Spyware Pegasus Dipakai Matai-matai Presiden, Perusahaan Israel Ogah Disalahkan
loading...
A
A
A
TEL AVIV - Perusahaan perangkat lunak mata-mata Israel yang diduga kuat digunakan untuk meretas sejumlah pemimpin negara dunia, NSO, mengaku tidak bersalah. NSO mengatakan menyalahkan perusahaan itu seperti "mengkritik pabrikan mobil ketika pengemudi mabuk menabrak".
NSO Group menghadapi kritik internasional, setelah wartawan memperoleh daftar dugaan target potensial untuk spyware Pegasus , termasuk aktivis, politisi dan jurnalis.
Penyelidikan telah dimulai ketika daftar, dari 50.000 nomor telepon, berisi sejumlah kecil telepon yang diretas. Pegasus menginfeksi perangkat iPhone dan Android, memungkinkan operator mengekstrak pesan, foto, dan email, merekam panggilan, dan secara diam-diam mengaktifkan mikrofon dan kamera.
Perusahaan Israel mengatakan perangkat lunaknya dimaksudkan untuk digunakan melawan penjahat dan teroris dan hanya tersedia untuk militer, penegak hukum serta badan intelijen dari negara-negara dengan catatan hak asasi manusia yang baik.
Tetapi konsorsium organisasi berita, yang dipimpin oleh outlet media Prancis Forbidden Stories, telah menerbitkan lusinan cerita berdasarkan daftar tersebut, termasuk tuduhan nomor telepon Presiden Prancis Emmanuel Macron ada di dalamnya dan mungkin telah menjadi sasaran.
NSO Group mengatakan telah diberitahu bahwa daftar tersebut telah diretas dari servernya di Siprus. Namun hal itu dibantah oleh juru bicara perusahaan.
"Pertama, kami tidak memiliki server di Siprus. Dan kedua, kami tidak memiliki data pelanggan kami," ujarnya.
“Dan lebih dari itu, pelanggan tidak terkait satu sama lain, karena setiap pelanggan terpisah. Jadi seharusnya tidak ada daftar seperti ini di mana pun," tegasnya seperti dikutip dari BBC, Kamis (22/7/2021).
Dan jumlah target potensial tidak mencerminkan cara kerja Pegasus. "Ini angka yang gila," kata juru bicara itu.
"Pelanggan kami rata-rata memiliki 100 target per tahun. Sejak awal perusahaan, kami tidak memiliki total 50.000 target," ungkapnya.
Berkali-kali dalam beberapa tahun terakhir,NSO telah dituduh mengizinkan pemerintah yang represif untuk meretas orang yang tidak bersalah, termasuk mereka yang dekat dengan kolumnis Washington Post yang terbunuh, Jamal Khashoggi .
Tapi perusahan itu menyangkal semua tuduhan itu. NSO tidak secara rutin menyelidiki siapa yang menjadi sasaran tetapi memiliki sistem untuk memeriksa layanan keamanan yang dijualnya.
"Jika saya adalah produsen mobil dan sekarang Anda mengambil mobil dan Anda mengemudi dalam keadaan mabuk dan Anda menabrak seseorang, Anda tidak pergi ke pabrik mobil, Anda pergi ke pengemudinya," ujar juru bicara NSO.
"Kami mengirimkan sistem ke pemerintah, kami mendapatkan semua akreditasi yang benar dan melakukan semuanya secara legal," sambungnya.
"Kamu tahu, jika seorang pelanggan memutuskan untuk menyalahgunakan sistem, dia tidak akan menjadi pelanggan lagi. Tetapi semua tuduhan dan semua tudingan harus ditujukan kepada pelanggan," cetusnya.
Dari orang-orang yang nomornya ada dalam daftar, 67 setuju untuk memberikan Forbidden Stories ponsel mereka untuk analisis forensik.
Dan penelitian ini, oleh Amnesty International Security Labs, dilaporkan menemukan bukti potensi penargetan oleh Pegasus pada 37 di antaranya.
