Hakim Afghanistan: Taliban Bakar Wanita karena Masakannya Buruk
loading...
A
A
A
KABUL - Seorang hakim Afghanistan melaporkan bahwa kelompok Taliban membakar seorang wanita yang dipaksa memasak untuk para milisi kelompok tersebut. Menurutnya, korban dibakar karena masakannya buruk.
Najla Ayoubi, hakim yang melarikan diri, mengatakan wanita tersebut dibakar pada hari Kamis di wilayah utara Afghanistan.
“Mereka memaksa orang untuk memberi mereka makanan dan memasak makanan untuk mereka. Seorang wanita dibakar karena dia dituduh memasak makanan yang buruk untuk para petempur Taliban," kata Ayoubi kepada Sky News, yang dilansir Sabtu (21/8/2021).
Ayoubi menggambarkan situasi di lapangan di negaranya sebagai "mimpi buruk".
Sebagai pendukung vokal untuk hak-hak perempuan di Afghanistan, Ayoubi mengatakan dia terpaksa melarikan diri karena hidupnya terancam oleh kelompok Taliban.
“Ada begitu banyak wanita muda yang dalam beberapa minggu terakhir dikirim ke negara tetangga dalam peti mati untuk digunakan sebagai budak seks,” lanjut hakim tersebut, tanpa menyebutkan lokasi pelariannya saat ini.
“Mereka juga memaksa keluarga untuk menikahkan anak perempuan mereka dengan petempur Taliban. Saya tidak melihat di mana janji bahwa mereka pikir wanita harus pergi bekerja, ketika kita melihat semua kekejaman ini.”
Jatuhnya Kabul yang tak terhindarkan diperkirakan akan memakan waktu berbulan-bulan, di mana gerilyawan Taliban menguasai wilayah di selatan Afghanistan ketika Amerika Serikat dan sekutunya yang tersisa mengumumkan evakuasi pasukan militer mereka pada awal 2021. Kampanye invasi kontroversial 20 tahun untuk memerangi ekstremisme pada akarnya menghabiskan triliunan dollar.
Hampir seminggu setelah Presiden AS Joe Biden dengan berani menolak prospek pengambilalihan oleh kelompok Taliban–yang kini tumbuh melampaui 200.000 personel dari sekitar 11.000 personel satu dekade lalu–dengan menggulingkan pemerintah Afghanistan minggu ini.
Kelompok Taliban bersikeras kali ini mereka berbeda. Setelah dipaksa ke dalam bayang-bayang mendekati kepunahan selama dua dekade terakhir pendudukan AS dan sekutu NATO-nya, kelompok militan itu telah bersumpah upaya barunya di sebuah negara Islam akan menjadi rezim "inklusif" dan terkendali.
Mengizinkan seorang jurnalis perempuan untuk menghadiri konferensi pers mereka minggu ini tampaknya merupakan sinyal yang cukup untuk lembaran baru gerakan mereka yang “progresif”.
Namun, dalam beberapa hari pertama pengambilalihan Afghanistan, dunia telah menyaksikan Taliban secara terbuka mengeksekusi seorang kepala polisi dan jurnalis di antara jiwa-jiwa malang lainnya yang sekarang dianggap pembangkang.
Informasi terbaru muncul dengan video menunjukkan para milisi Taliban mencambuk warga sipil yang membawa bendera nasional Afghanistan di jalan. Laporan lebih lanjut mengeklaim kelompok minoritas disiksa.
Media Jerman, Deutsche Welle (DW), pada hari Kamis lalu mengungkapkan bahwa milisi Taliban membunuh seorang kerabat dari salah satu wartawan mereka di Afghanistan.
“Pembunuhan kerabat dekat salah satu editor kami oleh Taliban kemarin sungguh tragis, dan membuktikan bahaya akut di mana semua karyawan kami dan keluarga mereka di Afghanistan menemukan diri mereka sendiri,” tulis Direktur Jenderal DW, Peter Limbourg.
“Jelas bahwa Taliban sudah melakukan pencarian terorganisir untuk wartawan, baik di Kabul maupun di provinsi-provinsi [lain]. Kita kehabisan waktu!"
Taliban telah mengintensifkan perburuan semua tersangka kolaborator yang terkait dengan rezim sebelumnya.
“Jika tidak berhasil, mereka akan menargetkan dan menangkap keluarga dan menghukum mereka sesuai dengan interpretasi mereka sendiri tentang hukum Syariah,” bunyi sebuah dokumen penilaian ancaman disiapkan untuk dibaca PBB.
“Yang paling berisiko adalah individu di posisi sentral di militer, polisi, dan unit investigasi.”
