Senjata Rahasia China Ini Bisa Menorpedo Kapal Selam Musuh Tanpa Instruksi Manusia
loading...
A
A
A
BEIJING - Sebuah tim peneliti di China telah meluncurkan senjata rahasia, yakni drone artificial intelligence (AI) bawah air yang dapat mengenali, mengikuti, dan menyerang kapal selam musuh dengan torpedo tanpa instruksi manusia.
Proyek rahasia, yang didanai oleh militer, sebagian dideklasifikasi minggu lalu dengan penerbitan makalah yang memberikan pandangan langka tentang uji lapangan kendaraan bawah air tak berawak (UUV), yang terindikaasi dilakukan di Selat Taiwan lebih dari satu dekade lalu.
Tidak jelas mengapa China sekarang telah mendeklasifikasi rincian tes tersebut, tetapi ketegangan di Selat Taiwan baru-baru ini meningkat ke titik tertinggi dalam beberapa dekade. Negara-negara seperti Amerika Serikat dan Jepang telah meningkatkan kemungkinan intervensi militer jika Beijing, yang memandang Taiwan sebagai bagian dari wilayahnya, mencoba mengambil pulau itu dengan paksa.
Drone robotik ini sekarang sebagian besar bekerja secara individual, tetapi dengan peningkatan teknologi dapat berpatroli dalam kelompok. Demikian penjelasan Profesor Liang Guolong dan rekan-rekannya dari Universitas Teknik Harbin, lembaga penelitian kapal selam top China.
Varian kapal selam ini dapat ditanam di dasar laut dan diaktifkan jika terjadi bentrokan atau perang.
“Kebutuhan perang bawah laut di masa depan membawa peluang pengembangan baru untuk platform tak berawak,” kata para peneliti dalam makalah mereka, yang diterbitkan dalam Journal of Harbin Engineering University seperti dikutip South China Morning Post, Kamis (9/7/2021).
Sebagian besar kapal selam memiliki komputer untuk membantu mengidentifikasi atau melacak target, tetapi operator sonar masih perlu menggunakan mata dan telinga mereka untuk membuat penilaian tentang isu-isu penting seperti mengidentifikasi kapal yang bersahabat, dengan keputusan akhir diambil oleh kapten.
"Kompleksitas lingkungan eksternal berarti manusia biasanya perlu menyempurnakan sonar dari waktu ke waktu untuk meningkatkan hasil pencarian dan pelacakan," tulis Liang.
"Pada kapal selam tak berawak, semua subsistem seperti akuisisi informasi, deteksi target, penilaian, status dan kontrol parameter harus memiliki kemampuan pengambilan keputusan yang sepenuhnya independen, menjadikan beberapa teknologi kapal selam tradisional tidak berguna untuk platform tak berawak," katanya.
Meskipun para peneliti tidak memberikan lokasi yang tepat, sebagian koordinat dari peta di makalah mereka menunjukkan bahwa mereka menjatuhkan kapal selam tak berawak di lepas pantai provinsi timur Fujian, di atau dekat Selat Taiwan.
UUV diprogram untuk berpatroli sekitar 10 meter di bawah permukaan mengikuti rute yang telah ditentukan.
Di lokasi lain, para peneliti mengerahkan kendaraan tiruan yang bisa meniru suara kapal selam, dan UUVitu beralih ke mode tempur segera setelah sonarnya menangkap sinyal dari jarak jauh.
Menurut para peneliti, itu berputar dalam pola heksagonal dan mengarahkan susunan sonarnya ke berbagai sumber suara, sementara artificial intelligence mencoba menyaring kebisingan sekitar dan menentukan sifat target.
Satu torpedo yang ditembakkan oleh dronebawah air menghantam kapal selam simulasi. Untuk alasan keamanan, torpedo tidak dimuat.
Tes itu, yang dilakukan pada 2010, adalah upaya pertama China untuk mensimulasikan pelacakan dan penenggelaman kapal selam. "Dengan tidak adanya manusia sama sekali di lingkungan terbuka," tulis Liang dan rekan-rekanya.
Kapal selam tak berawak bisa membuat kesalahan, dan komunikasi mereka dengan komandan manusia bisa terganggu oleh musuh. Apakah seorang pembunuh robot harus dilepaskan untuk berburu dan membunuh manusia tetap menjadi pertanyaan etis.
Meskipun demikian, militer AS telah meminta Boeing untuk membangun empat Orca UUV ekstra besar, dan Rusia baru-baru ini mengerahkan kapal selam baru yang dapat meluncurkan drone bertenaga nuklir dengan daya tembak yang cukup untuk memusnahkan sejumlah kota.
Menurut Liang,Israel dan Singapura juga telah menguji atau menggunakan mesin serupa di lautan.
Proyek kapal selam tak berawak China dimulai pada awal 1990-an, jauh sebelum AI menjadi kata kunci.
Meskipun tidak ada catatan penggunaan mereka dalam pertempuran nyata, kapal selam tak berawak China telah berevolusi, menggabungkan peningkatan dalam teknologi sonar, AI, dan komunikasi untuk memungkinkan mereka mengoordinasikan gerakan mereka sebagai armada dan meluncurkan serangan pada target yang sama dari posisi yang berbeda secara bersamaan.
Menurut Liang, dengan catu daya generasi baru, mereka dapat bersembunyi dalam waktu lama untuk menyergap musuh.
