Pertama di Prancis, Pendeta Protestan Nikahi Pasangan Sesama Jenisnya
loading...
A
A
A
PARIS - Gereja Protestan Prancis untuk pertama kalinya merayakan pernikahan pendeta sesama jenis. Pendeta lesbian tersebut menikahi pasangannya, enam tahun setelah memenangkan hak untuk menikah.
Emeline Daude dan Agnes Kauffmann, keduanya berusia awal tiga puluhan tahun, menikah di selatan kota Montpellier pada hari Sabtu.
"Ini adalah langkah untuk gereja," Kauffmann, yang seperti "istri"-nya sedang menjalani masa percobaan untuk pendeta yang dibutuhkan oleh United Protestant Church of France (EPUdF), kepada AFPyang dilansir Selasa (27/7/2021).
"Orang-orang LGBT perlu melihat orang-orang LGBT berkomitmen lainnya, termasuk di bidang agama," imbuh Daude. LGBT adalah singkatan dari lesbian, gay, biseksual dan transgender.
Sementara pernikahan heteroseksual telah lama menjadi norma bagi para pendeta Protestan, keputusan sinode gereja tahun 2015 untuk juga mengizinkan penyatuan sesama jenis di antara para pendeta tetap kontroversial, dan memberi para pejabat kebijaksanaan luas tentang bagaimana menerapkan aturan tersebut.
"Itu bukan hak, atau kewajiban," bunyi teks keputusan sinode gereja tahun 2015. "Dan tidak dapat dipaksakan pada paroki mana pun, atau pendeta mana pun."
Perubahan aturan tersebut mengikuti diskusi selama dua tahun di dalam gereja, kata juru bicara EPUdF Daniel Cassou. "Ini tetap menjadi topik yang sensitif," katanya kepada AFP.
Secara umum, doktrin Protestan tidak menganggap pernikahan sebagai sakramen, tetapi gereja dapat memberikan restunya dalam upacara sipil untuk pasangan heteroseksual dan homoseksual.
Emeline Daude dan Agnes Kauffmann, keduanya berusia awal tiga puluhan tahun, menikah di selatan kota Montpellier pada hari Sabtu.
Baca Juga
"Ini adalah langkah untuk gereja," Kauffmann, yang seperti "istri"-nya sedang menjalani masa percobaan untuk pendeta yang dibutuhkan oleh United Protestant Church of France (EPUdF), kepada AFPyang dilansir Selasa (27/7/2021).
"Orang-orang LGBT perlu melihat orang-orang LGBT berkomitmen lainnya, termasuk di bidang agama," imbuh Daude. LGBT adalah singkatan dari lesbian, gay, biseksual dan transgender.
Sementara pernikahan heteroseksual telah lama menjadi norma bagi para pendeta Protestan, keputusan sinode gereja tahun 2015 untuk juga mengizinkan penyatuan sesama jenis di antara para pendeta tetap kontroversial, dan memberi para pejabat kebijaksanaan luas tentang bagaimana menerapkan aturan tersebut.
"Itu bukan hak, atau kewajiban," bunyi teks keputusan sinode gereja tahun 2015. "Dan tidak dapat dipaksakan pada paroki mana pun, atau pendeta mana pun."
Perubahan aturan tersebut mengikuti diskusi selama dua tahun di dalam gereja, kata juru bicara EPUdF Daniel Cassou. "Ini tetap menjadi topik yang sensitif," katanya kepada AFP.
Secara umum, doktrin Protestan tidak menganggap pernikahan sebagai sakramen, tetapi gereja dapat memberikan restunya dalam upacara sipil untuk pasangan heteroseksual dan homoseksual.