Pakistan Ingatkan Taliban: Larangan Sekolah pada Wanita Afghanistan Tidak Islami

Rabu, 22 September 2021 - 00:01 WIB
loading...
Pakistan Ingatkan Taliban: Larangan Sekolah pada Wanita Afghanistan Tidak Islami
Perdana Menteri Pakistan Imran Khan saat wawancara dengan BBC pada Selasa (21/9/2021). Foto/bbc
A A A
ISLAMABAD - Perdana Menteri (PM) Pakistan Imran Khan memperingatkan bahwa mencegah perempuan mengakses pendidikan di negara tetangga Afghanistan adalah tidak Islami.

Dalam wawancara dengan BBC yang ditayangnya pada Selasa (21/9/2021), Khan menjelaskan syarat-syarat yang harus dipenuhi bagi Pakistan untuk secara resmi mengakui pemerintahan baru Taliban.



Dia menyerukan kepemimpinan Afghanistan menjadi inklusif dan menghormati hak asasi manusia (HAM).



Khan juga mengatakan Afghanistan tidak boleh digunakan untuk menampung teroris yang dapat mengancam keamanan Pakistan.



Pekan lalu, Taliban mengeluarkan anak perempuan dari sekolah menengah dengan hanya anak laki-laki dan guru laki-laki yang diizinkan kembali ke sekolah. Namun pemimpin Pakistan mengatakan dia yakin gadis-gadis akan segera dapat hadir di sekolah.



"Pernyataan yang mereka buat sejak mereka berkuasa sangat menggembirakan," papar dia kepada wartawan BBC John Simpson.

"Saya pikir mereka akan mengizinkan perempuan untuk pergi ke sekolah. Gagasan bahwa perempuan tidak boleh dididik sama sekali tidak Islami. Itu tidak ada hubungannya dengan agama," tutur dia.

Sejak Taliban menguasai Afghanistan pada Agustus, ketakutan telah tumbuh atas kembalinya rezim 1990-an ketika kelompok itu sangat membatasi hak-hak perempuan.

Kepemimpinannya menyatakan bahwa hak-hak perempuan akan dihormati "dalam kerangka hukum Islam".

Keputusan mengecualikan anak perempuan dari kembali ke sekolah pekan lalu memicu kecaman internasional, dengan juru bicara Taliban kemudian mengatakan para perempuan akan kembali ke kelas "sesegera mungkin".

Namun belum jelas kapan anak perempuan dapat kembali atau bentuk pendidikan apa yang akan diberikan jika mereka melakukannya.

Ketika ditekan apakah Taliban akan secara realistis memenuhi kriterianya untuk pengakuan formal, Khan berulang kali meminta masyarakat internasional memberi kelompok itu lebih banyak waktu.

"Terlalu dini untuk mengatakan apa pun," tutur dia, seraya menambahkan dia mengharapkan wanita Afghanistan pada akhirnya "menegaskan hak-hak mereka".

Pakistan belum dilihat semua orang sebagai sekutu kuat dalam perang melawan terorisme. Pakistan telah lama dituduh banyak pihak di Amerika Serikat dan di tempat lain memberikan dukungan untuk Taliban. Tuduhan itu dibantah Pakistan.

Setelah serangan 9/11 yang direncanakan di Afghanistan, Pakistan memposisikan diri sebagai sekutu AS dalam apa yang disebut "perang melawan teror".

Tetapi pada saat yang sama, bagian dari militer dan badan intelijen Pakistan mempertahankan hubungan dengan kelompok-kelompok Islam seperti Taliban.

Khan mengatakan Pakistan akan membuat keputusan apakah akan secara resmi mengakui pemerintah Taliban bersama negara-negara tetangga lainnya.

"Semua tetangga akan berkumpul dan melihat bagaimana kemajuan mereka. Apakah akan mengakui mereka atau tidak akan menjadi keputusan bersama," ujar dia.

Khan juga meminta Taliban membentuk pemerintahan inklusif, memperingatkan kegagalan melakukannya dapat membuat negara itu jatuh ke dalam perang saudara.

“Jika mereka tidak memasukkan semua fraksi, cepat atau lambat mereka akan mengalami perang saudara. Itu berarti Afghanistan yang tidak stabil, kacau, dan tempat yang ideal bagi teroris. Itu mengkhawatirkan," ungkap dia.

Pada Selasa, juru bicara Taliban mengumumkan posisi lain dalam pemerintahan Afghanistan yang semuanya laki-laki.

Penambahan itu termasuk seorang dokter sebagai menteri kesehatan, tetapi analis mengatakan pemerintah sebagian besar terdiri dari loyalis Taliban dengan sedikit perwakilan minoritas.

Tampaknya pemerintahan inklusif di Afghanistan sulit dibuktikan oleh Taliban. Apalagi ada isu perpecahan internal Taliban sehingga kubu moderat tersingkir dalam pertikaian dan baku tembak di istana presiden.
(sya)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.0898 seconds (0.1#10.140)