Israel Ogah Terikat Kesepakatan Nuklir Iran Apapun, Pilih Bebas Beraksi

Senin, 10 Januari 2022 - 18:15 WIB
loading...
Israel Ogah Terikat Kesepakatan Nuklir Iran Apapun, Pilih Bebas Beraksi
Perdana Menteri (PM) Israel Naftali Bennett. Foto/REUTERS
A A A
TEL AVIV - Iran dan Amerika Serikat (AS) bernegosiasi untuk menghidupkan kembali kesepakatan nuklir Rencana Aksi Komprehensif Gabungan (JCPOA).

Israel telah berulang kali mengancam akan melakukan serangan terhadap Republik Islam Iran dengan menargetkan program nuklirnya, baik secara sepihak atau berkoordinasi dengan Washington.

“Israel bukan bagian dari perundingan di Wina mengenai JCPOA, dan tidak akan terikat dengan persyaratan mereka,” ungkap Perdana Menteri (PM) Israel Naftali Bennett.



"Terkait dengan pembicaraan nuklir di Wina, kami benar-benar prihatin ... Israel tidak berpihak pada perjanjian,” tegas dia.



Dia menambahkan, “Israel tidak terikat dengan apa yang akan tertulis dalam perjanjian, jika ditandatangani, dan Israel akan terus mempertahankan kebebasan penuh untuk bertindak di mana saja, kapan saja, tanpa batasan."



Pernyataan itu diungkapkan Bennett saat berbicara pada pengarahan komite urusan luar negeri dan pertahanan parlemen Israel (Knesset) pada Senin (10/1/2022).

Dia menyebut Iran sebagai "kepala gurita yang terus-menerus mengancam melalui proksinya."

Bennett memperingatkan Israel telah "beralih dari pertahanan ke serangan secara konsisten" untuk menghadapi ancaman.

Perdana menteri itu juga mengomentari situasi keamanan di Israel. Menurut dia, kondisi keamanan Israel baik dan semakin baik.

Pejabat dan mantan pejabat Israel berbeda pendapat mengenai JCPOA dan implikasinya bagi keamanan nasional Tel Aviv.

Sementara Bennett dan pendahulunya, Benjamin Netanyahu, telah berulang kali mengutuk perjanjian penting itu.

Pejabat Israel lainnya, termasuk Kepala Direktorat Operasi Pasukan Pertahanan Israel Aharon Haliva dan mantan wakil penasihat keamanan nasional Chuck Freilich, telah menyebutnya sebagai "pilihan terbaik dari yang buruk" untuk Tel Aviv.

Alternatifnya, Freilich memperingatkan dalam wawancara baru-baru ini dengan Haaretz, termasuk serangan rudal massal terhadap Israel oleh Iran dan Hizbullah sebagai pembalasan atas setiap agresi Israel.

Pada akhir Desember, Iran memamerkan rudal presisi dan kemampuan drone, menargetkan tiruan fasilitas nuklir di gurun yang dibangun menyerupai Pusat Penelitian Nuklir Shimon Peres Negev Israel yang sangat rahasia. Fasilitas itu diduga sebagai tempat lahirnya bom nuklir Israel.

Israel tidak membenarkan atau menyangkal memiliki senjata nuklir, tetapi diduga memiliki antara 80 dan 400 hulu ledak nuklir di gudang senjatanya.

Pada saat yang sama, Tel Aviv telah berulang kali mengancam akan menyerang negara Timur Tengah mana pun yang diyakini mengembangkan nuklir.

Ancaman itu dilakukan berulang kali selama beberapa dekade, dengan menargetkan Irak, Suriah, dan Pakistan.

Intelijen Israel juga dituduh membunuh beberapa ilmuwan nuklir Iran, dan terlibat dalam sabotase terhadap program nuklir Teheran.

Iran telah secara vokal membantah niat mengembangkan bom nuklir, dengan pejabat negara itu menunjuk pada pencegah rudal balistik dan rudal jelajah negara itu serta kemampuan pesawat tak berawak mereka.

Menurut Iran, senjata nuklir dan senjata pemusnah massal secara umum tidak sesuai ajaran Islam.

Iran berulang kali mengkritik masyarakat internasional atas dugaan standar ganda pada masalah nuklir.

Teheran menunjukkan bahwa Iran penandatangan Perjanjian Non-Proliferasi Senjata Nuklir, tetap tunduk pada inspeksi nuklir PBB yang ketat, dan menghadapi sanksi Barat yang keras.

Namun di sisi lain, Israel tidak menghadapi pembatasan seperti itu, meskipun sebenarnya memiliki persenjataan nuklir yang sangat besar.

(sya)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2282 seconds (0.1#10.140)