Rusia Prihatin Warga AS Jadi Tersangka Pembunuhan Presiden Haiti
loading...
A
A
A
MOSKOW - Rusia sangat prihatin dengan laporan bahwa tersangka yang ditangkap atas pembunuhan Presiden Haiti Jovenel Moise memiliki kewarganegaraan Amerika Serikat (AS). Hal itu diungkapkan oleh juru bicara Kementerian Luar Negeri Rusia, Maria Zakharova.
"Moskow berharap tidak hanya pelaku, tetapi juga dalang pembunuhan akan ditemukan," kata Zakharova, seperti dikutip dari Sputnik, Sabtu (10/7/2021).
Zakharovamenggarisbawahi kekhawatiran para pemimpin Rusia bahwa konflik internal di Haiti dapat dimanipulasi oleh pemain eksternal untuk tujuan geopolitik.
Kementerian Luar Negeri Rusia mengecam pembunuhan yang berani dan demonstratif terhadap Presiden Haiti.
"Moskow mengikuti dengan cermat penyelidikan pembunuhan Jovenel Moise, yang diyakini terjadi sebagai akibat dari ketidakstabilan internal di negara itu," ujar Zakharova pada konferensi pers.
Jovenel Moise, yang telah memerintah Haiti sejak 2016, ditembak mati di kediaman pribadinya di luar Port au Prince pada pagi hari tanggal 7 Juli. Istrinya menderita luka-luka dalam serangan itu.
Polisi Haiti dilaporkan telah mengidentifikasi 28 orang yang diduga terlibat dalam pembunuhan itu, kebanyakan dari mereka adalah warga negara Kolombia. Penegak hukum juga menangkap 17 tersangka, termasuk dua warga negara AS kelahiran Haiti, yang telah diidentifikasi sebagai James Solages dan Joseph Vincent.
Sebelumnya, dua warga AS yang ditangkap karena dicurigai terlibat dalam pembunuhan Presiden Jovenel Moise mengatakan bahwa dia tidak seharusnya disingkirkan, kata Justice of the Peace Clement Noel seperti dikutip oleh surat kabar Nouvelliste.
"Mereka mengatakan bahwa mereka adalah penerjemah. Tujuan tentara bayaran adalah untuk menangkap Presiden Moise di bawah surat perintah hakim investigasi, dan tidak membunuhnya," kata Noel mengutip kesaksian tersangka.
Penggeledahan kendaraan tersangka oleh penyelidik menemukan senjata api dan uang tunai dolar AS, termasuk server kamera video yang dipasang di kediaman Moise, tambah pejabat itu.
Saat ini, penjabat Perdana Menteri Claude Joseph tetap menjadi pemimpin de facto negara itu. Joseph sebelumnya mengumumkan keadaan darurat selama dua minggu, memberi polisi kekuatan luas untuk memburu para pembunuh. Masa berkabung selama 15 hari untuk presiden yang terbunuh juga telah diumumkan.
"Moskow berharap tidak hanya pelaku, tetapi juga dalang pembunuhan akan ditemukan," kata Zakharova, seperti dikutip dari Sputnik, Sabtu (10/7/2021).
Zakharovamenggarisbawahi kekhawatiran para pemimpin Rusia bahwa konflik internal di Haiti dapat dimanipulasi oleh pemain eksternal untuk tujuan geopolitik.
Kementerian Luar Negeri Rusia mengecam pembunuhan yang berani dan demonstratif terhadap Presiden Haiti.
"Moskow mengikuti dengan cermat penyelidikan pembunuhan Jovenel Moise, yang diyakini terjadi sebagai akibat dari ketidakstabilan internal di negara itu," ujar Zakharova pada konferensi pers.
Jovenel Moise, yang telah memerintah Haiti sejak 2016, ditembak mati di kediaman pribadinya di luar Port au Prince pada pagi hari tanggal 7 Juli. Istrinya menderita luka-luka dalam serangan itu.
Polisi Haiti dilaporkan telah mengidentifikasi 28 orang yang diduga terlibat dalam pembunuhan itu, kebanyakan dari mereka adalah warga negara Kolombia. Penegak hukum juga menangkap 17 tersangka, termasuk dua warga negara AS kelahiran Haiti, yang telah diidentifikasi sebagai James Solages dan Joseph Vincent.
Sebelumnya, dua warga AS yang ditangkap karena dicurigai terlibat dalam pembunuhan Presiden Jovenel Moise mengatakan bahwa dia tidak seharusnya disingkirkan, kata Justice of the Peace Clement Noel seperti dikutip oleh surat kabar Nouvelliste.
"Mereka mengatakan bahwa mereka adalah penerjemah. Tujuan tentara bayaran adalah untuk menangkap Presiden Moise di bawah surat perintah hakim investigasi, dan tidak membunuhnya," kata Noel mengutip kesaksian tersangka.
Penggeledahan kendaraan tersangka oleh penyelidik menemukan senjata api dan uang tunai dolar AS, termasuk server kamera video yang dipasang di kediaman Moise, tambah pejabat itu.
Saat ini, penjabat Perdana Menteri Claude Joseph tetap menjadi pemimpin de facto negara itu. Joseph sebelumnya mengumumkan keadaan darurat selama dua minggu, memberi polisi kekuatan luas untuk memburu para pembunuh. Masa berkabung selama 15 hari untuk presiden yang terbunuh juga telah diumumkan.
(ian)