Gituan dengan Putri Kandung, Hukuman Pria Ini Dipotong karena Dianggap Berlebihan

Sabtu, 06 November 2021 - 15:03 WIB
loading...
Gituan dengan Putri Kandung, Hukuman Pria Ini Dipotong karena Dianggap Berlebihan
Ayah di Australia yang berhubungan seks dengan putri kandung dipotong masa hukuman penjaranya karena dianggap berlebihan. Foto/SINDOnews.com/Ilustrasi
A A A
SYDNEY - Seorang ayah di New South Wales, Australia , yang dihukum penjara 16 tahun karena berhubungan intim dengan putri kandungnya atau inses, telah dipotong 6 tahun hukumannya. Alasan pengadilan adalah hukuman aslinya terlalu berlebihan.

Ayah empat anak ini, yang namanya tidak disebutkan atas perintah pengadilan, telah melakukan pelecehan seksual terhadap putri kandungnya yang masih remaja. Dia juga mengintimidasi korban agar diam dengan sebuah catatan bertuliskan “Jangan katakan pada siapa pun".

Masa hukumannya dipotong oleh Pengadilan Banding Pidana pada Jumat kemarin.



Tetapi kejahatannya yang memuakkan terungkap dalam dokumen pengadilan ketika dia mengetahui bahwa dia dapat dibebaskan dari penjara pada awal 2027.

Pengadilan Banding Pidana memotong hukuman pria itu enam tahun karena tiga hakim menemukan bahwa hukuman aslinya, yang dijatuhkan di Pengadilan Distrik Campbelltown pada Oktober tahun lalu, terlalu berlebihan.

Dia berhasil mengajukan banding atas lamanya hukumannya, di mana Hakim Robert Beech-Jones, Robert Hulme dan Hament Dhanji pada hari Jumat (5/11/2021) menjatuhkan hukuman ulang kepada pria itu.

Pria itu awalnya dijatuhi hukuman oleh hakim Pengadilan Distrik Andrew Colefax untuk menghabiskan 16 tahun penjara dengan periode non-pembebasan 12 tahun setelah pengadilan mendengar bahwa dia memaksa korban melakukan hubungan seks setiap hari.

Pengadilan Distrik mendengar kesaksian bahwa korban yang berusia 16 tahun merahasiakan pelecehan seksual yang dialaminya karena takut akan pembalasan sampai bertahun-tahun kemudian.

Terdakwa mengaku bersalah atas serangkaian tuduhan serius termasuk tiga tuduhan inses dan penyerangan yang menyebabkan cedera tubuh.

Pengadilan Distrik mendengar kesaksian bahwa korban dibesarkan dalam rumah tangga Katolik yang ketat dan ketika dia berusia 13 tahun terdakwa memukulinya dengan ikat pinggang kulit setelah dia mengetahui bahwa korban berhubungan seks dengan pacarnya.

Terdakwa mengaku bersalah atas satu tuduhan menghasut tindakan tidak senonoh setelah dia melakukan "pemeriksaan keperawanan" pada korban.

Menurut pengadilan, setelah pria itu mengetahui bahwa korban sudah melakukan hubungan seksual dengan orang lain, korban dipaksa untuk duduk di meja kopi sementara dia memeriksa area genital korban.

Pada kesempatan lain terdakwa memukulinya karena seorang kepala sekolah memberi tahu bahwa korban mengembangkan "perasaan" pada seorang anak laki-laki.

Korban sejak kecil diajari untuk tidak bergaul dengan orang non-Kristen dan tidak berbicara dengan anak laki-laki.

Masih menurut pengadilan, pelecehannya menjadi tindakan seksual pada pertengahan 2010 ketika korban berusia 16 tahun.



Pernyataan fakta yang disepakati yang diajukan ke Pengadilan Distrik mencatat terdakwa menganiaya dan melecehkan korban setelah istrinya pergi bekerja.

"Pelecehannya segera meningkat ketika dia mulai menuntun korban untuk melakukan hubungan seksual," kata Hakim Hulme.

Setelah melecehkannya pada kesempatan pertama, dia menyerahkan catatan dengan kata-kata berbunyi: "Jangan katakan pada siapa pun".

Pada satu kesempatan terdakwa mengatakan kepada korban: "Kamu akan terlihat lebih baik jika kamu kehilangan berat badan dari paha kamu."

Korban dilaporkan merasa seperti "budak" yang bahkan tidak pada tingkat yang dianggap manusia.

Korban pada suatu saat membujuk orang tuanya untuk mengizinkannya tinggal di pedesaan bersama bibinya selama liburan sekolah.

Selama perjalanan, ayahnya mengirim email yang menyatakan "cinta" untuknya, memintanya untuk meninggalkan pacarnya dan mengusulkan untuk melarikan diri dan menikah dengannya.

Bibinya menemukan surat-surat itu tetapi ketika dia memberi tahu anggota keluarga lainnya, ibu gadis itu meremehkan kemungkinan polisi akan turun tangan, alih-alih menyalahkan putrinya sendiri.

"Anda akan menghancurkan keluarga Anda hanya untuk ini," bunyi catatan pengadilan mengutip perkataan sang ibu kepada korban.

Gadis itu mengeluh kepada polisi tentang pelecehan fisik tetapi dia tidak mengungkapkan tentang pelecehan seksual yang dialaminya.

Dia menikah beberapa tahun kemudian dan saat itulah dia mengungkapkan pelecehan seksual ayahnya untuk pertama kalinya.

Setelah menceritakan kepada suaminya, dia pergi ke polisi dan pada 2018 penyelidikan dimulai.

Menurut pengadilan, terdakwa mengaku melakukan hal-hal yang mengerikan dan menyamakan dirinya dengan Hitler atau lebih buruk dan dia ditangkap dan didakwa pada September 2019.

Terdakwa menyatakan penyesalannya kepada seorang psikiater dan menerima tanggung jawab sebelum mengaku bersalah.

Namun, ayah keji itu mengajukan banding dengan alasan bahwa hukuman awalnya sangat berlebihan.

Hakim Hulme mencatat pelanggarannya serius mengingat itu menyangkut anggota keluarga dekat, pelecehan terjadi secara teratur dan korban tidak bersedia menjadi "peserta".

Namun hakim menemukan bahwa hukuman itu berat bahkan untuk pelaku yang telah dinyatakan bersalah di pengadilan.

“Tidak ada yang dikatakan di atas yang dimaksudkan untuk menyampaikan bahwa pelanggaran itu tidak terlalu serius,” kata Hakim Hulme, seperti dikutip news.com.au, Sabtu (6/11/2021).

"Itu jelas dan dampaknya pada korban dapat dianggap serius dan bertahan lama."

Namun hukuman pria itu dikurangi menjadi 10 tahun penjara, dengan periode non-pembebasan tujuh tahun enam bulan.

Artinya, dengan waktu yang diberikan, dia bisa kembali ke rumah pada Juli 2027.
(min)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1338 seconds (0.1#10.140)