Malaysia Ancam Pecat Guru yang Tak Vaksin saat Sekolah Dibuka
loading...
A
A
A
KUALA LUMPUR - Para guru Malaysia yang menolak vaksinasi COVID-19 akan menghadapi tindakan disipliner dan kemungkinan pemecatan.
Pemerintah mengumumkan kebijakan itu pada Kamis (30/9/2021). Setelah hampir setengah tahun belajar online, para siswa akan mulai kembali ke lembaga pendidikan mulai 3 Oktober, dengan kapasitas ruang kelas dibatasi hingga 50%.
Namun, menurut data Kementerian Pendidikan Malaysia, ada 2.000 guruh yang masih belum menerima suntikan vaksin meskipun itu menjadi persyaratan untuk kembali bekerja secara langsung.
Pengumuman oleh Departemen Layanan Umum (PSD) tentang rencana pembukaan kembali sekolah datang ketika Menteri Pendidikan Malaysia Radzi Jidin memperingatkan para guru yang tidak divaksinasi bahwa pemerintah akan memberi sanksi terhadap mereka, termasuk pemutusan kontrak kerja mereka.
PSD telah menetapkan batas waktu 1 November untuk semua pegawai negeri sipil (PNS), termasuk guru, untuk mendapatkan suntikan vaksin.
“Jika petugas publik belum menerima vaksin setelah periode yang ditentukan tanpa pengecualian dari petugas medis pemerintah, maka petugas tersebut dapat dikenakan tindakan disipliner sesuai peraturan yang berlaku saat ini,” papar pernyataan departemen itu.
“Ini sebenarnya langkah yang bagus. Guru seharusnya memberi contoh kepada orang lain. Pasti lebih banyak yang harus memilih untuk divaksinasi,” ungkap Sri, guru sekolah menengah berusia 48 tahun di negara bagian Selangor, pada Arab News.
Guru yang berbasis di Kuala Lumpur, Maria, mengatakan ada ketakutan yang meluas di antara rekan-rekannya tentang efek samping vaksin COVID-19.
“Mungkin itu ketakutan bagi sebagian dari mereka yang tidak divaksinasi. Beberapa juga menggunakan segala macam alasan agama. Tetapi ini sangat mengkhawatirkan karena ada risiko yang lebih tinggi bagi kita semua,” ungkap dia.
Orang tua dan para ahli menaruh harapan mereka pada guru-guru yang masih menolak vaksinasi untuk berhenti sendiri atau mereka diminta untuk pergi, terutama mereka yang mengajar anak-anak di bawah usia 12 tahun, yang belum memenuhi syarat untuk disuntik vaksin.
“Setelah anak-anak divaksinasi, risiko pada anak-anak diminimalkan, tetapi juga perhatikan bahwa sejauh ini belum ada pengumuman apakah akan memvaksinasi siswa sekolah dasar yang berusia kurang dari 12 tahun. Guru yang tidak divaksinasi menimbulkan risiko bagi diri mereka sendiri dan juga orang lain,” papar Dr Lee Boon Chye, mantan wakil menteri kesehatan Malaysia pada Arab News.
Wakil Rektor Universitas Kedokteran Internasional Prof Dr Lokman Hakim Sulaiman mengatakan guru yang tidak divaksinasi harus dipindahkan dalam “konteks manajemen risiko”, tetapi setelah pengumuman PSD untuk PNS, dia berharap sebagian besar akan mematuhi persyaratan.
“Sebagian besar guru berada di sekolah umum,” papar dia.
Dr Oh Ei Sun dari Institut Urusan Internasional Singapura mengatakan kementerian memiliki hak untuk bertindak terhadap mereka yang menimbulkan kemungkinan risiko kesehatan bagi orang lain.
“Kalau tidak divaksin, kemungkinan menularkan ke orang lain, terutama pelajar, lebih tinggi. Itu hak Anda untuk tidak divaksinasi, itu juga hak kementerian untuk memindahkan Anda,” ujar dia.
Presiden Kelompok Aksi Orang Tua untuk Pendidikan Malaysia, Datin Noor Azimah Abdul Rahim, mengatakan meskipun dia berharap guru yang tidak divaksinasi akan berubah pikiran, jika tidak, mereka tidak boleh menghalangi proses pengajaran.
“Karena pembukaan kembali sekolah secara bertahap kebutuhan semua guru untuk berada secara fisik di sekolah tidak segera, masih ada waktu bagi guru untuk berubah pikiran atau berubah. Guru yang tidak divaksinasi harus menawarkan untuk mengundurkan diri, atau mengambil pensiun opsional,” pungkas dia.
