Kisah Pria Kanibal Jepang: Perkosa Mayat Wanita, Memakannya dan Jadi Bintang Porno

Senin, 31 Januari 2022 - 10:39 WIB
loading...
Kisah Pria Kanibal Jepang: Perkosa Mayat Wanita, Memakannya dan Jadi Bintang Porno
Issei Sagawa, pria kanibal asal Jepang yang membunuh teman kuliahnya, memerkosa jasadnya dan mamakan tubuhnya. Anehnya, dia lolos dari hukuman penjara dan justru menjadi bintang film dewasa. Foto/Channel 9 via news.com.au
A A A
TOKYO - Pria kanibal asal Jepang ini telah membunuh teman perempuan kuliahnya, kemudian memerkosa mayat korban, memutilasi dan memakan tubuhnya. Anehnya, dia lolos dari hukuman penjara dan justru menjadi bintang film porno di negaranya.

Pria tersebut bernama Issei Sagawa. Kisahnya menjadi kanibal dimulai ketika kuliah di Prancis pada tahun 1977.

Sagawa saat itu kuliah di Universitas Sorbonne, kampus bergengsi di Paris untuk belajar bahasa dan sastra. Korban yang dikanibal adalah teman sekelasnya, Renee Hartevelt, mahasiswi asal Belanda.

Ketika polisi Prancis menanyai Issei Sagawa tentang pembunuhan Hartevelt pada saat itu, dia dengan dingin menjawab: "Saya membunuhnya untuk memakan dagingnya."



Yang terjadi selanjutnya adalah salah satu kasus kejahatan paling mengganggu yang pernah tercatat di Prancis.

Sagawa, seperti dikutip The Sun, Senin (31/1/2022), tidak pernah menjalani hukuman penjara dan bahkan menjadi selebriti di negara asalnya, termasuk menjadi bintang film porno.

Lahir pada tahun 1949 di Kobe, Jepang, Sagawa mengeklaim bahwa dia pertama kali berfantasi tentang memakan daging manusia ketika dia baru berusia enam tahun.

Kisah favoritnya sebagai seorang anak adalah "Hansel and Gretel", dan dia bahkan ingat pernah menatap paha teman sekelasnya di sekolah dasar dan berpikir: “Mmm, itu terlihat enak”.

Seiring bertambahnya usia, fantasi kanibalistiknya mengambil komponen seksual, dan dia mulai berfantasi tentang memakan daging wanita, terutama selebritas Barat seperti aktris Grace Kelly.

Pada usia 23 tahun, dia pertama kali mencoba untuk mewujudkan keinginannya ketika dia masuk ke apartemen seorang wanita muda Jerman di Tokyo.

Untungnya, wanita itu bangun sebelum serangan terjadi dan mampu mengalahkan Sagawa yang tubuhnya setinggi 4 kaki 9 inci (144 cm).

Ketika polisi menangkapnya, Sagawa mengeklaim bahwa dia bermaksud untuk melakukan pelecehan seksual terhadap wanita itu. Dia meyakinkan polisi bahwa wanita itu akan diperlakukan lebih lembut ketimbang dia berterus terang ingin memakannya.

Ayahnya yang kaya membayar wanita muda itu untuk membatalkan tuduhan percobaan penyerangan seksual, dan Sagawa bebas.

Pada tahun 1977, Sagawa yang berusia 28 tahun diterima di Universitas Sorbonne yang bergengsi di Paris untuk belajar bahasa dan sastra.

Di sanalah dia menjalin persahabatan dengan mahasiswi asal Belanda; Renee Hartevelt (25). Sagawa secara teratur mengunjungi apartemen temannya itu untuk memberinya pelajaran bahasa Jerman.

Tapi Sagawa "termakan" oleh keinginannya yang memuakkan. Dia membeli senapan dengan tujuan membunuh Hartevelt yang tubuhnya setinggi 5 kaki 11 inci (180 cm) dan mengkanibal tubuhnya.

Sagawa sering mempekerjakan pekerja seks dan membawa mereka kembali ke apartemennya dengan tujuan untuk membunuh dan memakan mereka, tetapi setiap kali dia tidak bisa memaksakan diri untuk melakukan kejahatannya.

Pada malam 11 Juni 1981, ketika pria berusia 25 tahun itu mengunjungi apartemen Hartevelt untuk makan malam, Sagawa merangkak di belakangnya saat dia sedang membaca puisi dan menembak lehernya.

Sagawa mengaku secara singkat merasa menyesal atas pembunuhan itu, kemudian mengingat: "Saya berpikir untuk memanggil ambulans, tetapi kemudian saya berpikir, 'Tunggu, jangan bodoh'."

“'Anda telah memimpikan hal ini selama 32 tahun dan sekarang benar-benar terjadi!’”

Dia kemudian terlibat dalam beberapa hari kekerasan yang benar-benar mengerikan, memerkosa mayat Hartevelt sebelum memakan bagian-bagian dagingnya.

Sebagian daging korban dia makan mentah, sementara sebagian lagi dia masak sebelum dikonsumsi.

