Laporan Pentagon Peringatkan Dunia Berisiko Perang Nuklir, Ini Sebabnya
loading...
A
A
A
WASHINGTON - Pentagon atau Departemen Pertahanan Amerika Serikat (AS) dalam laporan tahun 2020 memperingatkan bahwa dunia berisiko dilanda perang nuklir .
Laporan setebal 67 halaman berjudul "Joint Nuclear Operations" selesai pada April 2020, tetapi baru dirilis pekan lalu sebagai tanggapan atas permintaan Federation of American Scientists [Federasi Ilmuwan Amerika] berdasarkan Freedom of Information Act [Undang-Undang Kebebasan Informasi].
Laporan itu mengatakan kemungkinan senjata nuklir akan digunakan dalam konflik regional atau global telah meningkat selama satu dekade terakhir.
Dokumen itu sebagai sikap Pentagon tentang prinsip dan panduan mendasar untuk merencanakan, melaksanakan, dan menilai operasi nuklir.
Dalam pengantar yang menarik untuk bab pertama, laporan tersebut menyatakan bahwa sementara AS telah mencoba untuk mengurangi jumlah dan arti-penting senjata nuklir, yang lain—termasuk Rusia dan China—telah bergerak ke arah yang berlawanan.
“Mereka telah menambahkan jenis kemampuan nuklir baru ke gudang senjata mereka, meningkatkan arti-penting kekuatan nuklir dalam strategi dan rencana mereka, dan terlibat dalam perilaku yang semakin agresif," bunyi laporan itu.
"Sekarang ada berbagai dan campuran ancaman yang belum pernah terjadi sebelumnya, termasuk ancaman [senjata] konvensional, kimia, biologi, nuklir, luar angkasa, dan dunia maya dan aktor non-negara yang kejam," lanjut laporan itu yang dikutip SINDOnews.com, Jumat (9/7/2021).
Laporan Pentagon itu mengeklaim bahwa Amerika sejak 2010 telah berupaya untuk mengurangi peran senjata nuklir dalam urusan internasional dan untuk menegosiasikan pengurangan jumlah senjata nuklir. "[Namun] tidak ada musuh potensial yang mengurangi peran senjata nuklir dalam strategi keamanan nasionalnya atau jumlah senjata nuklir yang digunakannya. Sebaliknya, mereka telah bergerak dengan jelas ke arah yang berlawanan," papar laporan Pentagon.
Laporan setebal 67 halaman berjudul "Joint Nuclear Operations" selesai pada April 2020, tetapi baru dirilis pekan lalu sebagai tanggapan atas permintaan Federation of American Scientists [Federasi Ilmuwan Amerika] berdasarkan Freedom of Information Act [Undang-Undang Kebebasan Informasi].
Laporan itu mengatakan kemungkinan senjata nuklir akan digunakan dalam konflik regional atau global telah meningkat selama satu dekade terakhir.
Dokumen itu sebagai sikap Pentagon tentang prinsip dan panduan mendasar untuk merencanakan, melaksanakan, dan menilai operasi nuklir.
Dalam pengantar yang menarik untuk bab pertama, laporan tersebut menyatakan bahwa sementara AS telah mencoba untuk mengurangi jumlah dan arti-penting senjata nuklir, yang lain—termasuk Rusia dan China—telah bergerak ke arah yang berlawanan.
“Mereka telah menambahkan jenis kemampuan nuklir baru ke gudang senjata mereka, meningkatkan arti-penting kekuatan nuklir dalam strategi dan rencana mereka, dan terlibat dalam perilaku yang semakin agresif," bunyi laporan itu.
"Sekarang ada berbagai dan campuran ancaman yang belum pernah terjadi sebelumnya, termasuk ancaman [senjata] konvensional, kimia, biologi, nuklir, luar angkasa, dan dunia maya dan aktor non-negara yang kejam," lanjut laporan itu yang dikutip SINDOnews.com, Jumat (9/7/2021).
Laporan Pentagon itu mengeklaim bahwa Amerika sejak 2010 telah berupaya untuk mengurangi peran senjata nuklir dalam urusan internasional dan untuk menegosiasikan pengurangan jumlah senjata nuklir. "[Namun] tidak ada musuh potensial yang mengurangi peran senjata nuklir dalam strategi keamanan nasionalnya atau jumlah senjata nuklir yang digunakannya. Sebaliknya, mereka telah bergerak dengan jelas ke arah yang berlawanan," papar laporan Pentagon.