Taliban Buru Jaksa Wanita yang Ungkap Anak-anak Dipaksa Tanam Bom

Jum'at, 17 September 2021 - 08:36 WIB
loading...
Taliban Buru Jaksa Wanita yang Ungkap Anak-anak Dipaksa Tanam Bom
Anggota Taliban membidikkan senjatanya ke arah wajah demonstran wanita di Kabul, Afghanistan. Foto/REUTERS
A A A
KABUL - Taliban sedang memburu seorang jaksa wanita Afghanistan . Jaksa inilah yang mengungkap aksi para milisi kelompok itu dalam memaksa anak-anak menanam bom di jalan-jalan.

Jaksa, yang namanya disamarkan sebagai Mina untuk melindungi identitasnya aslinya, berbagi dengan Newsweek tentang sebuah surat ultimatum ancaman yang dia terima dari dewan militer Taliban sebelum dia meninggalkan rumahnya di provinsi Wardak tengah.



"Anda telah dituduh oleh Mujahidin Imarah Islam membantu dan bersekongkol dengan orang-orang kafir," bunyi surat yang ditujukan langsung kepada Mina.

"Kami memerintahkan Anda untuk meninggalkan pekerjaan Anda dan membantu dan bekerja sama dengan Mujahidin Imarah Islam," lanjut surat tersebut, yang dilansir Newsweek, Jumat (17/9/2021).

"Anda tidak akan dirugikan oleh Mujahidin jika Anda menyenangkan Allah," sambung surat tersebut.

Jaksa itu memilih bersembunyi dan khawatir akan dibunuh jika dia ditemukan oleh milisi Taliban.

"Saya akan 100 persen dibunuh jika ditemukan," kata Mina, menambahkan bahwa seorang mantan rekannya dieksekusi oleh milisi Taliban di Panjshir pada hari Senin.

Mina mengatakan para pejabat Taliban sekarang menawarkan hadiah sebesar 500.000 rupee Pakistan (sekitar USD3.000) untuk informasi tentang keberadaannya.

Penyelidikan jaksa wanita ini telah memalukan Taliban, yang berusaha untuk beralih dari organisasi gerilya menjadi pemerintah yang berfungsi karena berusaha untuk menegaskan kendalinya atas semua aspek masyarakat Afghanistan.

"Mereka memaksa anak-anak untuk membantu memasang bom di jalan dan di mobil," kata Mina kepada Newsweek. "Banyak dari mereka yang mati."

Mina berada dalam posisi yang sangat genting mengingat dia adalah Hazara—kelompok minoritas yang terdiri antara 10 dan 20 persen dari populasi yang ditindas secara brutal oleh Taliban ketika mengambil alih kekuasaan pada 1990-an, termasuk beberapa pembantaian.

"Taliban tidak akan menerima perempuan yang bekerja," ujar Mina, seraya mencatat bahwa tawaran amnesti Taliban untuk pegawai pemerintah sebelumnya tidak benar-benar mencakup profesional hukum atau beberapa petugas polisi spesialis.

Sejak mengambil alih negara dan merebut ibu kota nasional, Kabul, pada 15 Agustus, Taliban telah bekerja keras untuk menggambarkan citra profesional yang lebih moderat dalam retorikanya.



Tetapi bahkan ketika juru bicaranya mengesampingkan pembunuhan balasan dan menjanjikan keselamatan bagi wanita, para milisi Taliban mengejar mantan pegawai pemerintah dan menculik wanita muda untuk dinikahkan dengan milisi kelompok itu.

Pemisahan laki-laki dan perempuan merembes ke sekolah dan universitas, sementara pejabat Taliban mendesak perempuan untuk mematuhi Syariah Islam versi mereka.

Beberapa wanita menentang kembalinya pemerintahan garis keras Taliban. Protes telah diadakan di seluruh negeri menuntut perlindungan kebebasan perempuan yang diperoleh dengan susah payah selama dua dekade terakhir, di mana pengunjuk rasa juga mencerca ancaman pengaruh Pakistan yang lebih besar atas Afghanistan melalui hubungan Taliban.

Pasukan Taliban membubarkan beberapa demonstrasi dengan memukuli dan menembaki pengunjuk rasa. Menurut beberapa laporan media lokal, para demonstran dicopot dari pekerjaan di Herat, teller bank perempuan juga diperintahkan keluar dari bank mereka di Kandahar.

Kelompok militan juga meminta sebagian besar wanita pekerja untuk tinggal di rumah, dengan alasan "alasan keamanan."

"Afghanistan adalah negara saya," kata Mina kepada Newsweek. "Saya suka [di mana saya tinggal]. Ini sangat berbahaya bagi saya. Saya mencoba untuk meninggalkan Afghanistan, tetapi saya tidak punya jalan keluar."
(min)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1300 seconds (0.1#10.140)