Dewan HAM PBB Desak Dunia Cegah ‘Bencana’ di Afghanistan
loading...
A
A
A
JENEWA - Dewan HAM PBB meminta negara-negara untuk mengambil tindakan untuk mencegah "konsekuensi bencana" bagi rakyat Afghanistan. Mereka memperingatkan bahwa laporan pelanggaran bisa menjadi kejahatan perang.
"Kegagalan untuk membendung meningkatnya kekerasan dan pelanggaran HAM memiliki konsekuensi bencana bagi rakyat Afghanistan," ujar Komisaris Tinggi HAM PBB, Michelle Bachelet.
Dia mengutip "perang perkotaan" di mana sejumlah warga sipil telah tewas. Bachelet mengatakan, sejak 9 Juli, di empat kota yakni Lashkar Gah, Kandahar, Herat dan Kunduz,setidaknya 183 warga sipil telah tewas dan 1.181 terluka, termasuk anak-anak.
“Ini hanya korban sipil yang berhasil kami dokumentasikan,angka sebenarnya akan jauh lebih tinggi,” kata Bachelet, seperti dilansir Anadolu Agency pada Rabu (11/8/2021).
Bachelet mendesak semua pihak yang terlibat dalam konflik untuk menghentikan pertempuran untuk mencegah lebih banyak pertumpahan darah.
"Taliban harus menghentikan operasi militer mereka di kota-kota. Kecuali semua pihak kembali ke meja perundingan dan mencapai penyelesaian damai, situasi yang sudah mengerikan bagi begitu banyak warga Afghanistan akan menjadi jauh lebih buruk," ungkapnya.
Dirinya juga mendesak semua negara untuk menggunakan pengaruh bilateral dan multilateral mereka untuk mengakhiri permusuhan.
"Negara-negara memiliki kewajiban untuk menggunakan pengaruh apa pun yang mereka miliki untuk meredakan situasi dan menghidupkan kembali proses perdamaian. Pertempuran harus diakhiri," tegasnya.
Dia menyatakan keprihatinan khusus tentang indikasi bahwa Taliban menerapkan tindakan keras yang melanggar HAM di daerah-daerah di bawah kendali mereka, terutama menargetkan perempuan.
"Orang-orang benar takut bahwa perebutan kekuasaan oleh Taliban akan menghapus pencapaian HAM dalam dua dekade terakhir. Kami telah menerima laporan bahwa perempuan dan anak perempuan di berbagai distrik di bawah kendali Taliban dilarang meninggalkan rumah mereka tanpa Mahram, pendamping laki-laki,” ujarnya.
Pembatasan semacam itu berdampak parah pada hak-hak perempuan, kata Bachelet, seraya menambahkan bahwa menghambat kemampuan perempuan untuk meninggalkan rumah tanpa pendamping laki-laki juga tak terhindarkan.
Menurutnya, ini bisamengarah pada serangkaian pelanggaran lain terhadap hak-hak ekonomi dan sosialnya, dan keluarganya.
"Perempuan, minoritas, pembela hak asasi manusia, jurnalis serta orang lain yang sangat rentan membutuhkan perlindungan khusus. Ada risiko yang sangat nyata dari kekejaman baru terhadap etnis dan agama minoritas," tukasnya.
"Kegagalan untuk membendung meningkatnya kekerasan dan pelanggaran HAM memiliki konsekuensi bencana bagi rakyat Afghanistan," ujar Komisaris Tinggi HAM PBB, Michelle Bachelet.
Dia mengutip "perang perkotaan" di mana sejumlah warga sipil telah tewas. Bachelet mengatakan, sejak 9 Juli, di empat kota yakni Lashkar Gah, Kandahar, Herat dan Kunduz,setidaknya 183 warga sipil telah tewas dan 1.181 terluka, termasuk anak-anak.
“Ini hanya korban sipil yang berhasil kami dokumentasikan,angka sebenarnya akan jauh lebih tinggi,” kata Bachelet, seperti dilansir Anadolu Agency pada Rabu (11/8/2021).
Bachelet mendesak semua pihak yang terlibat dalam konflik untuk menghentikan pertempuran untuk mencegah lebih banyak pertumpahan darah.
"Taliban harus menghentikan operasi militer mereka di kota-kota. Kecuali semua pihak kembali ke meja perundingan dan mencapai penyelesaian damai, situasi yang sudah mengerikan bagi begitu banyak warga Afghanistan akan menjadi jauh lebih buruk," ungkapnya.
Dirinya juga mendesak semua negara untuk menggunakan pengaruh bilateral dan multilateral mereka untuk mengakhiri permusuhan.
"Negara-negara memiliki kewajiban untuk menggunakan pengaruh apa pun yang mereka miliki untuk meredakan situasi dan menghidupkan kembali proses perdamaian. Pertempuran harus diakhiri," tegasnya.
Dia menyatakan keprihatinan khusus tentang indikasi bahwa Taliban menerapkan tindakan keras yang melanggar HAM di daerah-daerah di bawah kendali mereka, terutama menargetkan perempuan.
"Orang-orang benar takut bahwa perebutan kekuasaan oleh Taliban akan menghapus pencapaian HAM dalam dua dekade terakhir. Kami telah menerima laporan bahwa perempuan dan anak perempuan di berbagai distrik di bawah kendali Taliban dilarang meninggalkan rumah mereka tanpa Mahram, pendamping laki-laki,” ujarnya.
Pembatasan semacam itu berdampak parah pada hak-hak perempuan, kata Bachelet, seraya menambahkan bahwa menghambat kemampuan perempuan untuk meninggalkan rumah tanpa pendamping laki-laki juga tak terhindarkan.
Menurutnya, ini bisamengarah pada serangkaian pelanggaran lain terhadap hak-hak ekonomi dan sosialnya, dan keluarganya.
"Perempuan, minoritas, pembela hak asasi manusia, jurnalis serta orang lain yang sangat rentan membutuhkan perlindungan khusus. Ada risiko yang sangat nyata dari kekejaman baru terhadap etnis dan agama minoritas," tukasnya.
(ian)