Pemerintah mengumumkan kebijakan itu pada Kamis (30/9/2021). Setelah hampir setengah tahun belajar online, para siswa akan mulai kembali ke lembaga pendidikan mulai 3 Oktober, dengan kapasitas ruang kelas dibatasi hingga 50%.
Namun, menurut data Kementerian Pendidikan Malaysia, ada 2.000 guruh yang masih belum menerima suntikan vaksin meskipun itu menjadi persyaratan untuk kembali bekerja secara langsung.
Pengumuman oleh Departemen Layanan Umum (PSD) tentang rencana pembukaan kembali sekolah datang ketika Menteri Pendidikan Malaysia Radzi Jidin memperingatkan para guru yang tidak divaksinasi bahwa pemerintah akan memberi sanksi terhadap mereka, termasuk pemutusan kontrak kerja mereka.
PSD telah menetapkan batas waktu 1 November untuk semua pegawai negeri sipil (PNS), termasuk guru, untuk mendapatkan suntikan vaksin.
“Jika petugas publik belum menerima vaksin setelah periode yang ditentukan tanpa pengecualian dari petugas medis pemerintah, maka petugas tersebut dapat dikenakan tindakan disipliner sesuai peraturan yang berlaku saat ini,” papar pernyataan departemen itu.
“Ini sebenarnya langkah yang bagus. Guru seharusnya memberi contoh kepada orang lain. Pasti lebih banyak yang harus memilih untuk divaksinasi,” ungkap Sri, guru sekolah menengah berusia 48 tahun di negara bagian Selangor, pada Arab News.
Guru yang berbasis di Kuala Lumpur, Maria, mengatakan ada ketakutan yang meluas di antara rekan-rekannya tentang efek samping vaksin COVID-19.
“Mungkin itu ketakutan bagi sebagian dari mereka yang tidak divaksinasi. Beberapa juga menggunakan segala macam alasan agama. Tetapi ini sangat mengkhawatirkan karena ada risiko yang lebih tinggi bagi kita semua,” ungkap dia.
Orang tua dan para ahli menaruh harapan mereka pada guru-guru yang masih menolak vaksinasi untuk berhenti sendiri atau mereka diminta untuk pergi, terutama mereka yang mengajar anak-anak di bawah usia 12 tahun, yang belum memenuhi syarat untuk disuntik vaksin.
“Setelah anak-anak divaksinasi, risiko pada anak-anak diminimalkan, tetapi juga perhatikan bahwa sejauh ini belum ada pengumuman apakah akan memvaksinasi siswa sekolah dasar yang berusia kurang dari 12 tahun. Guru yang tidak divaksinasi menimbulkan risiko bagi diri mereka sendiri dan juga orang lain,” papar Dr Lee Boon Chye, mantan wakil menteri kesehatan Malaysia pada Arab News.
Wakil Rektor Universitas Kedokteran Internasional Prof Dr Lokman Hakim Sulaiman mengatakan guru yang tidak divaksinasi harus dipindahkan dalam “konteks manajemen risiko”, tetapi setelah pengumuman PSD untuk PNS, dia berharap sebagian besar akan mematuhi persyaratan.
“Sebagian besar guru berada di sekolah umum,” papar dia.
Dr Oh Ei Sun dari Institut Urusan Internasional Singapura mengatakan kementerian memiliki hak untuk bertindak terhadap mereka yang menimbulkan kemungkinan risiko kesehatan bagi orang lain.
“Kalau tidak divaksin, kemungkinan menularkan ke orang lain, terutama pelajar, lebih tinggi. Itu hak Anda untuk tidak divaksinasi, itu juga hak kementerian untuk memindahkan Anda,” ujar dia.
Presiden Kelompok Aksi Orang Tua untuk Pendidikan Malaysia, Datin Noor Azimah Abdul Rahim, mengatakan meskipun dia berharap guru yang tidak divaksinasi akan berubah pikiran, jika tidak, mereka tidak boleh menghalangi proses pengajaran.
“Karena pembukaan kembali sekolah secara bertahap kebutuhan semua guru untuk berada secara fisik di sekolah tidak segera, masih ada waktu bagi guru untuk berubah pikiran atau berubah. Guru yang tidak divaksinasi harus menawarkan untuk mengundurkan diri, atau mengambil pensiun opsional,” pungkas dia.
(sya)