Setelah Invasi, Inggris Tuduh Rusia Rencanakan Kudeta di Kota-kota Besar Ukraina
loading...
A
A
A
LONDON - Mata-mata Inggris percaya para agen dan penyabotase yang didukung Rusia sedang menyusun rencana untuk melancarkan pemberontakan di seluruh Ukraina setelah invasi habis-habisan.
Tuduhan terbaru itu disampaikan kepada media oleh beberapa pejabat Inggris secara anonim.
The Guardian melaporkan pada Minggu (13/2/2022) bahwa intelijen Inggris mengklaim Moskow memiliki rencana dua langkah untuk mempengaruhi perubahan rezim di seluruh Ukraina.
“Pertama, angkatan bersenjata akan menyerbu dan menyerang target militer, kemudian mengepung ibu kota Kiev dan mungkin kota-kota besar lainnya, sebelum mengirim agen FSB, agen penerus KGB, untuk mengangkat kepemimpinan pro-Rusia,” papar laporan The Guardian.
Menurut laporan itu, Inggris percaya rencana semacam itu akan dilakukan untuk menghindari "perang perkotaan berdarah dan berisiko tinggi" setelah invasi. Namun, tidak ada bukti untuk mendukung dugaan yang diberikan.
Para pemimpin Barat telah memperingatkan selama berbulan-bulan bahwa Rusia dapat merencanakan invasi ke Ukraina, meskipun Moskow berulang kali menolak tuduhan itu.
Sementara itu, badan intelijen Amerika Serikat (AS) dan Inggris telah membocorkan serangkaian laporan yang menuduh berbagai rencana tindakan agresif di Ukraina dari pihak Rusia.
Awal bulan ini, AS mengklaim Moskow sedang merencanakan “serangan palsu oleh militer Ukraina atau pasukan intelijen” terhadap “wilayah kedaulatan Rusia” atau “orang-orang yang berbahasa Rusia,” sebagai dalih untuk invasi.
Barat menyebut ini akan melibatkan pembuatan film "video propaganda yang sangat grafis, yang akan mencakup mayat dan aktor yang akan menggambarkan pelayat dan gambar lokasi yang hancur."
Tidak ada bukti yang disajikan untuk menunjukkan Rusia memiliki rencana semacam itu, dan kedutaan Moskow di Washington membandingkan tuduhan itu dengan klaim palsu mantan menteri luar negeri Colin Powell pada 2003 bahwa Presiden Irak Saddam Hussein memiliki senjata biologis, yang merupakan bagian dari pembenaran invasi Amerika akhir tahun itu.
Demikian juga, pada Desember, Menteri Pertahanan Rusia Sergey Shoigu mengklaim perusahaan militer swasta Amerika sedang mempersiapkan serangan bendera palsu menggunakan senjata kimia di timur Ukraina yang dilanda konflik. Namun, dia tidak memberikan rincian lebih lanjut atau bukti untuk mendukung klaim tersebut.
Politico melaporkan bulan ini bahwa beberapa pejabat intelijen dan keamanan nasional AS telah menyatakan keraguan atas strategi Presiden Joe Biden untuk merilis laporan intelijen reguler ke publik, karena khawatir deklasifikasi dapat merusak kredibilitas Washington jika ternyata salah.
Juru bicara Departemen Luar Negeri (Deplu) AS Ned Price juga menghadapi teguran dari wartawan ketika dia naik ke podium untuk menyatakan klaim bahwa video propaganda sedang dibuat, dengan seorang reporter dari Associated Press juga menyamakannya dengan malfungsi intelijen sebelumnya bahwa ada “senjata perusak massal (WMD) di Irak ” atau “Kabul tidak akan jatuh” ke tangan Taliban.
Tuduhan terbaru itu disampaikan kepada media oleh beberapa pejabat Inggris secara anonim.
The Guardian melaporkan pada Minggu (13/2/2022) bahwa intelijen Inggris mengklaim Moskow memiliki rencana dua langkah untuk mempengaruhi perubahan rezim di seluruh Ukraina.
“Pertama, angkatan bersenjata akan menyerbu dan menyerang target militer, kemudian mengepung ibu kota Kiev dan mungkin kota-kota besar lainnya, sebelum mengirim agen FSB, agen penerus KGB, untuk mengangkat kepemimpinan pro-Rusia,” papar laporan The Guardian.
Menurut laporan itu, Inggris percaya rencana semacam itu akan dilakukan untuk menghindari "perang perkotaan berdarah dan berisiko tinggi" setelah invasi. Namun, tidak ada bukti untuk mendukung dugaan yang diberikan.
Para pemimpin Barat telah memperingatkan selama berbulan-bulan bahwa Rusia dapat merencanakan invasi ke Ukraina, meskipun Moskow berulang kali menolak tuduhan itu.
Sementara itu, badan intelijen Amerika Serikat (AS) dan Inggris telah membocorkan serangkaian laporan yang menuduh berbagai rencana tindakan agresif di Ukraina dari pihak Rusia.
Awal bulan ini, AS mengklaim Moskow sedang merencanakan “serangan palsu oleh militer Ukraina atau pasukan intelijen” terhadap “wilayah kedaulatan Rusia” atau “orang-orang yang berbahasa Rusia,” sebagai dalih untuk invasi.
Barat menyebut ini akan melibatkan pembuatan film "video propaganda yang sangat grafis, yang akan mencakup mayat dan aktor yang akan menggambarkan pelayat dan gambar lokasi yang hancur."
Tidak ada bukti yang disajikan untuk menunjukkan Rusia memiliki rencana semacam itu, dan kedutaan Moskow di Washington membandingkan tuduhan itu dengan klaim palsu mantan menteri luar negeri Colin Powell pada 2003 bahwa Presiden Irak Saddam Hussein memiliki senjata biologis, yang merupakan bagian dari pembenaran invasi Amerika akhir tahun itu.
Demikian juga, pada Desember, Menteri Pertahanan Rusia Sergey Shoigu mengklaim perusahaan militer swasta Amerika sedang mempersiapkan serangan bendera palsu menggunakan senjata kimia di timur Ukraina yang dilanda konflik. Namun, dia tidak memberikan rincian lebih lanjut atau bukti untuk mendukung klaim tersebut.
Politico melaporkan bulan ini bahwa beberapa pejabat intelijen dan keamanan nasional AS telah menyatakan keraguan atas strategi Presiden Joe Biden untuk merilis laporan intelijen reguler ke publik, karena khawatir deklasifikasi dapat merusak kredibilitas Washington jika ternyata salah.
Juru bicara Departemen Luar Negeri (Deplu) AS Ned Price juga menghadapi teguran dari wartawan ketika dia naik ke podium untuk menyatakan klaim bahwa video propaganda sedang dibuat, dengan seorang reporter dari Associated Press juga menyamakannya dengan malfungsi intelijen sebelumnya bahwa ada “senjata perusak massal (WMD) di Irak ” atau “Kabul tidak akan jatuh” ke tangan Taliban.
(sya)