Namun NSO Group mengatakan tidak mengetahui bagaimana beberapa ponsel dalam daftar tersebut mengandung sisa-sisa spyware.
"Itu bisa jadi kebetulan," tukas juru bicara itu.
NSO Group menghadapi kritik internasional, setelah wartawan memperoleh daftar dugaan target potensial untuk spyware Pegasus , termasuk aktivis, politisi dan jurnalis.
Penyelidikan telah dimulai ketika daftar, dari 50.000 nomor telepon, berisi sejumlah kecil telepon yang diretas. Pegasus menginfeksi perangkat iPhone dan Android, memungkinkan operator mengekstrak pesan, foto, dan email, merekam panggilan, dan secara diam-diam mengaktifkan mikrofon dan kamera.
Perusahaan Israel mengatakan perangkat lunaknya dimaksudkan untuk digunakan melawan penjahat dan teroris dan hanya tersedia untuk militer, penegak hukum serta badan intelijen dari negara-negara dengan catatan hak asasi manusia yang baik.
Tetapi konsorsium organisasi berita, yang dipimpin oleh outlet media Prancis Forbidden Stories, telah menerbitkan lusinan cerita berdasarkan daftar tersebut, termasuk tuduhan nomor telepon Presiden Prancis Emmanuel Macron ada di dalamnya dan mungkin telah menjadi sasaran.
NSO Group mengatakan telah diberitahu bahwa daftar tersebut telah diretas dari servernya di Siprus. Namun hal itu dibantah oleh juru bicara perusahaan.
"Pertama, kami tidak memiliki server di Siprus. Dan kedua, kami tidak memiliki data pelanggan kami," ujarnya.
“Dan lebih dari itu, pelanggan tidak terkait satu sama lain, karena setiap pelanggan terpisah. Jadi seharusnya tidak ada daftar seperti ini di mana pun," tegasnya seperti dikutip dari BBC, Kamis (22/7/2021).
Dan jumlah target potensial tidak mencerminkan cara kerja Pegasus. "Ini angka yang gila," kata juru bicara itu.
"Pelanggan kami rata-rata memiliki 100 target per tahun. Sejak awal perusahaan, kami tidak memiliki total 50.000 target," ungkapnya.
Berkali-kali dalam beberapa tahun terakhir,NSO telah dituduh mengizinkan pemerintah yang represif untuk meretas orang yang tidak bersalah, termasuk mereka yang dekat dengan kolumnis Washington Post yang terbunuh, Jamal Khashoggi .
Tapi perusahan itu menyangkal semua tuduhan itu. NSO tidak secara rutin menyelidiki siapa yang menjadi sasaran tetapi memiliki sistem untuk memeriksa layanan keamanan yang dijualnya.
"Jika saya adalah produsen mobil dan sekarang Anda mengambil mobil dan Anda mengemudi dalam keadaan mabuk dan Anda menabrak seseorang, Anda tidak pergi ke pabrik mobil, Anda pergi ke pengemudinya," ujar juru bicara NSO.
"Kami mengirimkan sistem ke pemerintah, kami mendapatkan semua akreditasi yang benar dan melakukan semuanya secara legal," sambungnya.
"Kamu tahu, jika seorang pelanggan memutuskan untuk menyalahgunakan sistem, dia tidak akan menjadi pelanggan lagi. Tetapi semua tuduhan dan semua tudingan harus ditujukan kepada pelanggan," cetusnya.
Dari orang-orang yang nomornya ada dalam daftar, 67 setuju untuk memberikan Forbidden Stories ponsel mereka untuk analisis forensik.
Dan penelitian ini, oleh Amnesty International Security Labs, dilaporkan menemukan bukti potensi penargetan oleh Pegasus pada 37 di antaranya.
Namun NSO Group mengatakan tidak mengetahui bagaimana beberapa ponsel dalam daftar tersebut mengandung sisa-sisa spyware.
"Itu bisa jadi kebetulan," tukas juru bicara itu.
(ian)