Ganja Taliban Tarik Investasi Asing Rp6,5 Triliun

Sabtu, 08 Januari 2022 - 05:15 WIB
loading...
Ganja Taliban Tarik Investasi Asing Rp6,5 Triliun
Tentara berada di antara tanaman ganja di Afghanistan. Foto/REUTERS
A A A
KABUL - CPharm International (ECI), perusahaan riset dan pengembangan Jerman, merencanakan investasi jutaan dolar di Afghanistan yang dikuasai Taliban. Mereka akan memproduksi ganja untuk tujuan medis.

Menyusul kasus kesalahan identitas yang tidak menguntungkan pada akhir tahun 2021, agen media Vice melacak satu perusahaan Jerman, CPharm International (ECI), yang telah mencapai kesepakatan dengan Taliban.

Tahun lalu, satu tweet dari Kementerian Dalam Negeri Afghanistan mengklaim satu perusahaan bernama "Cpharm" telah bertemu dengan para pejabat Taliban dan akan menginvestasikan USD450 juta (Rp6,5 triliun) di Afghanistan untuk mendirikan operasi "pemrosesan hashish".



Media salah mengidentifikasi satu perusahaan konsultan medis kecil Australia dengan nama yang sama. Perusahaan Australia itu dengan keras menyangkal hubungannya dengan Taliban.



Pemilik dan Direktur Pelaksana ECI Werner Zimmermann (56) mengatakan kepada Vice pada Jumat (7/1/2022) bahwa dia tidak senang bahwa berita tentang kesepakatan itu telah dipublikasikan, dan mengklaim skala perjanjian telah disalahartikan.



Perusahaannya beroperasi di Lesotho, Maroko, Kirgistan, Makedonia Utara, dan Siprus, dengan Kazakhstan dan Afghanistan akan segera ditambahkan ke dalam daftar.

Perusahaan Zimmermann membangun pabrik pengolahan ganja dan berkonsultasi tentang masalah hukum, seperti kelayakan ekspor ganja medis ke negara lain.

Proyek Afghanistan akan mengikuti pembangunan pabrik senilai 500.000 euro (Rp8,2 miliar) di Kazakhstan.

“ECI berencana memproduksi ganja medis di Afghanistan untuk pasar lokal dan internasional, tetapi jika negara-negara seperti Jerman melegalkan obat tersebut, mereka mungkin mulai menanam tanaman itu untuk penggunaan rekreasi,” ujar pengusaha itu kepada Vice.

Zimmermann menepis kekhawatiran tentang pelanggaran hak asasi manusia yang dilakukan Taliban.

"Saya bekerja secara profesional, bukan ideologis, dengan menteri dalam negeri yang bertanggung jawab, dan saya mendukung mereka dengan proyek saya," ungkap dia.

Pengusaha itu juga mengklaim telah menerima ancaman dari perwakilan kartel narkoba Eropa yang tidak senang dengan rencananya. Menurut dia, rencana itu dapat memotong pangsa pasar mereka.

Meskipun dilarang sejak tahun 70-an, tanaman ganja adalah tanaman asli Afghanistan dan, setidaknya sampai pengambilalihan Taliban di musim panas.

Ganja biasa dikonsumsi warga di bagian terpencil Afghanistan.
(sya)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1484 seconds (0.1#10.140)