Rusia Sebut NATO Kembali ke Strategi Perang Dingin
loading...
A
A
A
MOSKOW - Blok militer NATO pimpinan Amerika Serikat (AS) telah kembali ke strategi Perang Dingin dengan mengurungpenuh Rusia dan mencari dominasi spektrum penuh. Hal itu diungkapkan Wakil Menteri Luar Negeri Moskow Alexander Grushko.
Diplomat itu menambahkan bahwa Moskow percaya bahwa perilaku NATO menciptakan ancaman yang tidak dapat diterima bagi Rusia yang harus dilawan.
Grushko juga menuduh bahwa blok tersebut bertanggung jawab untuk mengakhiri setiap dan semua kerja sama dengan Rusia dalam masalah keamanan bersama seperti perang melawan terorisme, perdagangan narkoba, dan pembajakan.
Dia menyerukan AS atas "runtuhnya" perjanjian kontrol senjata, membawa keluarnya Washington dari perjanjian INF dan Open Skies dan menyeret kakinya untuk memperpanjang START Baru.
"Saat ini, kami tidak memiliki agenda positif pemersatu. Tidak ada sama sekali," ujarnya seperti dikutip dari Russia Today, Kamis (13/1/2022).
"Rusia telah mengusulkan langkah-langkah de-eskalasi, tetapi NATO sejauh ini mengabaikannya," tambah diplomat itu.
Menurutnya, NATO tampaknya mengakui keamanan sebagai sesuatu yang hanya berlaku bagi anggotanya, yang secara langsung melanggar sejumlah perjanjian internasional.
"Rusia menganggap ini tidak dapat diterima," kata Grushko, menambahkan bahwa jika NATO bertahan dengan kebijakan penahanan, pencegahan dan intimidasi, Moskow akan merespons dengan cara yang sama.
Sebelumnya, Sekretaris Jenderal NATO Jens Stoltenberg mengatakan kepada wartawan bahwa kedua belah pihak memiliki diskusi yang jujur dan terbuka tentang berbagai masalah, tentu saja dengan fokus pada ketegangan di dalam dan sekitar Ukraina.
Namun, Stoltenberg mengesampingkan kesepakatan apa pun tentang ekspansi NATO lebih lanjut, dengan mengatakan bahwa Rusia tidak memiliki hak veto atas proses itu dan hanya Ukraina dan 30 sekutu yang dapat memutuskan kapan Ukraina menjadi anggota.
Moskow bersikeras bahwa Ukraina dan Georgia harus tidak pernah menjadi anggota NATO, menurut rekan Grushko, Sergey Ryabkov.
Diplomat itu menambahkan bahwa Moskow percaya bahwa perilaku NATO menciptakan ancaman yang tidak dapat diterima bagi Rusia yang harus dilawan.
Grushko juga menuduh bahwa blok tersebut bertanggung jawab untuk mengakhiri setiap dan semua kerja sama dengan Rusia dalam masalah keamanan bersama seperti perang melawan terorisme, perdagangan narkoba, dan pembajakan.
Dia menyerukan AS atas "runtuhnya" perjanjian kontrol senjata, membawa keluarnya Washington dari perjanjian INF dan Open Skies dan menyeret kakinya untuk memperpanjang START Baru.
"Saat ini, kami tidak memiliki agenda positif pemersatu. Tidak ada sama sekali," ujarnya seperti dikutip dari Russia Today, Kamis (13/1/2022).
"Rusia telah mengusulkan langkah-langkah de-eskalasi, tetapi NATO sejauh ini mengabaikannya," tambah diplomat itu.
Menurutnya, NATO tampaknya mengakui keamanan sebagai sesuatu yang hanya berlaku bagi anggotanya, yang secara langsung melanggar sejumlah perjanjian internasional.
"Rusia menganggap ini tidak dapat diterima," kata Grushko, menambahkan bahwa jika NATO bertahan dengan kebijakan penahanan, pencegahan dan intimidasi, Moskow akan merespons dengan cara yang sama.
Sebelumnya, Sekretaris Jenderal NATO Jens Stoltenberg mengatakan kepada wartawan bahwa kedua belah pihak memiliki diskusi yang jujur dan terbuka tentang berbagai masalah, tentu saja dengan fokus pada ketegangan di dalam dan sekitar Ukraina.
Namun, Stoltenberg mengesampingkan kesepakatan apa pun tentang ekspansi NATO lebih lanjut, dengan mengatakan bahwa Rusia tidak memiliki hak veto atas proses itu dan hanya Ukraina dan 30 sekutu yang dapat memutuskan kapan Ukraina menjadi anggota.
Moskow bersikeras bahwa Ukraina dan Georgia harus tidak pernah menjadi anggota NATO, menurut rekan Grushko, Sergey Ryabkov.
(ian)