Kiev: Invasi Rusia Tak Akan Terjadi Jika Ukraina Miliki Senjata Nuklir
loading...
A
A
A
KIEV - Invasi Rusia tidak akan terjadi jika Ukraina tidak menyerahkan senjata nuklirnya pada 1990-an. Demikian disampaikan penasihat wakil perdana menteri Ukraina, Svitlana Zalishchuk.
Ukraina pernah menjadi kekuatan nuklir terbesar ketiga di dunia dengan mewarisi sekitar 5.000 hulu ledak nuklir Uni Soviet setelah negara itu menyatakan merdeka.
Pada tahun 1994, Ukraina menyerahkan semua senjata nuklir warisan itu, dan sebagai gantinya, kekuatan dunia termasuk Rusia berjanji untuk tidak melanggar keamanannya.
Ukraina menandatangani Memorandum Budapest ketika bergabung dengan Perjanjian Non-Proliferasi Nuklir global. Memorandum itu berbunyi: "Rusia, Inggris dan AS menegaskan kembali kewajiban mereka untuk menahan diri dari ancaman atau penggunaan kekuatan terhadap integritas teritorial atau kemerdekaan politik Ukraina".
Ditanya apakah Ukraina membuat kesalahan dalam menyetujui memorandum untuk menyerahkan semua senjata nuklirnya, Svitlana Zalishchuk, yang merupakan penasihat kebijakan luar negeri wakil perdana menteri Ukraina untuk integrasi Eropa, mengatakan kepada Sky News: "Ya, tanpa keraguan."
"Jika kami adalah pemilik senjata nuklir saat ini, saya pikir perang ini tidak akan dimulai, tragedi ini tidak akan dialami oleh bangsa saya," ujarnya, yang dilansir Sabtu (5/3/2022).
Dia mengatakan kekuatan dunia yang memiliki senjata nuklir "tak tersentuh"."Dan tidak ditantang dengan kekuatan militer karena perang nuklir adalah bahaya bagi seluruh dunia," katanya.
"Karena secara sukarela kami menyerahkan senjata nuklir kami dan Memorandum Budapest telah diabaikan, kami menemukan diri kami dalam situasi yang kami hadapi," katanya.
"Jika ada satu negara di dunia ini, di Eropa saat ini, yang dapat menuntut jaminan keamanan, itu adalah Ukraina, tepatnya karena kami menyerahkan senjata nuklir kami, tepatnya karena kami menerima jaminan ini dari kekuatan terkuat di dunia bahwa mereka akan melindungi kami jika terjadi sesuatu," paparnya.
Beyza Unal, wakil direktur program keamanan internasional di lembaga think tank Chatham House, mengatakan dia memahami mengapa Ukraina mungkin merasa "dikhianati" tetapi mengatakan memorandum itu memberi negara mereka "assurances"—bukan "guarantee"—yang tidak mengikat secara hukum dan tidak ada mekanisme penegakan.
Ukraina pernah menjadi kekuatan nuklir terbesar ketiga di dunia dengan mewarisi sekitar 5.000 hulu ledak nuklir Uni Soviet setelah negara itu menyatakan merdeka.
Pada tahun 1994, Ukraina menyerahkan semua senjata nuklir warisan itu, dan sebagai gantinya, kekuatan dunia termasuk Rusia berjanji untuk tidak melanggar keamanannya.
Ukraina menandatangani Memorandum Budapest ketika bergabung dengan Perjanjian Non-Proliferasi Nuklir global. Memorandum itu berbunyi: "Rusia, Inggris dan AS menegaskan kembali kewajiban mereka untuk menahan diri dari ancaman atau penggunaan kekuatan terhadap integritas teritorial atau kemerdekaan politik Ukraina".
Ditanya apakah Ukraina membuat kesalahan dalam menyetujui memorandum untuk menyerahkan semua senjata nuklirnya, Svitlana Zalishchuk, yang merupakan penasihat kebijakan luar negeri wakil perdana menteri Ukraina untuk integrasi Eropa, mengatakan kepada Sky News: "Ya, tanpa keraguan."
"Jika kami adalah pemilik senjata nuklir saat ini, saya pikir perang ini tidak akan dimulai, tragedi ini tidak akan dialami oleh bangsa saya," ujarnya, yang dilansir Sabtu (5/3/2022).
Dia mengatakan kekuatan dunia yang memiliki senjata nuklir "tak tersentuh"."Dan tidak ditantang dengan kekuatan militer karena perang nuklir adalah bahaya bagi seluruh dunia," katanya.
"Karena secara sukarela kami menyerahkan senjata nuklir kami dan Memorandum Budapest telah diabaikan, kami menemukan diri kami dalam situasi yang kami hadapi," katanya.
"Jika ada satu negara di dunia ini, di Eropa saat ini, yang dapat menuntut jaminan keamanan, itu adalah Ukraina, tepatnya karena kami menyerahkan senjata nuklir kami, tepatnya karena kami menerima jaminan ini dari kekuatan terkuat di dunia bahwa mereka akan melindungi kami jika terjadi sesuatu," paparnya.
Beyza Unal, wakil direktur program keamanan internasional di lembaga think tank Chatham House, mengatakan dia memahami mengapa Ukraina mungkin merasa "dikhianati" tetapi mengatakan memorandum itu memberi negara mereka "assurances"—bukan "guarantee"—yang tidak mengikat secara hukum dan tidak ada mekanisme penegakan.