AS Pulang, China Segera Datang ke Afghanistan untuk Menambang Mineral Langka
loading...
A
A
A
WASHINGTON - China segera datang ke Afghanistan untuk menambang mineral langka (rare earth) setelah penarikan militer Amerika Serikat (AS).
Mineral langka merupakan barang tambang penting yang menjadi bahan baku pembuatan komponen untuk berbagai peralatan elektronik, pesawat, hingga rudal canggih.
Peringatan itu diungkapkan anggota parlemen dari Partai Republik di Komite Urusan Luar Negeri DPR AS Michael McCaul dalam wawancara dengan Washington Post.
“China akan masuk. Ada mineral langka di (Afghanistan). Saya tidak tahu mengapa kita tidak bekerja sama dengan Afghanistan untuk mengembangkan itu, tetapi kita tidak pernah melakukannya,” ujar McCaul.
“Dan sekarang, Anda akan meminta China untuk menambang mineral langka ini,” papar dia.
McCaul mengatakan sebagai hasilnya, China adalah pemenang dan Amerika Serikat yang kalah dalam situasi ini seperti halnya rakyat Afghanistan.
"Dia Taliban akan mendapat keuntungan tak terduga yang besar dari ini yang akan mereka masukkan ke dalam pendanaan teroris," papar dia.
Pada 2017, mantan Presiden AS Donald Trump bertemu dengan Presiden Afghanistan saat itu Ashraf Ghani sepakat bahwa ada peluang bagi perusahaan AS untuk mengembangkan mineral langka Afghanistan dengan cepat sebagai cara mengimbangi biaya perang di sana.
Namun, laporan yang ditulis Inspektur Jenderal Khusus AS untuk Rekonstruksi Afghanistan pada Agustus 2018 mengatakan ambisi itu gagal terwujud karena "pemrograman sektor ekstraktif" AS tetap relatif minim.
Setelah serangan selama berpekan-pekan di kota-kota besar, diluncurkan setelah dimulainya penarikan pasukan asing, Taliban mengambil alih Afghanistan dan ibukotanya pada Minggu, mendorong Presiden Ashraf Ghani mengundurkan diri lalu melarikan diri secara memalukan.
Para militan Taliban menyatakan perang dua dekade telah berakhir. Kini Taliban mempersiapkan pemerintahan yang membuat banyak pihak berharap sekaligus khawatir.
Mineral langka merupakan barang tambang penting yang menjadi bahan baku pembuatan komponen untuk berbagai peralatan elektronik, pesawat, hingga rudal canggih.
Peringatan itu diungkapkan anggota parlemen dari Partai Republik di Komite Urusan Luar Negeri DPR AS Michael McCaul dalam wawancara dengan Washington Post.
“China akan masuk. Ada mineral langka di (Afghanistan). Saya tidak tahu mengapa kita tidak bekerja sama dengan Afghanistan untuk mengembangkan itu, tetapi kita tidak pernah melakukannya,” ujar McCaul.
“Dan sekarang, Anda akan meminta China untuk menambang mineral langka ini,” papar dia.
McCaul mengatakan sebagai hasilnya, China adalah pemenang dan Amerika Serikat yang kalah dalam situasi ini seperti halnya rakyat Afghanistan.
"Dia Taliban akan mendapat keuntungan tak terduga yang besar dari ini yang akan mereka masukkan ke dalam pendanaan teroris," papar dia.
Pada 2017, mantan Presiden AS Donald Trump bertemu dengan Presiden Afghanistan saat itu Ashraf Ghani sepakat bahwa ada peluang bagi perusahaan AS untuk mengembangkan mineral langka Afghanistan dengan cepat sebagai cara mengimbangi biaya perang di sana.
Namun, laporan yang ditulis Inspektur Jenderal Khusus AS untuk Rekonstruksi Afghanistan pada Agustus 2018 mengatakan ambisi itu gagal terwujud karena "pemrograman sektor ekstraktif" AS tetap relatif minim.
Setelah serangan selama berpekan-pekan di kota-kota besar, diluncurkan setelah dimulainya penarikan pasukan asing, Taliban mengambil alih Afghanistan dan ibukotanya pada Minggu, mendorong Presiden Ashraf Ghani mengundurkan diri lalu melarikan diri secara memalukan.
Para militan Taliban menyatakan perang dua dekade telah berakhir. Kini Taliban mempersiapkan pemerintahan yang membuat banyak pihak berharap sekaligus khawatir.
(sya)