Redam Ketegangan, Purnawirawan Jenderal AS Desak NATO Tolak Ukraina

Jum'at, 28 Januari 2022 - 00:46 WIB
loading...
Redam Ketegangan, Purnawirawan Jenderal AS Desak NATO Tolak Ukraina
Purnawirawan jenderal AS desak NATO tolak Ukraina demi perdamaian dengan Rusia. Foto/Ilustrasi
A A A
WASHINGTON - Hubungan Rusia - NATO mencapai titik terendah yang tak pernah terlihat sejak Perang Dingin sejak keanggotaan aliansi Barat itu merayap ke timur, dan berencana untuk memasukkan Ukraina ke dalam blok tersebut.

Menanggapi hal ini, seorang purnawirawan jenderal Amerika Serikat (AS) angkat bicara. Menurutnya, keanggotaan Ukraina di NATO tidak akan melayani kepentingan keamanan kritis dari Aliansi Atlantik Utara itu, dan negara Eropa Timur harus diberkahi dengan netralitas gaya Austria untuk menghindari secara tidak sengaja memicu Perang Dunia III

Dalam sebuah artikel untuk majalah berita paleo-konservatif The National Interest, purnawirawan Letnan Jenderal Angkatan Darat AS Dell Dailey dan kontributor James P. Farwell memperingatkan bahwa waktu semakin singkat untuk menghindari kebakaran besar.

Ia pun merekomendasikan strategi “keseimbangan” AS, daripada kebijakan tradisional "mengurung" Rusia.

“Gagasan itu tidak memandang Rusia sebagai teman atau sekutu,” Dailey menegaskan seperti dilansir dari Sputnik,Jumat (28/1/2022).



Ia menekankan bahwa “keseimbangan” tidak akan berarti menyerah pada Moskow, melainkan upaya untuk menyeimbangkan tatanan yang stabil di Eropa yang berakar dalam hubungan negara-ke-negara jangka panjang.

Rusia, menurut purnawirawan jenderal itu, tidak lagi memiliki ambisi ekspansionis bergaya Soviet, dengan nasionalisme dan ketakutan akan revolusi warna yang didukung Barat dikatakan mendorong kekhawatiran keamanan Kremlin.

Oleh karena itu, Dailey merekomendasikan, pertama dan terutama, menjauhkan Ukraina dan Georgia pasca-Soviet dari aliansi Barat.

“Negara-negara ini tidak menikmati hak untuk bergabung dengan NATO; keanggotaan adalah undangan saja. Kepentingan keamanan Barat tidak mengharuskan mereka menjadi anggota NATO, dan Barat, tidak perlu menyindir mereka begitu dekat sehingga Rusia merasa hubungan itu sama dengan keanggotaan,” kata pensiunan perwira angkatan darat AS itu.

“Ukraina dapat menerima status yang mirip dengan Austria. Austria adalah negara demokrasi yang berbisnis dengan semua pihak dan mempertahankan kemerdekaannya. Status seperti itu tidak akan merugikan Barat, dan akan menghilangkan ancaman yang paling dikeluhkan oleh (Vladimir) Putin. Ukraina perlu menjadi bagian dari negosiasi itu,” tambahnya.



Rusia, pada bagiannya, menurut Dailey, harus menerima upaya Ukraina untuk membangun demokrasi yang sukses, dan baik Moskow maupun Barat harus bekerja menuju semacam kesepakatan bersama untuk berhenti mencampuri urusan internal satu sama lain dan juga mencapai pengaturan tentang penyebaran rudal.

Mantan jenderal itu juga meminta Rusia untuk membuat komitmen formal untuk tidak menggunakan pipa gas Nord Stream 2 sebagai pengaruh politik guna mempengaruhi politik Eropa, dan untuk menindak tindak kriminal peretasan dunia maya terhadap Barat, baik oleh negara Rusia, proksi atau kelompok kriminal transnasional yang beroperasi di negara tersebut.

Mantan perwira itu juga meminta Rusia dan Barat untuk mencari kesamaan yang mengakui ancaman eksistensial yang ditimbulkan oleh ambisi China untuk membangun supremasi militer dan ekonomi global pada tahun 2049.

“Pencapaian China terhadap ambisi itu akan menimbulkan ancaman eksistensial bagi kedua belah pihak,” klaimnya.

Secara publik, Rusia telah menolak upaya kekuatan Barat untuk mencoba membangun tembok dalam hubungannya dengan China, dengan pejabat Rusia baru-baru ini mencirikan hubungan dengan tetangga Asia itu sebagai "yang terbaik dalam sejarah mereka" di tengah meningkatnya ketegangan dengan AS.



(ian)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1452 seconds (0.1#10.140)