Selama dua hari berikutnya, Sagawa memakan sebagian dari payudara, betis, bibir, dan paha Hartevelt, sampai memutuskan sudah waktunya untuk membuang jenazahnya.

Dia membeli dua koper besar dan meletakkan bagian tubuh korban di dalamnya sebelum memanggil taksi.

Sopir taksi tidak mengetahui bahwa koper berat Sagawa berisi mayat saat dia membantunya. Sang sopir mengantarnya ke taman terdekat.

Saat dia mencoba untuk membuang koper berisi tubuh Hartevelt di Taman Bois de Boulogne, dua pelari yang ketakutan melihat darah menetes dan memberi tahu polisi.

Polisi dipanggil dan dapat mengaitkan kasus itu ke Sagawa dengan bantuan sopir taksi.

Di samping apartemen tempat pembunuhan terjadi, polisi menemukan sisa-sisa makanan termasuk daging manusia yang dimasak serta kartu identitas berfoto Hartevelt.

Sagawa kemudian ditangkap dan ditahan di Prancis selama dua tahun di mana psikolog memeriksanya.

Seperti yang terjadi pada tahun 1972, ayahnya yang kaya turun tangan dan, dengan bantuan seorang pengacara terkemuka, Sagawa dinyatakan gila secara hukum dan tidak layak untuk diadili.

Dia menghabiskan empat tahun berikutnya di unit psikiatri keamanan maksimum Prancis. Selama waktu itu dia terkenal menulis dan mengilustrasikan sebuah novel; "In The Fog".

Buku itu menceritakan kisah tentang seorang pria yang membunuh seorang wanita, memerkosa mayatnya, dan memakan potongan dagingnya, membuat banyak orang menyimpulkan bahwa itu adalah kisah nyata kejahatannya.

Pada tahun 1985, foto-foto tempat kejadian yang mengerikan dari pembunuhan dan mutilasi Hartevelt bocor ke pers dan diterbitkan di majalah Prancis yang populer.

Kemarahan atas publikasi itu menyebabkan satu reporter ditangkap dan 200.000 eksemplar majalah disita oleh pihak berwenang.

Setelah dideportasi kembali ke Jepang setelah mendapat reaksi keras atas novel "In The Fog", Sagawa dikirim ke rumah sakit Tokyo untuk evaluasi psikiatri.

Dokter Jepang memutuskan bahwa dia memiliki gangguan kepribadian tetapi tidak secara hukum gila, dan dapat dimintai pertanggungjawaban pidana atas kejahatannya yang tercela.

Namun, pihak berwenang Prancis tidak ingin membantu penuntutan dan. Lantaran celah hukum, Sagawa secara membingungkan diizinkan untuk bebas pada tahun 1986.

Dia menjadi selebriti di Jepang dan bahkan membintangi film porno pada tahun 1992.

Sagawa juga telah menulis hampir 20 buku dan kolom mingguan di sebuah majalah Jepang.

Dia menulis ulasan restoran dan bahkan muncul di acara memasak Jepang di mana dia makan daging mentah. Dia menjual lukisan, banyak di antaranya menampilkan wanita telanjang, untuk menghidupi dirinya sendiri.

Saat ini, Sagawa yang berusia 72 tahun tinggal dengan nama baru di Tokyo, dirawat oleh seorang adik laki-lakinya setelah stroke pada tahun 2013, dan mengakui bahwa ia masih memiliki keinginan untuk memakan daging manusia.

Dia mengatakan kepada seorang pewawancara bahwa dia masih tidak bisa tidak melihat seorang wanita cantik dan "bertanya-tanya seperti apa rasanya", meskipun dia mengeklaim dia tidak akan pernah bertindak atas dorongan kejinya.

Sagawa juga mengeklaim bahwa menjadi kanibal adalah "hanyalah sebuah fetish". "Jika seorang pria normal naksir seorang gadis, dia secara alami akan merasakan keinginan untuk melihatnya sesering mungkin, untuk dekat dengannya, untuk menciumnya dan menciumnya, kan?

“Bagi saya, memakan hanyalah perpanjangan dari itu. Terus terang, saya tidak dapat memahami mengapa semua orang tidak merasakan dorongan untuk memakan, mengonsumsi orang lain," ujarnya.

"Keinginan untuk memakan orang menjadi begitu kuat sekitar bulan Juni ketika wanita mulai memakai [pakaian] lebih sedikit dan menunjukkan lebih banyak kulit," katanya, dalam sebuah wawancara mengerikan tahun lalu.

“Baru saja hari ini, saya melihat seorang gadis dengan bokong yang sangat bagus dalam perjalanan ke stasiun kereta. Ketika saya melihat hal-hal seperti itu, saya berpikir untuk ingin memakan seseorang lagi sebelum saya mati.”

Pada tahun 2018, sebuah film berjudul "Caniba" dibuat tentang hidupnya.

Dia tidak pernah meminta maaf atas kejahatannya atau menghubungi keluarga Renee Hartevelt.
(min)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.0922 seconds (0.1#10.140)