Arab Saudi Diam-diam Dekati Taliban setelah Jadi Penguasa Afghanistan
loading...
A
A
A
RIYADH - Arab Saudi diam-diam mendekati dan memperbarui kontak dengan Taliban setelah kelompok militan itu mengambil alih kekuasaan Afghanistan. Diplomasi senyap itu mengandalkan Pakistan sebagai perantara.
Riyadh ingin mencari peran baru di Afghanistan setelah pemerintah di Kabul yang didukung Barat runtuh pada 15 Agustus lalu. Kerajaan itu tak mau kalah dengan saingannya, Qatar, yang sudah muncul sebagai perantara kekuatan utama di negara yang dilanda perang itu.
Putra Mahkota Arab Saudi Mohammad bin Salman (MBS) dilaporkan baru-baru ini menugaskan mantan kepala intelijen, Pangeran Turki al-Faisal, untuk memperbarui kontak di antara para pemimpin Taliban yang telah berurusan dengannya lebih dari dua dekade silam.
Faisal, 76, menjabat sebagai kepala dinas intelijen Arab Saudi antara 1979 hingga 2001, dan membantu mengoordinasikan perlawanan dengan kelompok Mujahiddin Afghanistan selama invasi Uni Soviet ke negara itu.
Menurut laporan Intelligence Online, Pangeran Faisal baru-baru ini bertemu dengan Mullah Yaqoob, putra salah satu pendiri Taliban Mullah Omar, dan juga mengadakan pertemuan dengan pejabat tinggi Taliban Mullah Baradar di Qatar.
Baradar adalah kepala politik Taliban dan telah bertindak sebagai negosiator utama kelompok itu dalam pembicaraan dengan Amerika Serikat dan pemerintah Afghanistan yang telah digulingkan.
Pada hari-hari setelah pengambilalihan kekuasaan oleh Taliban, Qatar—sebuah negara yang memiliki hubungan dingin dengan Arab Saudi dalam beberapa tahun terakhir—dipuji oleh AS atas perannya dalam mengevakuasi puluhan ribu orang dari bandara Kabul.
Negara kecil Teluk itu sebelumnya juga mengizinkan Taliban untuk membuka kantor di Doha pada 2013, dengan dukungan Presiden AS saat itu Barack Obama, dan dilaporkan memiliki banyak pengaruh atas kelompok tersebut.
Para ahli mengatakan kepada Middle East Eye (MEE), Jumat (3/9/2021) bahwa sementara hubungan langsung antara Kerajaan Arab Saudi dan Taliban saat ini diyakini terbatas, Arab Saudi dapat menggunakan sekutu regionalnya; Pakistan, untuk membantu mendapatkan pengaruh dengan Taliban.
Riyadh ingin mencari peran baru di Afghanistan setelah pemerintah di Kabul yang didukung Barat runtuh pada 15 Agustus lalu. Kerajaan itu tak mau kalah dengan saingannya, Qatar, yang sudah muncul sebagai perantara kekuatan utama di negara yang dilanda perang itu.
Putra Mahkota Arab Saudi Mohammad bin Salman (MBS) dilaporkan baru-baru ini menugaskan mantan kepala intelijen, Pangeran Turki al-Faisal, untuk memperbarui kontak di antara para pemimpin Taliban yang telah berurusan dengannya lebih dari dua dekade silam.
Faisal, 76, menjabat sebagai kepala dinas intelijen Arab Saudi antara 1979 hingga 2001, dan membantu mengoordinasikan perlawanan dengan kelompok Mujahiddin Afghanistan selama invasi Uni Soviet ke negara itu.
Menurut laporan Intelligence Online, Pangeran Faisal baru-baru ini bertemu dengan Mullah Yaqoob, putra salah satu pendiri Taliban Mullah Omar, dan juga mengadakan pertemuan dengan pejabat tinggi Taliban Mullah Baradar di Qatar.
Baradar adalah kepala politik Taliban dan telah bertindak sebagai negosiator utama kelompok itu dalam pembicaraan dengan Amerika Serikat dan pemerintah Afghanistan yang telah digulingkan.
Pada hari-hari setelah pengambilalihan kekuasaan oleh Taliban, Qatar—sebuah negara yang memiliki hubungan dingin dengan Arab Saudi dalam beberapa tahun terakhir—dipuji oleh AS atas perannya dalam mengevakuasi puluhan ribu orang dari bandara Kabul.
Negara kecil Teluk itu sebelumnya juga mengizinkan Taliban untuk membuka kantor di Doha pada 2013, dengan dukungan Presiden AS saat itu Barack Obama, dan dilaporkan memiliki banyak pengaruh atas kelompok tersebut.
Para ahli mengatakan kepada Middle East Eye (MEE), Jumat (3/9/2021) bahwa sementara hubungan langsung antara Kerajaan Arab Saudi dan Taliban saat ini diyakini terbatas, Arab Saudi dapat menggunakan sekutu regionalnya; Pakistan, untuk membantu mendapatkan pengaruh dengan Taliban.