Jalan-jalan di kota Kabul yang berpenduduk 4,6 juta jiwa kini dengan cepat berubah menjadi kekacauan setelah kabar bahwa Taliban telah mengepung perimeter, dengan kamp-kamp darurat didirikan di sepanjang landasan pacu.
Najla Ayoubi, hakim yang melarikan diri, mengatakan wanita tersebut dibakar pada hari Kamis di wilayah utara Afghanistan.
“Mereka memaksa orang untuk memberi mereka makanan dan memasak makanan untuk mereka. Seorang wanita dibakar karena dia dituduh memasak makanan yang buruk untuk para petempur Taliban," kata Ayoubi kepada Sky News, yang dilansir Sabtu (21/8/2021).
Ayoubi menggambarkan situasi di lapangan di negaranya sebagai "mimpi buruk".
Sebagai pendukung vokal untuk hak-hak perempuan di Afghanistan, Ayoubi mengatakan dia terpaksa melarikan diri karena hidupnya terancam oleh kelompok Taliban.
“Ada begitu banyak wanita muda yang dalam beberapa minggu terakhir dikirim ke negara tetangga dalam peti mati untuk digunakan sebagai budak seks,” lanjut hakim tersebut, tanpa menyebutkan lokasi pelariannya saat ini.
“Mereka juga memaksa keluarga untuk menikahkan anak perempuan mereka dengan petempur Taliban. Saya tidak melihat di mana janji bahwa mereka pikir wanita harus pergi bekerja, ketika kita melihat semua kekejaman ini.”
Jatuhnya Kabul yang tak terhindarkan diperkirakan akan memakan waktu berbulan-bulan, di mana gerilyawan Taliban menguasai wilayah di selatan Afghanistan ketika Amerika Serikat dan sekutunya yang tersisa mengumumkan evakuasi pasukan militer mereka pada awal 2021. Kampanye invasi kontroversial 20 tahun untuk memerangi ekstremisme pada akarnya menghabiskan triliunan dollar.
Hampir seminggu setelah Presiden AS Joe Biden dengan berani menolak prospek pengambilalihan oleh kelompok Taliban–yang kini tumbuh melampaui 200.000 personel dari sekitar 11.000 personel satu dekade lalu–dengan menggulingkan pemerintah Afghanistan minggu ini.
Kelompok Taliban bersikeras kali ini mereka berbeda. Setelah dipaksa ke dalam bayang-bayang mendekati kepunahan selama dua dekade terakhir pendudukan AS dan sekutu NATO-nya, kelompok militan itu telah bersumpah upaya barunya di sebuah negara Islam akan menjadi rezim "inklusif" dan terkendali.
Mengizinkan seorang jurnalis perempuan untuk menghadiri konferensi pers mereka minggu ini tampaknya merupakan sinyal yang cukup untuk lembaran baru gerakan mereka yang “progresif”.
Namun, dalam beberapa hari pertama pengambilalihan Afghanistan, dunia telah menyaksikan Taliban secara terbuka mengeksekusi seorang kepala polisi dan jurnalis di antara jiwa-jiwa malang lainnya yang sekarang dianggap pembangkang.
Informasi terbaru muncul dengan video menunjukkan para milisi Taliban mencambuk warga sipil yang membawa bendera nasional Afghanistan di jalan. Laporan lebih lanjut mengeklaim kelompok minoritas disiksa.
Media Jerman, Deutsche Welle (DW), pada hari Kamis lalu mengungkapkan bahwa milisi Taliban membunuh seorang kerabat dari salah satu wartawan mereka di Afghanistan.
“Pembunuhan kerabat dekat salah satu editor kami oleh Taliban kemarin sungguh tragis, dan membuktikan bahaya akut di mana semua karyawan kami dan keluarga mereka di Afghanistan menemukan diri mereka sendiri,” tulis Direktur Jenderal DW, Peter Limbourg.
“Jelas bahwa Taliban sudah melakukan pencarian terorganisir untuk wartawan, baik di Kabul maupun di provinsi-provinsi [lain]. Kita kehabisan waktu!"
Taliban telah mengintensifkan perburuan semua tersangka kolaborator yang terkait dengan rezim sebelumnya.
“Jika tidak berhasil, mereka akan menargetkan dan menangkap keluarga dan menghukum mereka sesuai dengan interpretasi mereka sendiri tentang hukum Syariah,” bunyi sebuah dokumen penilaian ancaman disiapkan untuk dibaca PBB.
“Yang paling berisiko adalah individu di posisi sentral di militer, polisi, dan unit investigasi.”
Jalan-jalan di kota Kabul yang berpenduduk 4,6 juta jiwa kini dengan cepat berubah menjadi kekacauan setelah kabar bahwa Taliban telah mengepung perimeter, dengan kamp-kamp darurat didirikan di sepanjang landasan pacu.
(min)