Kapal Perang Denmark Gabung NATO di Laut Baltik, Tensi Rusia-Barat Naik
loading...
A
A
A
Menurut Anders Puck Nielsen yang merupakan kapten angkatan laut dan analis militer di Akademi Pertahanan, kehadiran angkatan laut NATO yang meningkat di Laut Baltik harus dilihat dari dua hal.
“Pertama, idenya adalah untuk mengirim beberapa sinyal yang jelas ke Rusia dan negara-negara Baltik bahwa kita berdiri bersama di NATO, dan bahwa seluruh situasi ini sebenarnya hanya membuat kita bergerak lebih dekat bersama,” ujar dia.
“Kedua, ada tugas militer yang sangat spesifik, pengawasan, kemungkinan pencegahan, dan kemampuan mempertahankan kehadiran jika Rusia tiba-tiba meningkatkan kehadiran militer mereka di Laut Baltik,” papar Nielsen kepada Radio Denmark.
Sambil menekankan bahwa "operasi langsung" seperti itu sampai saat ini hanya terjadi di perairan yang jauh, Nielsen mengklaim misi HDMS Peter Willemoes tidak agresif dan Denmark berlayar di halaman belakangnya sendiri.
Kapten Henrik Kim Schjoldager yang memimpin kapal fregat itu mengakui "ketegangan politik" yang mendasarinya, tetapi menggambarkan misi itu sebagai misi "bisnis seperti biasa".
“The Willemoes, sebagai unit yang siap tugas, siap menyelesaikan tugas di seluruh spektrum konflik,” ujar Schjoldager mengatakan kepada Radio Denmark.
Dia menambahkan, “Itu dapat mengatasi upaya di ujung atas spektrum konflik, yang merupakan perang angkatan laut konvensional, tetapi juga sampai ke ujung bawah dengan penyelamatan laut dan bantuan untuk lalu lintas maritim lainnya.”
Pengerahan fregat Denmark sebagai bagian dari misi NATO datang setelah meningkatnya ketegangan antara Rusia dan aliansi tersebut setelah krisis Ukraina pada 2014, ketika pasukan yang didukung Barat menggulingkan pemerintah terpilih di Kiev.
Kudeta mendorong Krimea memisahkan diri dan bergabung kembali dengan Rusia setelah referendum. Situasi ini juga memicu konflik sipil di Ukraina timur.
“Pertama, idenya adalah untuk mengirim beberapa sinyal yang jelas ke Rusia dan negara-negara Baltik bahwa kita berdiri bersama di NATO, dan bahwa seluruh situasi ini sebenarnya hanya membuat kita bergerak lebih dekat bersama,” ujar dia.
“Kedua, ada tugas militer yang sangat spesifik, pengawasan, kemungkinan pencegahan, dan kemampuan mempertahankan kehadiran jika Rusia tiba-tiba meningkatkan kehadiran militer mereka di Laut Baltik,” papar Nielsen kepada Radio Denmark.
Sambil menekankan bahwa "operasi langsung" seperti itu sampai saat ini hanya terjadi di perairan yang jauh, Nielsen mengklaim misi HDMS Peter Willemoes tidak agresif dan Denmark berlayar di halaman belakangnya sendiri.
Kapten Henrik Kim Schjoldager yang memimpin kapal fregat itu mengakui "ketegangan politik" yang mendasarinya, tetapi menggambarkan misi itu sebagai misi "bisnis seperti biasa".
“The Willemoes, sebagai unit yang siap tugas, siap menyelesaikan tugas di seluruh spektrum konflik,” ujar Schjoldager mengatakan kepada Radio Denmark.
Dia menambahkan, “Itu dapat mengatasi upaya di ujung atas spektrum konflik, yang merupakan perang angkatan laut konvensional, tetapi juga sampai ke ujung bawah dengan penyelamatan laut dan bantuan untuk lalu lintas maritim lainnya.”
Pengerahan fregat Denmark sebagai bagian dari misi NATO datang setelah meningkatnya ketegangan antara Rusia dan aliansi tersebut setelah krisis Ukraina pada 2014, ketika pasukan yang didukung Barat menggulingkan pemerintah terpilih di Kiev.
Kudeta mendorong Krimea memisahkan diri dan bergabung kembali dengan Rusia setelah referendum. Situasi ini juga memicu konflik sipil di Ukraina timur.