Gelar Pertemuan, Menhan Israel dan Presiden Palestina Dicap Pengkhianat

Selasa, 31 Agustus 2021 - 19:34 WIB
loading...
Gelar Pertemuan, Menhan Israel dan Presiden Palestina Dicap Pengkhianat
Menteri Pertahanan Israel Benny Gantz dan Presiden Otoritas Palestina Mahmoud Abbas. Foto/Ynet News
A A A
YERUSALEM - Pertemuan tingkat tinggi antara Menteri Pertahanan Israel Benny Gantz dan Presiden Otoritas Palestina Mahmoud Abbas telah memicu kemarahan dari anggota parlemen Israel dan Hamas. Para politis garis keras Israel dan Hamas menyebutnya sebagai "pengkhianatan darah martir."

Dalam pembicaraan pertama setelah lebih dari satu dekade, Gantz dan Abbas bertemu pada Minggu malam di kota Ramallah, Tepi Barat, untuk membahas berbagai masalah. Tetapi politisi sayap kanan Israel mengungkapkan kemarahannya kepada Gantz atas pertemuannya dengan Abbas. Mereka menuduh Gantz sebagai “penyangkal Holocaust dan teroris.”



Pertemuan yang membahas kebijakan keamanan, masalah sipil dan ekonomi menjadi agenda mengundang kecaman keras dari faksi-faksi Palestina lainnya, termasuk Front Populer yang didukung oleh Organisasi Pembebasan Palestina untuk Pembebasan Palestina (PFLP), yang menyebutnya sebagai kelanjutan dari kebijakan kompromi hak-hak Palestina.

“Pertemuan ini datang dalam kerangka konsolidasi keamanan dan solusi ekonomi dengan menawarkan lebih banyak suap ekonomi sebagai imbalan untuk menjaga keamanan para pemukim dan pendudukan,” ujar pejabat senior PFLP Eyad Awadallah menggambarkannya sebagai negosiasi yang sia-sia seperti dikutip dari Russia Today, Selasa (31/8/2021).

Sementara itu, partai politik sayap kanan di Israel mengecam Gantz, dengan kepemimpinan partai sayap kanan Otzma Yehudit mencap pertemuan itu sebagai aib. Partai Agama Zionis (RZP) mengkritik keras menteri pertahanan Israel untuk bertemu dengan seorang pria yang menyangkal Holocaust dan membayar gaji kepada teroris.

“Masyarakat Israel tidak memahami potensi kerusakan yang dapat ditimbulkan oleh peristiwa ini pada tingkat diplomatik," ujar pemimpin RZP Bezalel Smotrich merujuk pada penyelidikan kejahatan perang Pengadilan Kriminal Internasional yang berbasis di Den Haag terhadap Israel, dibuka awal tahun ini.

Ada juga perbedaan pendapat dari dalam pemerintahan koalisi Perdana Menteri Naftali Bennett setelah seorang pejabat PMO yang tidak disebutkan namanya mengklarifikasi kepada surat kabar Times of Israel bahwa pertemuan itu tidak menandakan dimulainya kembali "proses diplomatik" dengan Otoritas Palestina.

“(Ini adalah) pesan yang keterlaluan. Mengapa tidak ada proses diplomatik? Proses diplomatik adalah kepentingan Israel,” Mossi Raz, seorang anggota parlemen dari partai sayap kiri Meretz, mentweet sebagai tanggapan dan menyerukan pembicaraan damai dengan Palestina.



Demikian pula, sejumlah kelompok Palestina – yang sebagian besar menentang pembicaraan damai – mencela pemimpin PA karena bertemu dengan Gantz, yang dicap sebagai “menteri perang kriminal Zionis.” Sebelum terjun ke dunia politik, Gantz pernah menjadi kepala staf Pasukan Pertahanan Israel (IDF).

Dalam sebuah pernyataan, juru bicara Hamas Abdel Latif Qanou mengutuk pertemuan itu sebagai tikaman di belakang rakyat Palestina dan pengorbanan mereka. Ia menambahkan bahwa itu adalah pengkhianatan terhadap darah para syahid.

“Abbas melanjutkan serangkaian konsesi sehubungan dengan keberadaan nasional (Palestina) dan mencoba mempercantik wajah pendudukan,” kata Qanou, mencatat bahwa pertemuan itu adalah bukti penurunan Otoritas Palestina dan pengabaian nilai-nilai nasional.

Pejabat senior Hamas Sami Abu Zuhri menyebut pertemuan itu sebagai perkembangan berbahaya yang membuktikan penghinaan Otoritas Palestina terhadap darah Palestina dan pengabaian terhadap kepentingan Palestina demi mempertahankan kerja sama keamanan tingkat tinggi dengan pendudukan.



Para pemimpin Israel dan Palestina sebelumnya telah bertemu tatap muka pada tahun 2010, pada awal masa jabatan kedua mantan perdana menteri Benjamin Netanyahu. Tetapi bahkan ketika kontak tingkat atas antara kedua belah pihak menjadi tegang, hubungan antara Israel dan sejumlah negara Arab telah mencair.

Setelah menandatangani Kesepakatan Abraham pada tahun 2020, Israel dan Uni Emirat Arab (UEA) membuka kedutaan di negara masing-masing tahun ini. Pejabat Hamas Hazem Qassem mengacu pada hal ini dalam mengungkapkan keprihatinan atas pertemuan hari Minggu, mengutuknya sebagai “(dorongan untuk) mereka yang ingin menormalkan hubungan” dengan Israel.
(ian)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.0887 seconds (0.1#10.140)