Netanyahu: AS Dapat Gagalkan Serangan Israel terhadap Iran
loading...
A
A
A
TEL AVIV - Benjamin Netanyahu, mantan perdana menteri yang kini jadi pemimpin oposisi Israel , mengecam pemerintah yang sedang berkuasa atas apa yang disebut "kebijakan tanpa kejutan" dengan Amerika Serikat (AS).
Dia menyesalkan kebijakan seperti itu karena berpotensi menggagalkan serangan Israel terhadap musuhnya; Iran .
"Informasi yang dikirim ke Amerika dapat bocor ke media besar dan dengan cara ini operasi kami akan digagalkan," kata Netanyahu seperti dikutip The Times of Israel, Senin (2/8/2021).
"Itulah sebabnya selama dekade terakhir saya telah menolak permintaan presiden Amerika untuk selalu memberi tahu mereka tentang tindakan kami," ujarnya.
"Ini adalah masalah eksistensial bagi Israel, di mana mungkin ada kejutan dan terkadang kejutan diperlukan," imbuh dia.
Dia juga mengatakan bahwa pemerintah Perdana Menteri (PM) Naftali Bennett telah mengubah Israel menjadi semacam protektorat dengan tugas untuk melapor. "Jika kami tidak memiliki independensi dalam masalah ini, kami tidak memiliki independensi sama sekali," kritik Netanyahu.
Kritik keras Netanyahu muncul ketika pejabat tinggi AS dan Israel mengadakan diskusi tentang keamanan regional, di mana mereka menyebutkan "ancaman Iran" setelah serangan baru-baru ini terhadap kapal tanker MV Mercer Street.
Pemerintah Israel dengan cepat menuduh Teheran berada di balik serangan itu, dengan sekutu Barat menggemakan tuduhan itu dan bersumpah akan memberikan tanggapan keras terhadap Iran.
Teheran telah membantah terlibat dalam insiden itu. Iran juga mengancam balik AS, Inggris dan Israel dengan akan merespons keras setiap tindakan terhadap Teheran.
"Kebijakan tanpa kejutan" dalam hubungan bilateral menyiratkan bahwa Israel akan memberi tahu AS terlebih dahulu mengenai setiap operasi Pasukan Pertahanan Israel (IDF) terhadap Republik Islam Iran.
Netanyahu sebelumnya mengecam kebijakan itu sebagai ancaman terhadap keamanan Israel yang merusak kebebasan bertindak terhadap program nuklir Teheran.
Pemerintah Israel, terutama ketika Netanyahu menjadi perdana menteri, telah lama membunyikan alarm tentang Iran yang diduga bekerja untuk mengembangkan senjata nuklir. Hal ini menyebabkan keyakinan bahwa Israel berada di balik serangan baru-baru ini terhadap Iran, termasuk pembunuhan ilmuwan nuklir terkemuka Mohsen Fakhrizadeh dan insiden "sabotase" di pabrik Natanz, yang semuanya diduga bertujuan merusak kemampuan nuklir Iran.
Lihat Juga: Cara Mohammed bin Salman Ubah Tatanan Dunia: Jinakkan AS Pakai Minyak, Berdamai dengan Iran
Dia menyesalkan kebijakan seperti itu karena berpotensi menggagalkan serangan Israel terhadap musuhnya; Iran .
"Informasi yang dikirim ke Amerika dapat bocor ke media besar dan dengan cara ini operasi kami akan digagalkan," kata Netanyahu seperti dikutip The Times of Israel, Senin (2/8/2021).
"Itulah sebabnya selama dekade terakhir saya telah menolak permintaan presiden Amerika untuk selalu memberi tahu mereka tentang tindakan kami," ujarnya.
"Ini adalah masalah eksistensial bagi Israel, di mana mungkin ada kejutan dan terkadang kejutan diperlukan," imbuh dia.
Dia juga mengatakan bahwa pemerintah Perdana Menteri (PM) Naftali Bennett telah mengubah Israel menjadi semacam protektorat dengan tugas untuk melapor. "Jika kami tidak memiliki independensi dalam masalah ini, kami tidak memiliki independensi sama sekali," kritik Netanyahu.
Kritik keras Netanyahu muncul ketika pejabat tinggi AS dan Israel mengadakan diskusi tentang keamanan regional, di mana mereka menyebutkan "ancaman Iran" setelah serangan baru-baru ini terhadap kapal tanker MV Mercer Street.
Pemerintah Israel dengan cepat menuduh Teheran berada di balik serangan itu, dengan sekutu Barat menggemakan tuduhan itu dan bersumpah akan memberikan tanggapan keras terhadap Iran.
Teheran telah membantah terlibat dalam insiden itu. Iran juga mengancam balik AS, Inggris dan Israel dengan akan merespons keras setiap tindakan terhadap Teheran.
"Kebijakan tanpa kejutan" dalam hubungan bilateral menyiratkan bahwa Israel akan memberi tahu AS terlebih dahulu mengenai setiap operasi Pasukan Pertahanan Israel (IDF) terhadap Republik Islam Iran.
Netanyahu sebelumnya mengecam kebijakan itu sebagai ancaman terhadap keamanan Israel yang merusak kebebasan bertindak terhadap program nuklir Teheran.
Pemerintah Israel, terutama ketika Netanyahu menjadi perdana menteri, telah lama membunyikan alarm tentang Iran yang diduga bekerja untuk mengembangkan senjata nuklir. Hal ini menyebabkan keyakinan bahwa Israel berada di balik serangan baru-baru ini terhadap Iran, termasuk pembunuhan ilmuwan nuklir terkemuka Mohsen Fakhrizadeh dan insiden "sabotase" di pabrik Natanz, yang semuanya diduga bertujuan merusak kemampuan nuklir Iran.
Lihat Juga: Cara Mohammed bin Salman Ubah Tatanan Dunia: Jinakkan AS Pakai Minyak, Berdamai dengan Iran
(min)