Korut Tolak Seruan Korsel Deklarasikan Perang Korea Berakhir
loading...
A
A
A
SEOUL - Korea Utara (Korut) menolak desakan Korea Selatan (Korsel) untuk mendeklarasikan Perang Korea 1950-53 berakhir sebagai cara untuk memulihkan perdamaian. Korut mengatakan bahwa langkah seperti itu dapat digunakan sebagai tabir asap yang menutupi kebijakan bermusuhan Amerika Serikat (AS) terhadap Pyongyang.
Dalam pidato di Majelis Umum PBB awal pekan ini, Presiden Korsel Moon Jae-in mengulangi seruannya untuk deklarasi Perang Korea berakhir yang menurutnya dapat membantu mencapai denuklirisasi dan perdamaian abadi di Semenanjung Korea.
Wakil Menteri Luar Negeri Korut Ri Thae-song menolak seruan Moon, mneyebutnya prematur selama kebijakan AS tidak berubah.
"Harus dipahami dengan jelas bahwa deklarasi penghentian perang sama sekali tidak membantu menstabilkan situasi Semenanjung Korea saat ini, tetapi dapat disalahgunakan sebagai tabir asap yang menutupi kebijakan permusuhan AS," kata Ri seperti dikutip dari AP, Jumat (24/9/2021).
Ia mengatakan senjata dan pasukan Amerika yang dikerahkan di Korsel dan sekitarnya serta latihan militer reguler AS di kawasan itu semuanya mengarah pada kebijakan permusuhan AS terhadap Korut yang semakin kejam dari hari ke hari. Korut juga telah lama menggambarkan sanksi ekonomi yang dipimpin AS sebagai bukti permusuhan Washington terhadap Pyongyang.
Perang Korea pada tahuan 1950-53 berakhir dengan gencatan senjata, bukan perjanjian damai, sehingga secara teknis meninggalkan semenanjung itu dalam keadaan perang. Korut terus-menerus ingin menandatangani perjanjian damai dengan AS untuk secara resmi mengakhiri perang dan selanjutnya untuk menjalin hubungan yang lebih baik, keringanan sanksi dan pengurangan atau penarikan 28.500 tentara AS yang dikerahkan di Korsel.
Kedua Korea telah menyerukan deklarasi perang berakhir yang akan dibuat selama periode diplomasi dengan AS yang dimulai pada 2018, dan ada spekulasi bahwa Presiden Donald Trump mungkin mengumumkan perang berakhir pada awal 2019 guna meyakinkan pemimpin Korut Kim Jong-un untuk berkomitmen pada denuklirisasi.
Namun hingga saat ini tidak ada pengumuman seperti itu karena diplomasi memudar menjadi jalan buntu karena pelonggaran sanksi sebagai imbalan atas denuklirisasi Korut.
Dalam beberapa bulan terakhir, Kim Jong-un telah memperingatkan bahwa Korut akan meningkatkan persenjataan nuklirnya dan memperkenalkan sistem senjata yang lebih canggih kecuali AS menghentikan kebijakan permusuhannya. Pekan lalu, Korut melakukan uji coba rudal pertamanya dalam enam bulan, menunjukkan kemampuannya untuk meluncurkan serangan ke Korsel dan Jepang, dua sekutu utama AS di mana total 80.000 tentara Amerika ditempatkan.
Dalam pidato di Majelis Umum PBB awal pekan ini, Presiden Korsel Moon Jae-in mengulangi seruannya untuk deklarasi Perang Korea berakhir yang menurutnya dapat membantu mencapai denuklirisasi dan perdamaian abadi di Semenanjung Korea.
Wakil Menteri Luar Negeri Korut Ri Thae-song menolak seruan Moon, mneyebutnya prematur selama kebijakan AS tidak berubah.
"Harus dipahami dengan jelas bahwa deklarasi penghentian perang sama sekali tidak membantu menstabilkan situasi Semenanjung Korea saat ini, tetapi dapat disalahgunakan sebagai tabir asap yang menutupi kebijakan permusuhan AS," kata Ri seperti dikutip dari AP, Jumat (24/9/2021).
Ia mengatakan senjata dan pasukan Amerika yang dikerahkan di Korsel dan sekitarnya serta latihan militer reguler AS di kawasan itu semuanya mengarah pada kebijakan permusuhan AS terhadap Korut yang semakin kejam dari hari ke hari. Korut juga telah lama menggambarkan sanksi ekonomi yang dipimpin AS sebagai bukti permusuhan Washington terhadap Pyongyang.
Perang Korea pada tahuan 1950-53 berakhir dengan gencatan senjata, bukan perjanjian damai, sehingga secara teknis meninggalkan semenanjung itu dalam keadaan perang. Korut terus-menerus ingin menandatangani perjanjian damai dengan AS untuk secara resmi mengakhiri perang dan selanjutnya untuk menjalin hubungan yang lebih baik, keringanan sanksi dan pengurangan atau penarikan 28.500 tentara AS yang dikerahkan di Korsel.
Kedua Korea telah menyerukan deklarasi perang berakhir yang akan dibuat selama periode diplomasi dengan AS yang dimulai pada 2018, dan ada spekulasi bahwa Presiden Donald Trump mungkin mengumumkan perang berakhir pada awal 2019 guna meyakinkan pemimpin Korut Kim Jong-un untuk berkomitmen pada denuklirisasi.
Namun hingga saat ini tidak ada pengumuman seperti itu karena diplomasi memudar menjadi jalan buntu karena pelonggaran sanksi sebagai imbalan atas denuklirisasi Korut.
Dalam beberapa bulan terakhir, Kim Jong-un telah memperingatkan bahwa Korut akan meningkatkan persenjataan nuklirnya dan memperkenalkan sistem senjata yang lebih canggih kecuali AS menghentikan kebijakan permusuhannya. Pekan lalu, Korut melakukan uji coba rudal pertamanya dalam enam bulan, menunjukkan kemampuannya untuk meluncurkan serangan ke Korsel dan Jepang, dua sekutu utama AS di mana total 80.000 tentara Amerika ditempatkan.
(ian)