Angkatan Laut China di Kepulauan Solomon akan menjadi akhir yang efektif dari kedaulatan dan demokrasi Australia.
Dalam krisis tahun 1962, dunia berada di ambang Armageddon ketika Uni Soviet mengerahkan rudal nuklir ke Kuba di depan pintu selatan Amerika.
Peringatan Llewellyn-Smith itu muncul karena bocoran draf “kerangka perjanjian” antara China dan Kepulauan Solomon, yang beredar secara online pada hari Kamis.
Berdasarkan perjanjian tersebut, yang telah mengirimkan gelombang kejut terhadap Canberra, China akan mendapatkan pelabuhan untuk Angkatan Laut-nya kurang dari 2000 kilometer dari garis pantai Australia.
“China akan memarkir sebuah kapal induk stasioner yang sangat besar dalam jarak serang langsung dari setiap kota di Australia timur,” tulis Llewellyn-Smith dalam artikel yang provokatif pada hari Jumat (25/3/2022).
“Tidak mungkin Australia membiarkan kesepakatan ini berlanjut. Jika harus, bangsa [ini] harus menyerang dan merebut Guadalcanal sedemikian rupa sehingga kita merekayasa perubahan rezim di Honiara. Ada tuas soft power lain yang harus ditarik terlebih dahulu dan kita harus menariknya dengan kuat. Tetapi kita juga harus segera mulai mengumpulkan kekuatan invasi amfibi untuk menambah tekanan," paparnya.
Pada tahun 2020, Beijing merilis daftar 14 keluhan yang diklaimnya “meracuni hubungan bilateral” dengan Australia—di antaranya keputusan untuk melarang Huawei dari peluncuran jaringan 5G, undang-undang campur tangan asing, dan menyerukan penyelidikan tentang asal-usul COVID-19.