PM Inggris soal Krisis Ukraina: Beberapa Hari ke Depan Momen Paling Berbahaya
loading...
A
A
A
BRUSSELS - Perdana Menteri (PM) Inggris Boris Johnson pada Kamis (10/2/2022) mengatakan beberapa hari ke depan bisa menjadi momen paling berbahaya dalam krisis keamanan terbesar di Eropa selama beberapa dekade. Komentarnya itu merujuk kekhawatiran atas kemungkinan invasi Rusia ke Ukraina .
Moskow saat ini menggelar latihan perang di Belarusia. Namun, PM Johnson yakin Moskow belum memutuskan apakah akan menyerang Ukraina.
Rusia, yang memiliki lebih dari 100.000 tentara di perbatasan Ukraina, membantah tuduhan negara-negara Barat bahwa mereka berencana untuk menyerang tetangganya.
Namun, Moskow menegaskan bahwa pihaknya dapat mengambil tindakan "teknis-militer" yang tidak ditentukan kecuali tuntutannya terhadap Amerika Serikat (AS) dan NATO dipenuhi.
"Sejujurnya saya tidak berpikir keputusan telah diambil oleh Moskow tentang apakah akan menyerang [Kiev]," kata Johnson kepada wartawan di markas besar aliansi militer NATO di Brussels bersama Sekretaris Jenderal Jens Stoltenberg, sebagaimana dikutip Reuters.
"Itu tidak berarti bahwa tidak mungkin sesuatu yang benar-benar bencana bisa terjadi dalam waktu dekat. Dan intelijen kami, saya takut untuk mengatakan tetap suram," kata Johnson.
"Ini mungkin saat yang paling berbahaya, menurut saya, dalam beberapa hari ke depan, dalam krisis keamanan terbesar yang dihadapi Eropa selama beberapa dekade, dan kita harus memperbaikinya. Dan saya pikir itu kombinasi sanksi dan tekad militer, ditambah diplomasi adalah apa yang ada," paparnya.
Dorongan diplomatik Inggris datang ketika Johnson sedang bergulat dengan krisis politik domestik terburuk dari jabatan perdana menterinya, yakni penyelidikan polisi terhadap pesta di Downing Street saat lockdown yang telah menyebabkan beberapa anggota Parlemen dari Partai Konservatif menyerukan agar dia mengundurkan diri.
Itu mengikuti diplomasi antar-jemput dari Presiden Prancis Emmanuel Macron, yang mengunjungi Moskow dan Kiev awal pekan ini.
Berbeda dengan para pemimpin AS dan Inggris, Macron telah mengecilkan kemungkinan invasi Rusia segera terjadi.
Moskow saat ini menggelar latihan perang di Belarusia. Namun, PM Johnson yakin Moskow belum memutuskan apakah akan menyerang Ukraina.
Rusia, yang memiliki lebih dari 100.000 tentara di perbatasan Ukraina, membantah tuduhan negara-negara Barat bahwa mereka berencana untuk menyerang tetangganya.
Namun, Moskow menegaskan bahwa pihaknya dapat mengambil tindakan "teknis-militer" yang tidak ditentukan kecuali tuntutannya terhadap Amerika Serikat (AS) dan NATO dipenuhi.
"Sejujurnya saya tidak berpikir keputusan telah diambil oleh Moskow tentang apakah akan menyerang [Kiev]," kata Johnson kepada wartawan di markas besar aliansi militer NATO di Brussels bersama Sekretaris Jenderal Jens Stoltenberg, sebagaimana dikutip Reuters.
"Itu tidak berarti bahwa tidak mungkin sesuatu yang benar-benar bencana bisa terjadi dalam waktu dekat. Dan intelijen kami, saya takut untuk mengatakan tetap suram," kata Johnson.
"Ini mungkin saat yang paling berbahaya, menurut saya, dalam beberapa hari ke depan, dalam krisis keamanan terbesar yang dihadapi Eropa selama beberapa dekade, dan kita harus memperbaikinya. Dan saya pikir itu kombinasi sanksi dan tekad militer, ditambah diplomasi adalah apa yang ada," paparnya.
Dorongan diplomatik Inggris datang ketika Johnson sedang bergulat dengan krisis politik domestik terburuk dari jabatan perdana menterinya, yakni penyelidikan polisi terhadap pesta di Downing Street saat lockdown yang telah menyebabkan beberapa anggota Parlemen dari Partai Konservatif menyerukan agar dia mengundurkan diri.
Itu mengikuti diplomasi antar-jemput dari Presiden Prancis Emmanuel Macron, yang mengunjungi Moskow dan Kiev awal pekan ini.
Berbeda dengan para pemimpin AS dan Inggris, Macron telah mengecilkan kemungkinan invasi Rusia segera terjadi.