Lihat Juga: 5 Negara Sahabat Korea Utara, Semua Musuh AS Termasuk Pemilik Bom Nuklir Terbanyak di Dunia
Proyek rahasia, yang didanai oleh militer, sebagian dideklasifikasi minggu lalu dengan penerbitan makalah yang memberikan pandangan langka tentang uji lapangan kendaraan bawah air tak berawak (UUV), yang terindikaasi dilakukan di Selat Taiwan lebih dari satu dekade lalu.
Tidak jelas mengapa China sekarang telah mendeklasifikasi rincian tes tersebut, tetapi ketegangan di Selat Taiwan baru-baru ini meningkat ke titik tertinggi dalam beberapa dekade. Negara-negara seperti Amerika Serikat dan Jepang telah meningkatkan kemungkinan intervensi militer jika Beijing, yang memandang Taiwan sebagai bagian dari wilayahnya, mencoba mengambil pulau itu dengan paksa.
Drone robotik ini sekarang sebagian besar bekerja secara individual, tetapi dengan peningkatan teknologi dapat berpatroli dalam kelompok. Demikian penjelasan Profesor Liang Guolong dan rekan-rekannya dari Universitas Teknik Harbin, lembaga penelitian kapal selam top China.
Varian kapal selam ini dapat ditanam di dasar laut dan diaktifkan jika terjadi bentrokan atau perang.
“Kebutuhan perang bawah laut di masa depan membawa peluang pengembangan baru untuk platform tak berawak,” kata para peneliti dalam makalah mereka, yang diterbitkan dalam Journal of Harbin Engineering University seperti dikutip South China Morning Post, Kamis (9/7/2021).
Sebagian besar kapal selam memiliki komputer untuk membantu mengidentifikasi atau melacak target, tetapi operator sonar masih perlu menggunakan mata dan telinga mereka untuk membuat penilaian tentang isu-isu penting seperti mengidentifikasi kapal yang bersahabat, dengan keputusan akhir diambil oleh kapten.
"Kompleksitas lingkungan eksternal berarti manusia biasanya perlu menyempurnakan sonar dari waktu ke waktu untuk meningkatkan hasil pencarian dan pelacakan," tulis Liang.
"Pada kapal selam tak berawak, semua subsistem seperti akuisisi informasi, deteksi target, penilaian, status dan kontrol parameter harus memiliki kemampuan pengambilan keputusan yang sepenuhnya independen, menjadikan beberapa teknologi kapal selam tradisional tidak berguna untuk platform tak berawak," katanya.
Meskipun para peneliti tidak memberikan lokasi yang tepat, sebagian koordinat dari peta di makalah mereka menunjukkan bahwa mereka menjatuhkan kapal selam tak berawak di lepas pantai provinsi timur Fujian, di atau dekat Selat Taiwan.
UUV diprogram untuk berpatroli sekitar 10 meter di bawah permukaan mengikuti rute yang telah ditentukan.
Di lokasi lain, para peneliti mengerahkan kendaraan tiruan yang bisa meniru suara kapal selam, dan UUVitu beralih ke mode tempur segera setelah sonarnya menangkap sinyal dari jarak jauh.
Menurut para peneliti, itu berputar dalam pola heksagonal dan mengarahkan susunan sonarnya ke berbagai sumber suara, sementara artificial intelligence mencoba menyaring kebisingan sekitar dan menentukan sifat target.
Satu torpedo yang ditembakkan oleh dronebawah air menghantam kapal selam simulasi. Untuk alasan keamanan, torpedo tidak dimuat.
Tes itu, yang dilakukan pada 2010, adalah upaya pertama China untuk mensimulasikan pelacakan dan penenggelaman kapal selam. "Dengan tidak adanya manusia sama sekali di lingkungan terbuka," tulis Liang dan rekan-rekanya.
Kapal selam tak berawak bisa membuat kesalahan, dan komunikasi mereka dengan komandan manusia bisa terganggu oleh musuh. Apakah seorang pembunuh robot harus dilepaskan untuk berburu dan membunuh manusia tetap menjadi pertanyaan etis.
Meskipun demikian, militer AS telah meminta Boeing untuk membangun empat Orca UUV ekstra besar, dan Rusia baru-baru ini mengerahkan kapal selam baru yang dapat meluncurkan drone bertenaga nuklir dengan daya tembak yang cukup untuk memusnahkan sejumlah kota.
Menurut Liang,Israel dan Singapura juga telah menguji atau menggunakan mesin serupa di lautan.
Proyek kapal selam tak berawak China dimulai pada awal 1990-an, jauh sebelum AI menjadi kata kunci.
Meskipun tidak ada catatan penggunaan mereka dalam pertempuran nyata, kapal selam tak berawak China telah berevolusi, menggabungkan peningkatan dalam teknologi sonar, AI, dan komunikasi untuk memungkinkan mereka mengoordinasikan gerakan mereka sebagai armada dan meluncurkan serangan pada target yang sama dari posisi yang berbeda secara bersamaan.
Menurut Liang, dengan catu daya generasi baru, mereka dapat bersembunyi dalam waktu lama untuk menyergap musuh.
Lihat Juga: 5 Negara Sahabat Korea Utara, Semua Musuh AS Termasuk Pemilik Bom Nuklir Terbanyak di Dunia
(min)